Kabar6-Pada sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal ‘Forensic Science International: Genetics’, Emily C. Patterson dan timnya menemukan bahwa sehelai bulu kucing yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP) dapat membantu menghubungkan pelaku kejahatan dengan lokasi atau individu yang terlibat.
Temuan ini berpotensi membuka babak baru dalam penggunaan bukti DNA hewan dalam investigasi kriminal. Metode baru yang dikembangkan oleh Patterson dan koleganya ini, melansir Earth, memungkinkan peneliti untuk mengekstraksi dan menganalisis DNA yang terkandung dalam bulu kucing yang rontok di TKP. Biasanya, bukti forensik DNA diperoleh melalui darah, air liur, atau jaringan tubuh lainnya, tetapi dengan adanya bulu yang rontok, yang sering kali tidak dianggap sebagai bukti penting, dapat memberikan informasi berharga.
Dalam penelitian ini, tim peneliti berhasil mengidentifikasi DNA mitokondria dari bulu kucing. Kemudian, DNA ini dapat dibandingkan dengan sampel DNA kucing korban, tersangka, atau kucing yang berada di sekitar TKP.
Bulu kucing, meskipun seringkali terlihat sepele, ternyata menyimpan informasi genetik yang sangat penting. Dalam kasus kejahatan, seperti perampokan atau pembunuhan, temuan bulu kucing bisa menjadi petunjuk yang membantu penyidik memahami keterlibatan kucing dalam kejadian tersebut.
Misalnya, jika bulu kucing ditemukan di dekat mayat korban, atau pada pakaian pelaku, hal ini bisa menunjukkan bahwa pelaku memiliki hubungan dengan korban atau mungkin pernah berada di lokasi yang sama.
Patterson menjelaskan, untuk menganalisis DNA dari bulu kucing, tim peneliti hanya dapat mengekstraksi DNA mitokondria, yang merupakan jenis DNA yang diwariskan secara turun-temurun dari induk (dalam hal ini, ibu kucing) kepada keturunannya. DNA mitokondria ditemukan di dalam mitokondria sel, yang ada dalam hampir semua sel tubuh.
Keunikan DNA mitokondria adalah ia lebih mudah ditemukan dan dipertahankan pada sampel biologis yang telah terdegradasi, seperti bulu yang rontok. Namun, ada satu keterbatasan yang perlu diperhatikan dalam analisis ini, karena DNA mitokondria hanya diturunkan dari ibu, maka kucing-kucing dari satu garis keturunan yang sama akan memiliki kesamaan dalam DNA mitokondria mereka.
Hal ini berarti bahwa kucing-kucing yang memiliki ibu yang sama tidak dapat dibedakan hanya berdasarkan DNA mitokondria. Meskipun, mereka mungkin memiliki hubungan genetik yang erat.
Dengan kemampuan untuk memeriksa lebih banyak bagian dari DNA mitokondria, peneliti dapat menemukan perbedaan yang lebih halus antara individu-individu kucing, bahkan yang berasal dari garis keturunan yang sangat dekat.
Hal ini meningkatkan kemampuan untuk mengidentifikasi asal usul bulu yang ditemukan di TKP, bahkan memungkinkan untuk mengaitkan bulu tersebut dengan kucing yang spesifik.(ilj/bbs)