1

Skandal Klaim Fiktif BPJS

kabar6.com

Kabar6-Publik digegerkan dengan skandal klaim fiktif BPJS oleh Rumah Sakit, meski bukan hal yang baru, sekarang lebih jelas diketahui setidaknya ada tiga rumah sakit yang diketahui KPK, Kemenkes, BPKP, dan Tim BPJS telah melakukan klaim fiktif BPJS berupa phantom billing.

Melakukan phantom billing artinya RS tersebut merekayasa semua dokumen. Totalnya adalah Rp34 miliar yang terdiri dari satu ada di Jawa Tengah sekitar Rp 29 miliar klaimnya, yang dua ada di Sumatera Utara itu ada Rp4 miliar dan Rp1 miliar.

Pada tiga rumah sakit tersebut ada tagihan klaim 4.341 kasus tapi sebenarnya ada 1.000 kasus di buku catatan medis atau sekitar 3.000-an itu diklaim sebagai fisioterapi tapi sebenarnya enggak ada di catatan medis (fiktif) berdasarkan keterangan KPK.

Kasus klaim fiktif BPJS ini mencuatkan keprihatinan yang mendalam tentang integritas sistem kesehatan di Indonesia. Di tengah upaya negara untuk memberikan pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau melalui BPJS Kesehatan, praktik-praktik curang seperti ini bukan hanya merugikan keuangan negara tetapi juga mencoreng kepercayaan publik terhadap institusi kesehatan.

**Baca Juga: Garuda Indonesia jadi Official Airline HUT ke-79 RI di IKN

Dalam analisis ini membahas lebih dalam tentang penyebab terjadinya klaim fiktif, siapa saja yang berpotensi menjadi pelaku, serta memberikan rekomendasi solusi untuk mengatasi masalah ini dan keuntungannya bagi publik.

*Penyebab dan Solusi dari Skandal Klaim Fiktif BPJS*

Skandal klaim fiktif BPJS disebabkan oleh beberapa faktor utama. Motivasi finansial menjadi pendorong utama, di mana rumah sakit mencari cara untuk meningkatkan pendapatan mereka secara tidak sah.

Kurangnya pengetahuan dan kesadaran tenaga medis serta administrasi mengenai implikasi hukum dan etika dari klaim fiktif juga berperan besar.

Sistem BPJS Kesehatan yang rentan terhadap manipulasi, kurangnya teknologi canggih untuk memantau dan memverifikasi klaim secara real-time, serta praktik pemalsuan diagnosis dan pengkodean tidak tepat (inappropriate coding) semakin memperburuk keadaan. Selain itu, penggunaan prosedur medis yang tidak diperlukan, pembayaran tidak sah atau suap (kickbacks), dan phantom billing atau pengajuan klaim untuk layanan medis yang tidak pernah diberikan menjadi penyebab utama lainnya.

Untuk mengatasi skandal klaim fiktif ini, perlu dilakukan penguatan sistem pengawasan internal BPJS Kesehatan.

Penggunaan teknologi seperti blockchain untuk verifikasi klaim dapat membantu mencegah kecurangan. Proses klaim harus dibuat lebih transparan dan mudah diakses oleh pihak yang berwenang, dengan pelaporan dan audit berkala oleh lembaga independen.

Tenaga medis dan administrasi perlu diberikan pelatihan yang cukup tentang etika dan implikasi hukum dari klaim fiktif, serta kesadaran akan risiko dan dampak negatif dari tindakan ini harus ditanamkan sejak dini. Penerapan sanksi tegas terhadap rumah sakit dan individu yang terbukti melakukan klaim fiktif sangat penting, termasuk pencabutan izin operasi, denda yang besar, dan tuntutan pidana.

Kolaborasi antara KPK, Kemenkes, BPJS, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus terus ditingkatkan. Pertukaran data dan informasi secara real-time akan membantu dalam deteksi dini praktik kecurangan.

Selain itu, meningkatkan standar dan protokol medis serta mengawasi implementasinya, memberikan pelatihan berkala kepada tenaga medis tentang kode diagnosis yang benar, mengimplementasikan pengawasan ketat dan memperkenalkan sanksi berat bagi pelanggaran, serta memperketat proses verifikasi klaim dengan menggunakan data elektronik dan audit independen juga merupakan solusi penting.

Potensi Pelaku

Dugaan klaim fiktif tidak hanya terjadi pada rumah sakit swasta, tetapi juga pada rumah sakit negeri adalah dugaan yang wajar. Oleh karena itu, perlu ada audit terhadap semua rumah sakit yang menjadi partner BPJS.

