6 Produsen Minyak Terbesar Dunia di Aliansi BRICS: Melangkah Menuju Dedolarisasi

Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP | Ekonom & Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, CEO Narasi Institute

Kabar6-Aliansi ekonomi BRICS telah mengumumkan ekspansinya dengan mengakomodasi enam produsen minyak terbesar di dunia, yaitu Arab Saudi, Rusia, China, Brasil, Iran, dan Uni Emirat Arab (UEA), menjadi anggota dalam kelompok negara-negara berkembang tersebut. Kehadiran produsen minyak ini dalam aliansi BRICS menjadi sorotan utama, karena mereka memiliki peran strategis dalam perekonomian global dan perdagangan minyak internasional.

Pergabungan ini menandai potensi pergeseran dalam dinamika ekonomi global, terutama dalam upaya mendekatkan perdagangan minyak ke mata uang lokal dan mengurangi ketergantungan pada dolar Amerika Serikat (USD).

Saat ini, lebih dari 90% penjualan minyak di seluruh dunia dilakukan dalam dolar AS, memberikan kekuatan dan kontrol yang besar bagi Amerika Serikat atas sistem keuangan global. Namun, dengan adanya produsen minyak terbesar di dunia yang menjadi bagian dari aliansi BRICS, muncul potensi kolaboratif untuk mengubah paradigma ini.

Meskipun langkah menuju dedolarisasi dalam perdagangan minyak sangat ambisius, kehadiran anggota BRICS yang merupakan pemain utama dalam produksi minyak membuka peluang baru untuk mencapai tujuan tersebut.

BRICS baru saja mengadakan pertemuan puncak yang membahas potensi ekspansi dan pengembangan kebijakan mata uang lokal untuk perdagangan internasional. Aliansi ini memiliki potensi untuk memanfaatkan produksi minyak massal yang dimilikinya sebagai alat untuk memperkuat usaha dedolarisasi.

Namun, tantangan yang signifikan masih harus diatasi, termasuk resistensi dari negara-negara yang telah lama mengandalkan dolar sebagai mata uang perdagangan utama, serta pergeseran struktural dalam sistem keuangan global yang dikuasai oleh dolar.

Dalam konteks geopolitik, kehadiran produsen minyak terbesar dunia dalam aliansi BRICS juga memiliki konsekuensi yang besar. Ini menciptakan potensi untuk membentuk koalisi ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi dinamika global dan meresahkan kestabilan dominasi dolar.

Meskipun aliansi ini belum secara resmi mengumumkan alternatif mata uang baru untuk dolar dalam perdagangan minyak, upaya dedolarisasi yang diperkuat oleh kehadiran produsen minyak dalam aliansi dapat memberikan dorongan untuk perubahan fundamental dalam sistem keuangan internasional.

Dalam konteks ekspansi aliansi BRICS yang melibatkan enam produsen minyak terbesar dunia, upaya untuk mengarahkan perdagangan minyak ke mata uang lokal menjadi tantangan yang signifikan.

Meskipun ada tekad untuk meredam dominasi dolar AS dalam perdagangan internasional, kenyataan geopolitik dan ekonomi yang kompleks memerlukan kolaborasi yang kuat dan usaha berkelanjutan dari anggota BRICS.

**Baca Juga: Oknum Pimpinan Ponpes di Lebak Diduga Setubuhi Santriwati

Dedolarisasi bukanlah langkah yang mudah, namun potensi untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar dapat membawa manfaat jangka panjang bagi aliansi ini dan ekonomi global secara keseluruhan.

Lalu, bagaimana keterkaitannya dengan Indonesia?

Secara keseluruhan, keikutsertaan produsen minyak terbesar dalam aliansi BRICS membawa potensi manfaat dan risiko jika Indonesia bergabung dengan BRICS.

Diversifikasi mata uang perdagangan dan pengurangan ketergantungan terhadap dolar AS adalah potensi manfaatnya. Ini berarti bahwa Indonesia dapat lebih fleksibel dalam mengelola risiko fluktuasi nilai tukar mata uang yang sering kali memengaruhi ekspor minyak dan perdagangan global.

Selain itu, seandainya Indonesia ikut serta dalam aliansi BRICS dapat membuka peluang baru untuk kerja sama ekonomi yang kuat dengan negara-negara anggota lainnya, meningkatkan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi.

Namun, ada risiko yang perlu diatasi oleh Indonesia atas bergabungnya dengan BRICS dan ikut dalam dedolarisasi bersama para anggota BRICS. Ketidakstabilan ekonomi global dan tantangan pelaksanaan dalam upaya dedolarisasi dapat berdampak negatif pada ekonomi Indonesia. Ketidakpastian geopolitik juga merupakan faktor risiko, karena kehadiran produsen minyak terbesar dalam aliansi BRICS dapat menciptakan ketegangan dalam hubungan internasional, yang dapat memengaruhi stabilitas regional.

Oleh karena itu, Indonesia perlu memantau perkembangan ini dengan cermat dan mempersiapkan strategi yang sesuai untuk menghadapinya, termasuk mempertimbangkan diversifikasi mata uang perdagangan dan langkah-langkah lain yang dapat mengurangi risiko ekonomi yang mungkin muncul akibat perubahan dalam dinamika perdagangan minyak global.(*/Red)