oleh

Waspada Penyakit Hati Kronis

image_pdfimage_print

Kabar6-Apakah Anda pernah diberitahukan menderita hepatitis B atau hepatitis C saat pemeriksaan medical check–up? Atau setelah anda melakukan donor darah, anda mendapatkan surat dari Palang Merah Indonesia yang mengatakan bahwa anda terinfeksi hepatitis B atau hepatitis C?

Menurut dr. David Reinhard S, Sp.PD-KGEH, Spesialis Penyakit Dalam – Konsultan Penyakit Hati dan Saluran Cerna, Bethsaida Hospital, hepatitis B dan hepatitis C memang masih menjadi masalah di Indonesia.

World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa hepatitis B telah menginfeksi 2 milyar orang di dunia, lebih dari 350 juta orang diantaranya merupakan pengidap virus hepatitis B kronik, 150 juta penderita hepatitis C kronik, antara 850.000 sampai 1,05 juta penduduk dunia meninggal setiap tahun karena infeksi hepatitis B dan C.

Di Indonesia, kata dr. David, angka pengidap hepatitis B pada populasi sehat diperkirakan mencapai 4.0 – 20.3 persen. Diperkirakan 9 dan 100 orang terinfeksi hepatitis B.

Estimasi penderita hepatits B dan C diperkirakan 25 juta orang, 50 persennya diperkirakan akan menjadi penyakit hati kronik dan 10 persennya menjadi fibrosis hati dan kemudian menjadi kanker hati.

Penyakit hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B sedangkan penyakit hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitis C. Pada orang yang terinfeksi virus dapat terjadi dua kejadian klinis yaitu hepatitis akut yang kemudian sembuh secara spontan atau berkembang menjadi kronik.

“Fase akut dapat ditandai dengan lemas, mual, muntah, diare dan demam yang tidak begitu tinggi diikuti urine yang berwarna gelap, kuning dan hati yang membesar. Tapi fase akut juga dapat hanya berupa peningkatan fungsi hati (SGOT, SGPT),” jelasnya kepada kabar6.com.

Fase kronik meliputi spektrum klinik luas, mulai dari hanya peningkatan fungsi hati tanpa gejala, sampai keadaan yang berat mulai dari nyeri perut, urin yang berwarna gelap, kehilangan nafsu makan, lemah, kulit dan mata berwarna kuning, demam.

Pada keadaan lanjut, pasien dapat datang dengan komplikasi sirosis seperti adanya cairan di perut, muntah darah, penurunan kesadaran dan kanker hati.

Untuk pengobatan hepatitis kronik, bertujuan untuk menekan secara permanen perkembangan virus. Hal ini akan mengurangi derajat kerusakan hati. Pada akhirnya tujuan jangka panjangnya adalah mencegah hati jatuh ke dalam komplikasi seperti sirosis dan kanker hati.

Indikasi terapi pada infeksi hepatitis ditentukan berdasarkan kombinasi dari  jumlah virus, derajat gangguan fungsi hati, dan derajat kerusakan hati.

“Dokter akan menilai status tersebut melalui serangkaian pemeriksaan khusus yang akan membantu dokter memutuskan apakah pasien dapat diberikan terapi  atau tidak. Saat ini, terdapat dua jenis obat hepatitis B yaitu golongan interferon yang berupa suntikan dan golongan analog nukleos(t)ida yang berupa tablet. Kedua jenis pengobatan ini mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri. Untuk hepatitis C, pengobatan standard masih merupakan kombinasi antara interferon dan ribavirin. Dokter akan mendiskusikan bersama pasien mengenai pilihan pengobatan yang lebih sesuai untuk tiap pasien,” tegasnya.

Jika ternyata pasien tidak termasuk dalam indikasi terapi, maka pemantauan berkala terhadap gangguan fungsi hati harus dikerjakan. Karena adanya peningkatakan risiko kanker hati pada pasien hepatitis kronik, makan dilakukan juga pemeriksaan alfa fetoprotein (AFP) dan USG abdomen setiap 6 bulan.

Penularannya sendiri, Hepatitis B ditularkan melalui kontak dengan cairan tubuh pasien, seperti darah, semen dan cairan tubuh lainnya. Hepatitis C  ditularkan jika terdapat kontak dengan darah yang terkontaminasi virus.

Hepatitis B dan C tidak ditularkan melalui kontak biasa seperti berpelukan atau berjabat tangan. Hepatitis B dan C juga tidak ditularkan melalui kolam renang, telefon, tempat duduk toilet atau  peralatan makan.

“Jangan takut untuk berada bersama keluarga dan teman teman pasien, bahkan mereka mungkin dapat mendukung si pasien. Pasien sendiri diharapkan tidak mendonorkan darah, tidak berbagi sikat gigi dan pisau cukur, dan melakukan seks dengan perlindungan,” imbuhnya.

Untuk orang yang belum terinfeksi hepatitis B dapat diberikan vaksin hepatitis B terutama pada kelompok individu yang mempunya risiko tinggi diantaranya, individu yang terpapar produk darah di tempat kerjanya,  pasien hemodialisis.

Orang yang berumah tangga atau kontak seksual dengan pasien hepatitis B, pria yang mempunyai kontak seksual dengan pria lain, individu yang tinggal di daerah endemis hepatitis B, individu yang mengunjungi daerah endemis hepatitis B, heteroseksual dengan partner seksual multipel, penyalah guna obat injeksi, petugas kesehatan dan anak yang lahir dari ibu dengan hepatitis B kronik. **Baca juga: Tangkal Kantuk Dengan Trik Ini.

“Vaksin dapat diberikan dalam 3 dosis terpisah yaitu 0, 1 dan 6 bulan. Jika respons antibodi yang dihasilkan baik, maka vaksinasi hepatitis B mampu memberi perlindungan terhadap infeksi hepatitis B selama lebih dari 20 tahun,” tutupnya.(fitrah)

Print Friendly, PDF & Email