oleh

Tingkatkan Daya Saing, Menaker Minta Jajarannya Bersinergi

image_pdfimage_print

Kabar6-Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri, meminta kepada seluruh jajarannya baik di pusat maupun di daerah untuk bersinergi dengan kalangan pekerja dan pengusaha dalam memelihara dan menjamin hubungan industrial yang harmonis, sebagai modal sosial kemajuan perusahaan dan pembangunan nasional.

 

Menurut Hanif, penguatan kemitraan di antara para pelaku hubungan industrial menjadi esensi dalam mewujudkan hubungan industrial yang harmonis. Ini bisa dijadikan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing di tengah persaingan global yang semakin ketat.

 

“Agenda prioritas kita adalah meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, agar bangsa Indonesia dapat berdikari dalam bidang ekonomi,” kata Hanif, dalam acara Konsolidasi Kerjasama Trainers Terampil Bernegosiasi dalam Hubungan Industrial di Tangerang, yang digelar di Grand Zuri Hotel BSD City, Sabtu (3/10/2015).

 

Hanif menjelaskan, daya saing global Indonesia menurut World Economic Forum (WEF) 2014 masih menduduki peringkat 38 dalam The Global Competitiveness Report 2013-2014, dan daya inovasi global menurut World Intellectual Property Organization (WIPO) masih menduduki peringkat 87.

 

Selain itu, daya saing sumber daya manusia Indonesia menurut United Nations Development Programme (UNDP) dalam hal Human Development Index (HDI) 2014 masih menduduki peringkat 108.

 

Menurutnya, ini perlu dibenahi mengingat pada akhir 2015, bangsa Indonesia akan menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean.  Selain itu, lanjut Hanif, kondisi perekonomian Indonesia akhir-akhir ini yang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi maupun pelemahan nilai mata uang rupiah terhadap dollar telah memberikan dampak kelesuan dunia usaha yang signifikan.

 

“Untuk itu penguatan kemitraan di antara para pelaku hubungan industrial menjadi esensi dalam hubungan industrial yang harmonis mulai dari tingkat perusahaan. Kemitraan pekerja dan pengusaha setidaknya diwujudkan melalui mitra dalam proses produksi, mitra dalam keuntungan, dan mitra dalam tanggung jawab,” kata Hanif.

 

Hanif menambahkan, Indonesia juga dihadapkan pada bonus demografi yang dapat menjadi kesempatan emas untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bangsa secara bersamaan, dengan memanfaatkan penduduk usia produktif secara optimal yang akan mencapai 2/3 dari jumlah penduduk Indonesia.

 

Namun peluang bonus demografi juga dapat menjadi ancaman kehidupan sosial ekonomi bangsa jika penduduk usia produktif tidak mampu terserap dunia kerja dan pasar kerja Internasional, akibat kualitas pendidikan, keterampilan, dan kesehatan tenaga kerja yang rendah, maupun akibat tidak seimbangnya ketersediaan lapangan kerja yang produktif dengan banyaknya penduduk usia produktif.

 

“Tantangan pembangunan nasional lima tahun ke depan sangat berat dan akan diarahkan untuk mewujudkan visi pemerintahan dalam RPJMN 2015-2019, yaitu terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong yang salah satu misinya adalah mewujudkan bangsa yang berdaya-saing,” tambahnya.  ** Baca juga: Homedec, Pameran Dekorasi & Desain Rumah Pertama di Indonesia

 

Untuk itu, Hanif menekankan pentingnya kemampuan terampil bernegosiasi dalam hubungan industrial agar dapat selalu membangun budaya berunding yang dimulai dan dijalankan dengan rasa saling suka dan rasa kerelaan hati diantara para pihak terkait.  Perundingan bersama sebagai hak pekerja maupun hak pengusaha sebagai bagian pelaksanaan kebebasan berserikat sesuai Konvensi ILO Nomor 98 Tahun 1949 yang diratifikasi oleh setidaknya 164 negara di dunia, di mana Indonesia telah meratifikasi konvensi ILO ini sejak 59 tahun yang lalu dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956.

 

“Konvensi tersebut telah memberikan makna pentingnya negosiasi secara sukarela yang harus kita upayakan menjadi budaya yang terbangun dalam hubungan industrial, sebagaimana telah menjadi nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 dengan mengedepankan prinsip musyawarah dan untuk mufakat dalam kehidupan berbangsa maupun bernegara di Indonesia,” kata Hanif. (asri)

Print Friendly, PDF & Email