oleh

Panwaslu Tangsel Sebut DPTb-2 Pemantik Sengketa

image_pdfimage_print

Kabar6-Proses akhir dalam tahapan pencematan data identitas kependudukan lewat verifikasi ulang Daftar Pemilih Tambahan warga yang menggunakan KTP atau DPTb-2 selalu menuai polemik.

 

 

Setiap kubu pasangan calon beserta tim pemenangan khususnya pihak yang kalah, seringkali persoalkan validitas data warga yang telah mendatangi bilik suara untuk menyalurkan hak politiknya.

 

Demikian diungkapkan Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Muhammad Taufik MZ, di Serpong, kemarin.

 

“Sengketa Pilkada yang terjadi diberbagai daerah selalu saja bermula dari DPTb-2. Dan hingga saat ini belum dicabut atau dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK),” ungkapnya.

 

Menurutnya, DPTb-2 merupakan celah kekurangan dari berlakunya sistem administrasi kependudukan di Indonesia. Proses masa tahapan dalam pesta demokrasi ini selalu saja dijadikan senjata pamungkas oleh tim peserta pemilu menggugat hasil perolehan suara.

 

Padahal, Taufik bilang, sistem administrasi resmi kependudukan yang wajib dimiliki oleh setiap Warga Negara Indonesia ini digawangi oleh lembaga negara di luar KPU. Yakni, Direktorat Jenderal Kependudukan Kementerian Dalam Negeri.

 

Apalagi DPTb-2 telah menjadi fundamental bagi setiap Warga Negara Indonesia yang telah berusia dewasa serta memenuhi persyaratan bisa menyalurkan hak suara politiknya.

 

Taufik mengklaim, pada saat pencoblosan 9 Desember kemarin pun pihaknya pun telah berhasil mengidentifikasi. Ia yakin kelak akan timbul persoalan serius.

 

Catatan masalah atas semrawutnya DPTb-2, lanjutnya, benar saja terjadi di 30 dari 2.245 Tempat Pemungutan Suara (TPS). Hasil identifikasi secara cermat telah menemukan adanya kasus kelebihan ambang batas kewajaran.

 

Kejanggalan pada saat pencoblosan terdeteksi, ada jumlah warga yang masuk ke bilik suara untuk mencoblos berbeda dengan angka yang terdata punya hak pilih sesuai DPTb2.

 

Temuan dugaan pelanggaran itu terdapat di 30 TPS, dan Panwaslu Tangsel pun merekomendasikan kepada KPU setempat agar membongkar kotak suara.

 

Pembongkaran kotak suara bertujuan untuk mengetahui keabsahan data formulir C7 di masing-masing TPS. Tentunya selama kegiatan bongkar kotak suara mesti disaksikan oleh semua saksi pasangan calon serta aparat penegak hukum daerah sekitar.

 

“Maka penggunaan DPTb2 dapat dikatakan tidak berlawanan dengan hukum,” terang Taufik. ** Baca juga: Kubu Arsid-Elvier PeDe Menang Gugatan ke MK

 

Tentu saja, tambahnya, asalkan selama warga yang menyalurkan hak konstitusinya itu bisa penuhi persyaratan utama.

 

Maka tak jadi soal bila warga pemilih dapat menunjukkan bukti Kartu Tanda Penduduk asli terbitan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Tangsel.

 

“Kami melihat selama ini polemik yang digaungkan oleh antarkubu pasangan calon masih dianggap wajar dalam tatanan iklim demokrasi di Indonesia,” tambahnya.(yud)

Print Friendly, PDF & Email