Kabar6-Studi baru mengenai psikologi perselingkuhan yang dipublikasikan dalam jurnal ‘Archives of Sexual Behavior’, menemukan pasangan menikah yang selingkuh ternyata hanya merasa sedikit menyesal dengan perbuatannya, dan percaya bahwa perselingkuhan tidak merusak pernikahan mereka.
Dalam studi tersebut, melansir Hindustantimes, peneliti melakukan survei ekstensif (luas) terhadap orang-orang yang menggunakan Ashley Madison, sebuah situs web asal Kanada untuk memfasilitasi perselingkuhan.
“Di media populer, acara televisi, film, dan buku, orang yang berselingkuh memiliki rasa bersalah moral yang kuat. Tapi kami tidak melihat itu dalam sampel peserta ini,” kata Dylan Selterman, penulis utama dan seorang profesor yang mempelajari hubungan dan ketertarikan di Johns Hopkins University.
Diungkapkan, “Peringkat untuk kepuasan perselingkuhan tinggi dan perasaan menyesal rendah. Temuan ini melukiskan gambaran perselingkuhan yang lebih rumit dibandingkan dengan apa yang kami ketahui.” ** Baca juga: Ledakan Populasi Tak Terkendali, Pakar Australia Usul Tembak Kanguru Sebelum Mati Kelaparan
Peneliti juga mengungkapkan hasil yang menantang anggapan umum tentang perselingkuhan terutama mengenai motivasi dan pengalaman para pelaku selingkuh. Untuk memahami pengalaman psikologis dari mereka yang mencari dan terlibat dalam perselingkuhan, peneliti pun lantas melakukan studi lebih lanjut.
Bekerja sama dengan peneliti di University of Western Ontario, Selterman mensurvei hampir 2.000 pengguna aktif Ashley Madison, sebelum dan sesudah mereka berselingkuh. Peserta ditanya tentang kondisi pernikahan mereka, tentang mengapa mereka ingin berselingkuh, dan tentang kesejahteraan umum mereka.
Responden dalam studi ini mengungkapkan penyebab mereka ingin selingkuh dari pasangan, yakni karena tingkat cinta yang tinggi untuk pasangannya, namun sekira setengah dari peserta mengatakan bahwa mereka tidak aktif secara seksual dengan pasangannya.
Ketidakpuasan seksual adalah motivasi yang paling banyak dikutip untuk berselingkuh, dengan motivasi lain termasuk keinginan untuk mandiri dan variasi seksual. Sementara masalah mendasar dalam hubungan, seperti kurangnya cinta atau kemarahan terhadap pasangan adalah beberapa alasan yang paling sedikit disebutkan untuk memotivasi ingin berselingkuh.
Hasilnya, orang yang berselingkuh cenderung tidak menyesalinya. Responden umumnya melaporkan bahwa perselingkuhan mereka sangat memuaskan baik secara seksual maupun emosional, dan mereka tidak menyesal telah melakukannya.
Temuan ini menunjukkan, perselingkuhan belum tentu merupakan hasil dari masalah yang dalam di sebuah hubungan. Menurut Selterman, para responden selingkuh karena mereka menginginkan pengalaman seksual yang baru dan menggairahkan atau kadang-kadang karena tidak merasakan komitmen yang kuat terhadap pasangan mereka.
“Orang-orang memililiki beragam motivasi untuk selingkuh. Terkadang mereka akan berselingkuh meski hubungan mereka cukup baik. Kami tidak melihat bukti kuat di sini bahwa perselingkuhan terkait dengan kualitas hubungan yang lebih rendah atau kepuasan hidup yang lebih rendah,” terang Selterman. “Mempertahankan hubungan monogami merupakan hal yang sulit. Namun ini bukan berarti hubungan semua orang hancur.” (ilj/bbs)