Jejak Kaki Berusia 106 Juta Tahun Tunjukkan Dinosaurus Kecil Gunakan Sayap untuk Berlari Bukan Terbang

Kabar6-Penemuan jejak kaki dinosaurus seukuran burung di Korea Selatan (Korsel) yang berusia 106 juta tahun menunjukkan bahwa dinosaurus kecil menggunakan sayap untuk membantu mereka berlari lebih cepat, bukan untuk terbang.

Jejak tersebut, melansir Earth, berasal dari spesies dinosaurus yang diperkirakan seukuran burung pipit, menjadikannya sejenis raptor kecil. Hal yang membuat para paleontolog bingung adalah langkah dinosaurus ini sangat lebar, celah antara jejak-jejak kaki jauh lebih besar dari yang diharapkan untuk dinosaurus sekecil itu.

“Ini adalah dinosaurus yang sangat kecil—salah satu dinosaurus terkecil yang pernah kita temukan fosilnya,” kata Thomas R. Holtz Jr, paleontolog dari University of Maryland, yang juga merupakan penulis bersama dalam penelitian yang diterbitkan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS).

Jejak-jejak tersebut menjadi teka-teki karena ukuran jejaknya sangat kecil tetapi jarak antarjejak sangat lebar. Hal ini mendorong kesimpulan bahwa dinosaurus seukuran burung dari periode Kapur Awal ini menggunakan sayapnya untuk berlari lebih cepat daripada untuk terbang.

Dalam studi ini, para peneliti fokus pada jejak kaki yang ditemukan di situs ekskavasi Formasi Jinju di tenggara Korea Selatan. Jejak kaki tersebut memiliki celah signifikan antara satu dengan lainnya—berkisar antara 25 hingga 31 cm.

Analisis lebih lanjut mengungkap bahwa jejak tersebut dibuat sekitar 106 juta tahun yang lalu, dan kemungkinan besar ditinggalkan oleh spesies dinosaurus berukuran burung yang disebut Dromaeosauriformipes rarus.

Dalam analisis jarak antarjejak dan ukuran otot kaki dinosaurus, para peneliti menyimpulkan bahwa dinosaurus kecil ini tidak mungkin berlari cukup cepat untuk menciptakan langkah yang begitu lebar tanpa bantuan. Bantuan tersebut diyakini berasal dari penggunaan sayap.

Dinosaurus ini diperkirakan mampu bergerak dengan kecepatan sekitar 38 kilometer per jam ketika jejak tersebut terbentuk. Namun, jejak tersebut tiba-tiba berhenti, sehingga belum jelas apakah hewan ini sedang naik, turun, atau menggunakan kepakan sayapnya untuk mendorong diri di tanah.

Gerakan ini, yang disebut ‘flap running’, adalah bentuk gerakan yang unik, berada di antara berlari dan terbang, menciptakan gaya aerodinamis yang cukup untuk mengangkat hewan tersebut secara singkat, seperti untuk memanjat pohon, tetapi tidak memungkinkan untuk penerbangan berkelanjutan.

Belum bisa dipastikan apakah dinosaurus ini mampu terbang, namun kemungkinan tetap ada karena penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa D. rarus memiliki bulu. Hasil penelitian ini mendukung teori bahwa evolusi kemampuan terbang bukanlah proses yang sederhana, dan beberapa spesies mungkin mengembangkan kemampuan ini secara independen.

Teori lain adalah bahwa hewan ini memang sangat cepat. Setelah menentukan tinggi pinggul hewan tersebut, peneliti menggunakan formula untuk menghitung kecepatan yang diperlukan untuk mencapai langkah yang begitu panjang.

“Temuan kami menunjukkan bahwa D. rarus harus berlari dengan kecepatan sekitar 10,5 meter per detik untuk menciptakan jejak kaki ini hanya dengan kekuatan kaki belakangnya,” ujar Alex Dececchi, penulis studi dan peneliti dari Dakota State University. “Kecepatan relatif yang ditunjukkan oleh jejak ini lebih tinggi daripada hewan yang berlari paling cepat saat ini, termasuk burung unta dan cheetah.” (ilj/bbs)