oleh

FITRA Pertanyakan Pembenahan oleh Sri Mulyani Lakukan Terkait Rangkap Jabatan 39 Pejabat Kemenkeu

image_pdfimage_print

Kabar6-Wakil Sekretaris Jenderal FITRA, Ervyn Kaffah, meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk melaporkan kepada publik upaya pembenahan yang telah dilakukannya untuk mengurangi risiko besarnya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat rangkap jabatan pejabat Kemenkeu pada sejumlah BUMN.

Sekitar delapan bulan lalu pada awal Maret 2023, Seknas FITRA telah mempertanyakan praktek rangkap jabatan 39 pejabat Kemenkeu pada sejumlah BUMN, yang semestinya mendapatkan supervisi dari kementerian tersebut.

FITRA menyebut bahwa pendapatan para pejabat Kemenkeu yang menjadi Komisaris BUMN mencapai 20 kali lipat dari gaji mereka setiap bulannya sebagai staf kementerian.

“Sudah delapan bulan sejak kami umumkan temuan tersebut. Kami berharap ada akuntabilitas. Tentunya publik ingin tahu, apa kebijakan yang sudah diambil Ibu Sri untuk menangani situasi tersebut. Apalagi, sebelumnya kami pantau Ibu Sri juga telah mengumpulkan dan memperoleh masukan dari sejumlah kalangan dengan integritas teruji merespon situasi munculnya banyak pertanyaan mengenai aliran dana Rp 400 triliun, termasuk soal rangkap jabatan tersebut,” ujar Ervyn Kaffah, dalam keterangan tertulis kepada kabar6, Minggu (10/12/2023).

“Apa sudah ada pembenahan? Kalau pejabat yang bergaji Rp 90-100 juta setiap bulan dibolehkan menjadi komisaris dan mendapat gaji lebih dari dua miliar sebulan. Itu menabrak rasa keadilan, dan tugas Ibu Menteri memperbaiki situasi tersebut,” sambung pria yang dikenal sebagai pegiat anti korupsi tersebut.

Menurut Ervyn, dalam masa kampanye Pemilu sekarang ini dan Hari H Pilpres yang tidak lebih dari 60 hari lagi, supervisi dan pengawasan terhadap kerja BUMN harus lebih diperketat.

**Baca Juga: Arief-Sachrudin Kerja Bakti Barsama Masyarakat

Alasannya, karena dalam momentum politik pemilihan, kinerja fiskal biasanya melambat, sehingga peran BUMN untuk ikut mendukung pertumbuhan ekonomi dalam masa-masa tersebut sangat penting.

“Momentum politik selalu berbanding terbalik dengan kinerja fiskal, itu terjadi paling sering di daerah. Kualitas belanja kita sampai saat ini masih buruk karena pengendalian kegiatan APBN/APBD masih belum berjalan baik. Selain membutuhkan konsentrasi dari para pejabat Kemenkeu mengenai hal ini, Ibu Sri dan pejabat Kemenkeu kami harapkan bisa lebih fokus dan ketat dalam mendorong dan mensupervisi kinerja BUMN agar bisa mendukung kelemahan kontribusi belanja pemerintah kepada pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.

Menurut FITRA, berdasar data Kemenkeu sendiri, hingga 31 Oktober 2023, penyerapan belanja pemerintah baru mencapai angka sekitar 73 persen lebih.

“Artinya, dalam dua bulan pemerintah dipaksa untuk membelanjakan anggaran senilai 30 persen dari total APBN 2023 sebesar Rp 3.016 T,” katanya.

Ervyn mengatakan itu pekerjaan berat, dan membutuhkan konsentrasi dari pejabat kementerian keuangan. Karena praktis waktu untuk belanja pemerintah pusat dan daerah cuma 45 hari. tandasnya. (Oke)

Print Friendly, PDF & Email