oleh

Warga BPA Sebut Alas Hak Lahan GIPTI Tidak Jelas

image_pdfimage_print

Kabar6-Warga perumahan Bumi Puspiptek Asri (BPA) Desa/Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, menyatakan sedikitpun tidak alergi atas keberadaan proyek Galeri Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Inovasi (GIPTI).

Bahkan, warga mengaku sangat senang dengan masuknya pembangunan di sekitar kawasan perumahan yang dihuni 800 Kepala Keluarga tersebut.

“Kami tidak alergi dengan proyek GIPTI, warga sangat senang dengan adanya pembangunan disini. Hanya saja, harus diperjelas dulu status hukum dari lahan yang digunakannya, apakah sudah sesuai dengan aturan atau tidak,” ungkap Bagus Priyanto, perwakilan warga perumahan BPA, kepada Kabar6.com, kemarin.

Menurut Bagus, proses pembangunan proyek triple helix yang melibatkan tiga pihak itu sudah jelas melanggar hukum. Di antaranya Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), PT Sinar Mas Land dan Universitas Paramadina.

Bagus menyatakan, lahan 15 hektar yang digunakan untuk proyek tanggungjawab sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT Sinar Mas Land sebesar Rp40 miliar itu diketahui tak jelas alas haknya.

Tanah itu, menuritnya, disinyalir hanya diklaim sepihak oleh Puspiptek tanpa didukung dengan dasar kepemilikan yang sah.

“Status tanahnya saja belum jelas, ditambah lagi proyek itu dikerjakan tanpa ijin mendirikan bangunan atau IMB dari Pemerintah Kabupaten Tangerang,” kata Bagus.

Dijelaskan Bagus, untuk mendapatkan kepastian hukum, pihaknya telah melaporkan Kepala Puspiptek Sri Setiawati ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sri dilapokan dengan dugaan penyalagunaan wewenang dan indikasi korupsi terkait pembangunan proyek GIPTI diatas lahan yang dianggap sebagai jalur hijau tersebut.

Tak hanya itu, warga BPA juga telah melayangkan surat sanggahan ke Kantor Wilayah Agraria Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN) Provinsi Banten.

**Baca juga: Warga BPA Anggap Proyek GIPTI Ilegal.

Surat sanggahan itu kemudian direspons oleh Kanwil ATR/BPN Provinsi Banten dan berujung pada penghentian seluruh proses sertifikasi atas tanah 15 hektar yang diajukan Puspiptek tersebut.

“Kami hanya menuntut agar dikembalikan lahan fasos- fasum berupa tanah makam dan jalan lintas warga yang dicaplok proyek GIPTI. Kami tak punya niat untuk menghambat jalannya pembangunan, apalagi proyek itu katanya untuk kemaslahatan warga kami justeru sangat mendukung,” ujarnya.(Tim K6)

Print Friendly, PDF & Email