oleh

Mengulang Sejarah Koelie Ordonnantie

image_pdfimage_print

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) Mirah Sumirat mengungkapkan, beberapa tuntutan yang akan disuarakan dalam aksi May Day 1 Mei 2017 antara lain adalah pencabutan PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan serta penerapan outsourcing atau tenaga kerja kontrak. 

Apa perbedaan mendasar antara outsourcing atau kerja kontrak dengan Koelie Ordonnantie yang pernah dikeluarkan pemerintah kolonial Belanda tahun 1881.Rasanya secara esensi nyaris mirip, hampir tak ada bedanya, meski dalam kosa kata dan bahasa berbeda.Yang satu dikeluarkan oleh penjajah Belanda dan satu lagi dikeluarkan pemerintah Republik Indonesia.  

Kerja kontrak atau Koelie Ordonnantie konsepnya sama-sama dibuat tidak untuk melindungi buruh atau kaum pekerja, tetapi melindungi para majikan/investor, dari tuntutan para pekerjanya.

Apa yang dituntut para pekerja (kaum buruh) adalah hal yang sudah sejak lama dikhawatirkan pendiri bangsa ini, Bung Karno, yang disampaikan dalam pidatonya saat HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus 1964 berjudul Tahun “Vivere Pericoloso” atau Tahun Hidup Dalam Bahaya, yang kemudian dipakai penulis Australia, Christopher Koch menjadi judul buku yaitu The Year of Living Dangerously  dan juga dijadikan film “Oscar-winning” dibintangi oleh Mel Gibson dan Linda Hunt. Filmnya dilarang tayang di Indonesia sampai tahun ’99.

Menurut Bung Karno, apabila cita-cita Indonesia untuk bangkit tidak berhasil dalam menciptakan kemakmuran bangsanya, menghapuskan penghisapan manusia atas manusia (exploitation de I’homme par I’homme) dan penindasan bangsa atas bangsa (exploitation de nation par nation), Indonesia akan terpuruk lagi, dan akan memasuki fase penjajahan kembali (rekolonialisme). 

Bung Karno mengatakan : Diantara benua Asia dan benua Australia, antara lautan Teduh dan lautan Indonesia, hidup suatu bangsa yang mula-mula mencoba untuk hidup kembali sebagai bangsa. Tapi akhirnya kembali menjadi kuli diantara bangsa-bangsa, kembali menjadi  een natie van koelies, en een kolie onder de naties / We are cooli nations and cooli among nations. Bangsa koeli dan koeli diantara bangsa-bangsa“(Soekarno–Tahun Vivere Pericoloso – 1964).

Salah satu penyebab kemunduran ini adalah, tidak adanya karakter dari pemimpin-pemimpin nasional. Mereka bisa saja mengaku sebagai nasionalis, demokrat sejati, atau pro-rakyat, tetapi itu hanya sekedar pernyataan, pada prakteknya, mereka adalah agen-agen penjual bangsa dan seluruh kekayaan alam yang dimiliki negeri ini.

Bahkan sebelumnya, dalam sidang pleno pertama Dewan Perancang Nasional 28 Agustus 1959, proklamator Indonesia ini sudah mewanti-wanti, bahwa Indonesia perlu mewaspadai penjajahan gaya baru yang datang dengan cara, pertama, Indonesia dijadikan pasar penjualan dari produk-produk negara penjajah. Kedua, Indonesia menjadi tempat pengambilan bahan-bahan pokok bagi industri kapitalisme negara penjajah, dan ketiga, Indonesia menjadi tempat investasi modal-modal penjajah.

Apakah yang dulu dikatakan Bung Karno itu tidak terjadi pada Indonesia saat ini, apakah Indonesia berdaulat secara politik ekonomi, apakah Indonesia sudah menjadi bangsa ‘ majikan’ diantara bangsa kuli atau justru menjadi bangsa kuli diantara bangsa-bangsa majikan.

Simaklah catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), apakah kita memang menjadi majikan di negeri sendiri, sebab kini pihak asing menguasai berbagai sektor penting yakni sektor Migas 70 persen, batu bara, bauksit, nikel dan timah 75 persen, tembaga dan emas sebesar 85 persen, perkebunan sawit 50 persen. 

Sejumlah gunung juga dijadikan area pertambangan asing. Gunung Tembagapura di Mimika, Papua dikuasai Freeport sejak 1967. Gunung Meratus di Kalimantan Selatan dikuasai oleh PT Antang Gunung Meratus (AGM) sejak 1999. Gunung Salak di Bogor dikuasai Chevron, dan Gunung Ceremai sama juga. Lalu saham PT Indosat Tbk dikuasai Qatar Telecom 65 persen, Norwegia (Skagen AS) 5,38 persen, Pemerintah RI 14,29 persen dan publik 15,33 persen.Operatoer seluler XL 66,7 persen milik Axiata Group Berhad, Malaysia, Etisalat  13,3 persen dan 20 persen publik. Sedang Axis dan Tri milik asing.Air kemasan Aqua, 74 persen milik Danone Prancis. Teh Sari wangi 100 persen milik Unilever, Inggris. Susu SGM, 82 persen milik Numico, Belanda. Sabun Lux, odol Pepsodent milik Unilever, Rokok  Sampoerna, 97 persen milik Philips Morris, Amerika Serikat. Carrefour milik perusahaan Prancis, Alfamart milik Carrefour. Dari 120 Bank swasta nasional, setengahnya juga sudah milik asing. Semen Tiga Roda punya Heidelberg, Jerman 61,70 persen . Semen Gresik milik Cemex, Meksiko. Semen Cibinong 77,37 persen milik Holchim, Swiss. Dan panjang sekali bila akan dipaparkan satu persatu.

Jadi kesimpulannya, apakah tuntutan buruh/pekerja bisa membuahkan hasil seperti yang diinginkan, sebab majikannya bukan ‘kita’ sendiri, dan dalam konsep Koelie Ordonnantie, yang dibela bukan pekerja, tapi pemodal.

Teman-teman para pekerja tetaplah berjuang untuk mencapai apa yang kamu cita-citakan, meski perjuanganmu sangat berat.

Kesadaran Adalah Matahari-Kesabaran adalah Bumi-Keberanian menjadi Cakrawala-dan Perjuangan adalah Pelaksanaan Kata-Kata (WS Rendra. Depok, 22 April 1984)(zoelfauzilubis@yahoo.co.id)

 

Print Friendly, PDF & Email