oleh

Budaya Transaksional Masuk Sekolah Merusak Anak

image_pdfimage_print

Kabar6-Prilaku transaksional dalam proses pendaftaran peserta didik telah menjadi budaya yang mengkristal. Padahal paham seperti itu dapat memberikan dampak bagi tumbuh-kembang anak-anak dalam berkompetisi secara sehat dengan cara giat belajar selama di sekolah.

Pengamat dunia pendidikan, Arief Rachman Hakim, mengaku prihatin dengan realitas yang terus terjadi dan berkembang di dunia pendidikan Tanah Air. Menurutnya, kegiatan jual-beli bangku sekolah negeri lewat jalur belakang yang melibatkan pihak sekolah tidak memberikan nilai edukasi bagi anak

“Selain memasung hak memperoleh pendidikan secara umum, kondisi demikian jika terus dibiarkan dikhawatirkan dapat berimplikasi pada rusaknya pembentukan pola pikir anak,” ungkapnya, Senin (14/7/2014).

Pria yang juga Guru Besar di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini mengingatkan, permasalahan paling kompleks yang ditimbulkan oleh kondisi demikian pada dasarnya bukan hanya semata pada pelanggaran suatu sistem. Namun lebih pada pendidikan moral bagi calon peserta didik.

“Akibatnya nanti dapat terbentuk pola pikir pada si anak kalau ada uang semua bisa,” ujarnya.

Tanpa disadari, pelanggaran seperti ini menyeret anak di dalamnya, karena secara tidak langsung, calon peserta didik terlibat selama proses berlangsung. Sejak dini, anak justru sudah disuguhi pola penyelesaian masalah secara tidak benar.

“Pada saat orang tua murid dan oknum tertentu coba buat kesepakatan di luar sistem, pasti si anak juga ada di sekitarnya. Moral anak justru lebih mudah terbentuk lewat apa yang telah disaksikannya secara langsung,” papar Arief.

Masih marak praktik jual-beli bangku sekolah secara transaksional, sambungnya, terus terjadi dipicu budaya suap yang telah melekat di masyarakat.

“Semua bertanggung jawab. Masyarakat, pihak sekolah, atau instansi kedinasan kalau memang terlibat di dalamnya. Sedangkan pihak Kementerian Pendidikan juga harus bertanggung jawab secara moral,” tandasnya. **Baca juga: Daftar Sekolah Negeri di Tangsel Marak Pungli.

Arief menegaskan, dalam Undang-Undang sudah dijelaskan bahwa hak memperoleh pendidikan adalah hak bagi setiap warga negara. Tidak dibenarkan, kuota peserta didik di sekolah negeri di jual-belikan. Sangat melanggar aturan, kalau pihak sekolah menarik biaya pembangunan fasilitas sekolah, lantaran semua kebutuhannya sudah di fasilitasi oleh negara.

“Jadi kalau bangku sekolah masih diperjual-belikan itu sudah melanggar azas pendidikan. Oknum yang terlibat di dalamnya harus ditindak,” terang Arief.(yud)

Print Friendly, PDF & Email