1

Seorang Anak Digugat ke Pengadilan Karena Enggan Membantu Kedua Orangtuanya

Kabar6-Sepasang suami istri di Tiongkok menggugat anak kandung mereka ke pengadilan setempat. Bukan karena tindakan kriminal, gugatan itu dilakukan karena sang anak tidak memberikan bantuan secara finansial.

Diketahui, pada beberapa negara seperti Tiongkok, Taiwan, dan Singapura, orangtua memang dapat menuntut anak lewat jalur hukum jika tidak membantu keuangan mereka.

Dalam beberapa kasus, ada juga orangtua yang memilih untuk tidak menggugat saat sang anak enggan memberitakan bantuan finansial. Namun, sejumlah orangtua tidak bisa diam begitu saja saat anak mereka tidak berbakti dari segi ekonomi.

Hal itu juga yang dilakukan pasangan suami istri (pasutri) Zhang yang tinggal di Distrik Xiangcheng, Provinsi Henan. Pasutri lansia ini, melansir Odditycentral, sebenarnya sudah sempat menuntut anaknya yang lalai memberikan dukungan finansial kepada mereka pada tahun lalu.

Pada Mei 2019, sang anak pun diperintahkan oleh pengadilan rakyat untuk memberikan tunjangan kepada orangtuanya setiap bulan. Namun, sang anak mengabaikan kewajiban tersebut.

Satu tahun hampir berlalu semenjak anaknya dituntut oleh pengadilan untuk memberikan bantuan kepada orangtuanya, tetapi tetap saja mereka tidak menerima uang sepeser pun dari sang anak.

Pasutri Zhang yang merasa ditelantarkan oleh anaknya sendiri itu pun melapor kepada polisi yang akhirnya mendatangi sang anak dan menasihatinya. Pekerja sosial juga memeriksa kondisi keuangan sang anak dan mendapati bahwa sebenarnya dia memiliki banyak uang.

Pekerja sosial yang terlibat dalam pemeriksaan itu lantas menghubungi pihak bank tempat sang anak menyimpan harta kekayaan, agar rekeningnya dibekukan, sampai dia membayar kewajiban kepada orangtuanya. ** Baca juga: 7 Pesohor Dunia yang Asuransikan ‘Aset’ Tubuhnya dengan Harga Fantastis

“Menyaksikan pasangan yang berusia lebih dari 70 tahun sampai harus bergantung kepada jalur hukum hanya untuk menerima tunjangan dari anak-anak mereka sendiri, rasanya sangat memilukan. Saya harap semua orang tahu bahwa merawat orangtua adalah tanggung jawab anak-anak mereka sehingga hal-hal menyakitkan seperti ini tidak terjadi lagi,” kata petugas kepolisian yang bersangkutan.

Bagaimana pendapat Anda?(ilj/bbs)




Studi Tunjukkan, Stres Finansial Membuat Fisik dan Mental Cepat Tua

Kabar6-Tidak dapat dipungkiri, tiap orang bekerja entah itu di kantor atau memiliki usaha sendiri, salah satunya demi mencari nafkah agar dapat menghidupi diri sendiri sekaligus keluarga.

Di sisi lain, sebagian orang adakalanya mengalami kesulitan finansial sehingga mengalami cemas berkepanjangan. Meski terlihat sebagai hal biasa, tak banyak yang tahu bahwa cemas berkepanjangan ini akan menimbulkan stres yang ternyata berakibat pada penuaan dini.

Sebuah penelitian baru yang diterbitkan dalam European Journal of Aging, melansir Fimela, menemukan bahwa kecemasan finansial yang parah memiliki efek samping serius, yaitu penuaan lebih cepat baik secara fisik maupun mental. Penelitian menyebutkan, individu yang menghabiskan setidaknya empat tahun melalui kesulitan ekonomi menunjukkan tanda-tanda penuaan yang lebih cepat dibandingkan dengan rekan-rekannya yang memiliki kondisi ekonomi/finansial yang stabil.

Tanda-tanda penuaan yang bisa dilihat yaitu menurunnya fungsi kognitif seperti mudah lupa dan tidak dapat berpikir cepat, dan peningkatan inflamasi di dalam tubuh sehingga tubuh rentan sakit. ** Baca juga: Mengapa Uban Muncul di Usia Muda?

Sedangkan stres sendiri mengarah pada berkembangnya depresi dan menurunnya motivasi hidup. Itulah alasan mengapa beberapa orang yang kesulitan finansial, memiliki wajah yang tampak lebih tua.(ilj/bbs)




Generasi Muda Bijak Finansial, BCA Gelar Literasi Keuangan di Serang

Kabar6.com

Kabar6-PT Bank Central Asia Tkb (BCA) gelar edukasi literasi keuangan di SMAN 3 Serang, Banten, yang merupakan salah satu sekolah binaan Bakti BCA.

Kepala BCA KCU Serang, Kusjanto Widjaja mengatakan, program edukasi literasi yang dijalankan ini sesuai dengan program pemerintah yang ingin memberikan dasar pengelolaan keuangan sehingga tercapai inklusi keuangan di Indonesia.

Kata Kusjanto, salah satu pendidikan yang perlu diajarkan pada generasi muda saat ini adalah literasi finansial.

“Literasi finansial yang dimaksud adalah konsep tentang pengenalan pengelolaan keuangan dengan bijak,” jelas Kusjanto di laporan tertulisnya, Selasa (11/19/2019).

Dimulai dari lingkungan keluarga dan di lingkungan pendidikan (Sekolah), dan dengan pemahaman keuangan yang merata di seluruh lapisan masyarakat, inklusi keuangan dapat dicapai.