Jika klaim fiktif juga terjadi di rumah sakit negeri, maka pembinaan yang lebih intensif terhadap aspek kepatuhan dan moralitas harus dilakukan. Ini penting untuk memastikan bahwa semua rumah sakit, baik swasta maupun negeri, mematuhi standar etika dan hukum yang berlaku.

Pelaku klaim fiktif bisa berasal dari berbagai tingkatan dalam hierarki rumah sakit, mulai dari tenaga administrasi hingga manajemen puncak. Manajemen puncak yang mengejar target pendapatan sering kali menjadi inisiator utama dalam praktik klaim fiktif.

Mereka memiliki kontrol penuh atas sistem administrasi dan dapat dengan mudah memanipulasi data. Staf administrasi yang bertanggung jawab atas pengajuan klaim juga berpotensi terlibat.

Mereka memiliki akses langsung ke data pasien dan dapat memanipulasinya untuk membuat klaim fiktif. Dokter dan tenaga medis lainnya mungkin terlibat dalam memberikan data palsu atau mendukung klaim yang tidak benar.

Meskipun keterlibatan mereka mungkin dipicu oleh tekanan dari manajemen, tanggung jawab profesional tetap tidak bisa diabaikan. Semua yang terlibat di level tenaga kesehatan harus dicabut izin kesehatannya sampai mereka menjalani hukuman pidananya karena ikut melakukan kerugian negara.

Rekomendasi Menyelesaikan Klaim Fiktif

Untuk mengatasi masalah klaim fiktif, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi. BPJS Kesehatan harus memperkuat sistem pengawasan internal mereka.

Semua proses klaim harus transparan dan mudah diakses oleh pihak yang berwenang termasuk oleh masyarakat peserta BPJS tersebut. Masyarakat bisa melakukan cek dan balance terhadap tagihan mereka sendiri sehingga menghindari penggunaan identitas publik oleh oknum manajemen RS.

Pelaporan dan audit berkala oleh lembaga independen juga diperlukan untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi. Tenaga medis dan administrasi harus diberikan pelatihan yang cukup tentang etika dan implikasi hukum dari klaim fiktif.

Kesadaran akan risiko dan dampak negatif dari tindakan ini perlu ditanamkan sejak dini. Penerapan sanksi tegas terhadap rumah sakit dan individu yang terbukti melakukan klaim fiktif sangat penting. Ini termasuk pencabutan izin operasi, denda yang besar, dan tuntutan pidana. Kolaborasi antara KPK, Kemenkes, BPJS, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus terus ditingkatkan. Pertukaran data dan informasi secara real-time akan membantu dalam deteksi dini praktik kecurangan.

Keuntungan Bagi Publik

Mengatasi masalah klaim fiktif BPJS akan membawa banyak manfaat bagi publik. Dengan berkurangnya klaim fiktif, dana BPJS Kesehatan dapat dialokasikan dengan lebih efisien dan tepat sasaran, sehingga pelayanan kesehatan yang berkualitas dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat.

Kepercayaan publik terhadap institusi kesehatan dan pemerintah akan meningkat jika mereka melihat adanya tindakan nyata dalam memberantas kecurangan.

Ini juga akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program BPJS Kesehatan. Dengan mencegah kerugian akibat klaim fiktif, stabilitas keuangan negara dapat terjaga.

Dana yang diselamatkan dapat digunakan untuk program kesehatan lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat. Tindakan tegas terhadap klaim fiktif akan memberikan efek jera dan meningkatkan etika profesi di kalangan tenaga medis dan administrasi. Ini penting untuk menjaga integritas dan profesionalisme dalam pelayanan kesehatan.

Skandal klaim fiktif BPJS merupakan cermin dari banyaknya tantangan yang dihadapi dalam sistem kesehatan Indonesia. Namun, dengan komitmen dan kerja sama yang kuat antara berbagai pihak, masalah ini dapat diatasi.

Pemerintah, institusi kesehatan, dan masyarakat harus bahu-membahu untuk memastikan bahwa setiap rupiah yang dialokasikan untuk kesehatan digunakan dengan benar dan transparan. Hanya dengan demikian, kita dapat mencapai tujuan kesehatan yang merata dan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia.

BPJS, KPK, dan Kemenkes harus segera mengambil tindakan tegas untuk mengatasi masalah ini. Penguatan sistem pengawasan, peningkatan transparansi, pelatihan yang intensif, dan penerapan sanksi yang tegas adalah langkah-langkah penting yang harus diambil.

Mari kita bersama-sama mendukung upaya ini demi masa depan sistem kesehatan Indonesia yang lebih baik dan terpercaya.(Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik dan Ekonomi UPN Veteran Jakarta