oleh

Polda Banten Didesak Usut Tuntas Tambang Emas Ilegal Penyebab Banjir Bandang Di Lebak

image_pdfimage_print

Kabar6-Sekelompok mahasiswa Banten mendatangi Dirkrimsus Polda Banten yang di komandoi oleh Kombes Pol Nunung Syaifuddin.

Tujuannya tak lain untuk meminta institusi tersebut menindak tegas aktifitas pertambangan emas ilegal dikawasan Kabupaten Lebak.

Dimana, Forum Silaturahmi Mahasiswa Banten (FSMB) menduga kuat penyebab banjir bandang di Kabupaten Lebak dikarenakan aktifitas pertambangan ilegal.

FSMB juga mendesak agar Kapolda Banten yang baru, Irjen Pol Fiandar, membuka kembali dokumen kasus pertambangan tanpa ijin (peti), agar terlihat berbagai kejanggalan yang ada.

“Kalau bisa di proses secara hukum pengepulnya, jangan hanya penambang dan pengelola. Terus jawaban dari pihak Polda, setelah kami sidak lagi, menyelidiki lagi, dua kali, kami juga kaget ada kasus yang sama dengan yang di tangani Mabes Polri. Kami sih menginginkan proses itu lanjut kan, tapi hukum berbicara lain,” kata Aziz Awaludin, menirukan ucapan salah satu anggota Dirkrimsus Polda Banten, ditemui di Mapolda Banten, Kota Serang, Kamis (14/05/2020).

Selama proses penyelidikkan, Polda Banten telah menetapkan empat tersangka pelaku peti di Kabupaten Lebak, Banten, yakni MT, NT, JL, dan SH.

Mereka merupakan pemilik tambang dan pengolahan emas di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yang diduga penyebab banjir dan longsor pada 01 Januari 2020.

Berdasarkan data yang di dapat dari Polda Banten, ke empat tersangka itu ditangkap ditempat dan watu yang berbeda, yakni tersangka berinisial NT sempat melarikan diri ke luar daerah dan berhasil dìtangkap di Kalimantan Barat, 08 April 2020.

Sementara tiga lainnya, menyerahkan diri. JL pada 30 Maret, SH tanggal 10 April, dan MT pada 27 Januari.

“Kami tanyain masalah penetapan tersangka, (pengakuan salah satu personil Polda Banten mengatakan) kami tidak menetapkan, jawaban Polda mengaku tidak menetapkan tersangka. Ini ada indikasi Polda ini lempar batu, Polda Banten tidak mau salah, salah nya Mabes Polri. (personel Polda Banten mengaku) Setelah keluarnya SP3 kami (penyidik) tidak bisa berbuat apa-apa, karena produk hukum, tapi hukum mengatakan ini SP3, bagaimanapun harus berhenti,” terangnya.

Dia bersama mahasiswa lainnya mengaku akan melakukan penyelidikkan secara mandiri dan akan melaporkan ke publik bahwa masih ada aktifitas pertambangan ilegal di Kabupaten Lebak, terutama di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).

“Kami akan cek langsung bahwa aktifitas bos MT itu masih berlangsung. Kalau masih berjalan, kita akan mensomasi Polda Banten,” jelasnya.

Sedangkan menurut Kasubdit IV Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Dirkrimsus Polda Banten, AKBP Joko Winarto yang ikut menemui mahasiswa mengaku tiga pelaku lainnya sudah ditindak lanjuti. Sedangkan terkait tersangka MT, dia enggan berkomentar.

“Yang tiga sudah pemberkasan. (Tersangka NT) Yang ditangkap di Kalimantan itu sudah tahap dua. Yang lainnya (tersangka JL dan SH) tahap satu,” ujar AKBP Joko Winarto singkat kepada awak media, Kamis (14/05/2020).

Perlu diketahui pada Rabu, 15 April 2020, Dirkrimsus Polda Banten, Kombes Pol Nunung Syaifuddin mengeluarkan pernyataan bahwa khusus tersangka MT sudah dilakukan SP3, alasannya sudah di tangani oleh Bareskrim Polri dan dengan alasan ne bis in idem sesuai dengan salinan putusan nomor 229/Pid.sus/2018/PN RKB tgl 17 Desember 2018 yg dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Rangkasbitung.

Dimana, pada tanggal 10 Januari 2020, Ditreskrimsus Polda Banten mengeluarkan status tersangka kepada pria kelahiran Kabupaten Lebak tahun 1970 itu, berdasarkan LP/14/I/Res.5.5/2020/Banten.

Kala itu, saat masih berstatus tersangka, MT dikenakan dikenakan dugaan tindak pidana dimana setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK dan atau setiap orang atau pemegang IUP OP atau IUPK OP yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengakuan, menjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUPK, IUP, atau izin dan atau setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan usaha dan atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana di atur dalam Pasal 158 dan atau Pasal 161 UU RI nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan, mineral, batu bara dan atau pasal 103 dan atau Pasal 109 UU RI nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Ancaman hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

“Seiring berjalannya waktu, kita melakukan penyelidikan dan peyidikkan, semuanya sudah kita selesaikan. Atas nama MT ini kita SP3, karena perkaranya sudah pernah disidik oleh Bareskrim Polri, dikuatkan dengan keterangan ahli, saksi di TKP dan surat petikan dari Pengadilan Negeri Lebak. Kalau kita paksakan di proses tentu kita dipersalahkan. Jadi empat LP terkait pertambangan tanpa ijin sudah clear dan sekarang dalam proses penyidikan,” kata Dirkrimsus Polda Banten, Kombes Pol Nunung Syaifuddin, di Mapolda Banten, pada Rabu, 15 Apri 2020.

Sementara, kasus tiga tersangka lain tetap diproses. NT ditahan di Polda Banten karena melarikan diri. Kedua pelaku lainnya, yang menyerahkan diri, dibebaskan.

Akibat perbuatannya, ketiga tersangka PETI dijerat Pasal 158 dan/atau Pasal 161 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) dan/atau Pasal 109 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengolahan Lingkungan Hidup. Para pelau terancam penjara 10 tahun dan denda Rp10 miliar.

Perlu diketahui bahwa wilayah Kabupaten Lebak yang berbatasan dengan wilayah Bogor, seperti Cipanas hingga Lebak Gedong kembali diterjang banjir bandang pada Rabu, 13 Mei 2020 saat akan santap sahur atau sekitar pukul 03.00 wib.**Baca juga: Jokowi Perintahkan Tambang Ilegal Dihentikan, Bupati Iti: Saya Gak punya ‘Pistol’.

Banjir bandang itu merendam puluhan rumah dan menghanyutkan jembatan permanen maupun darurat yang berguna untuk transportasi antar warga.(Dhi)

Print Friendly, PDF & Email