Dengan adanya literasi keuangan yang diberikan kepada generasi muda dalam hal ini kepada siswa-siswi SMAN 3 Serang, diharapkan dapat memilih dan memanfaatkan produk serta layanan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan, memahami manfaat dan risiko produk dari layanan jasa keuangan, terhindar dari aktivitas investasi pada instrumen keuangan yang tidak jelas atau resmi.

“Tentu saja kegiatan ini sangat positif bagi mereka, mengingat generasi muda merupakan generasi penerus bangsa,” paparnya.**Baca juga: Fasilitasi Raperda Penyertaan Modal Kota Serang Belum Juga Rampung.

Pihaknya berharap agar kedepannya mereka dapat memilih produk dan layanan jasa keuangan khususnya bank yang sesuai dengan kebutuhan.

“Setelah tahu, mereka juga paham akan risiko-risikonya sehingga mereka dapat terhindar dari aktivitas investasi yang tidak resmi,” tambah Kusjanto.

Hadir dalam penyelenggaraan kegiatan ini yaitu Kepala KCU Serang Kusjanto Widjaja, Kepala Sekolah SMAN 3 Serang Nurdiana Salam.(fit)




Ternyata, Keahlian Matematika Anda Berpengaruh Terhadap Kesehatan Fisik & Finansial

Kabar6-Sering dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit saat duduk di bangku sekolah, matematika ternyata sangat penting tidak hanya untuk kesehatan fisik, tapi juga finansial Anda.

Dalam dua penelitian, melansir Womantalk, para peneliti menemukan bahwa kunci sukses dalam keuangan dan menghadapi penyakit yang kompleks adalah kecocokan antara kemampuan matematika seseorang dengan seberapa nyaman dan meyakinkan orang tersebut menggunakan keterampilannya.

Seorang profesor psikologi di University of Oregon bernama Elen Peters mengatakan, kurangnya kepercayaan diri seseorang dalam numerik pada dasarnya dapat menghapus sebagian besar keuntungan yang dimiliki seseorang dengan keterampilan matematika yang baik.

Dalam kedua studi tersebut, peserta mengambil tes yang mengukur kemampuan matematika objektif mereka. Selain itu, mereka juga mengisi kuesioner yang mengukur seberapa percaya diri peserta dalam menggunakan angka.

Mereka yang mendapat skor tinggi dalam kemampuan matematika melaporkan merasa nyaman dengan kemampuan mereka dengan angka. Hal yang paling penting, kelompok ini juga cenderung lebih bertahan ketika dihadapkan pada tugas yang membosankan atau sulit.

Dalam studi pertama, para peneliti menyelidiki hasil keuangan di antara 4.572 orang Amerika yang berpartisipasi dalam Understanding America Study, yang dijalankan oleh University of Southern California.

Peserta melaporkan berbagai hasil keuangan, seperti utang kartu kredit, investasi, dan apakah mereka memiliki pinjaman gaji. Hasil menunjukkan, interaksi antara skor matematika objektif peserta dan kepercayaan numerik mereka meramalkan seberapa baik mereka dalam finansial.

Studi kedua melibatkan 91 pasien di Wexner Medical Center di Ohio State yang dirawat karena lupus. Diketahui, lupus tidak memiliki obat, tetapi intervensi medis dan perubahan gaya hidup dapat membantu mengendalikannya.

Namun dibutuhkan keterampilan matematika yang baik untuk menavigasi penyakit, seperti memahami risiko dan manfaat obat, menggunakan dosis obat yang benar dan memilih asuransi kesehatan yang baik.

Tetapi yang sama pentingnya, karena ini adalah penyakit kronis, pasien harus bertahan menggunakan keterampilan matematika ini seumur hidup untuk mematuhi beberapa pengobatan berjangka waktu, menavigasi perubahan dosis dan mengadopsi perilaku sehat.

Hasil penelitian menunjukkan, interaksi antara keterampilan matematika objektif pasien dan kepercayaan numerik mereka terkait dengan bagaimana dokter mereka menilai aktivitas penyakit, seperti ruam baru atau kejang.

Mereka yang memiliki keterampilan dan kepercayaan diri yang tinggi menunjukkan aktivitas penyakit yang lebih sedikit daripada mereka yang memiliki keterampilan tetapi tidak percaya diri. Tetapi hasil terburuk datang kepada mereka yang berpikir mereka hebat dalam matematika, tetapi sebenarnya tidak.

Di antara mereka yang memiliki kepercayaan diri tinggi, pasien yang pandai matematika hanya memiliki peluang tujuh persen untuk memiliki kejang dan ruam dibandingkan dengan 44 persen yang memiliki keterampilan matematika rendah.

“Jika Anda memiliki kemampuan matematika yang rendah dan kepercayaan diri yang tinggi, Anda mungkin akhirnya membuat kesalahan yang tidak Anda pahami. Anda tidak meminta bantuan orang lain karena Anda pikir Anda tidak membutuhkannya, sehingga Anda berakhir dalam kondisi yang lebih buruk,” kata Elen.

Lantas, berapa banyak orang yang tidak cocok antara kemampuan dan kepercayaan diri mereka? Dalam dua studi ini, 18-20 persen memiliki keterampilan matematika yang baik dan kepercayaan diri yang rendah.

Kemudian, 12-13 persen lainnya memiliki keterampilan matematika yang buruk dikombinasikan dengan kepercayaan diri yang tinggi. ** Baca juga: Bagaimana Cara Aman Buang Obat yang Sudah Kedaluwarsa

Kesimpulannya, pelajari kembali matematika dasar atau setidaknya meminta bantuan orang ahli ketika membuat keputusan finansial dan medis.(ilj/bbs)