oleh

Sindrom “Gaya Hidup Sibuk” Bikin Seseorang Menjadi Pelupa

image_pdfimage_print

Kabar6-Gaya hidup serbasibuk dan serbapadat informasi membuat otak memilih dan memilah informasi yang penting disimpan.

Sering lupa nomor PIN, judul film yang sangat disukai, hingga nomor telepon kantor? Anda tidak sendiri. Walau kesannya alami, tetapi penting untuk diketahui penyebabnya. Bisa jadi, gaya hidup sibuk Anda yang membuat otak mudah lupa.

Hidup di perkotaan identik dengan gaya hidup serbarumit, menantang, dan terburu-buru. Hal-hal ini kemudian membuat otak sulit memproses informasi, termasuk dalam menyimpan informasinya.

Baru-baru ini, sekelompok ilmuwan Skotlandia menciptakan sebuah nama atas kondisi ini, yakni Busy Lifestyle Syndrome (Sindrom Gaya Hidup Sibuk).

Menurut para dokter di CPS Research, sebuah klinik percobaan yang bertempat di Glasgow, sindrom ini terjadi akibat kehidupan serbapadat yang dibombardir dengan informasi berlebih dari ponsel, televisi, radio, media cetak, internet, dan sebagainya.

Jurubicara CPS Research, Angela Scott-Henderson memperkirakan tanda-tanda semacam ini kian menyebar. “Hal yang dialami adalah perhatian kian melebar dan level konsentrasi menurun. Hal semacam ini kian jamak ditemukan, dan sudah merambah ke kaum muda,” kata Scott-Henderson.

Hal ini kemudian memicu beragam perusahaan obat-obatan untuk menciptakan berbagai “obat instan” yang menjanjikan kemampuan untuk mengingat lebih lama. Tentu hal ini terpicu karena besarnya pasar dari banyaknya orang yang merasa takut karena sering lupa.

Tetapi, bukan berarti Anda harus khawatir dengan hal ini. Faktanya, lupa adalah hal yang normal. Studi ilmiah menunjukkan, orang yang sehat dan berada dalam kondisi optimal sekalipun bisa mengalami masalah lupa atau linglung sekitar 30 kali dalam seminggu. Kesimpulan ini ditemukan seorang psikolog asal Finlandia, Dr Maria Jonsdottir.

Setelah meneliti sekitar 189 relawan berusia antara 19-60 tahun tentang kebiasaan mereka melupakan sesuatu dalam seminggu, disimpulkan, kelinglungan seseorang atau menjadi pelupa bukan berarti ada yang salah dengan otaknya.

Dalam dunia yang kian padat informasi, tak bisa lepas dari ponsel, email, televisi, dan banyak hal lainnya, membuat seseorang berpikir lebih banyak dan lebih cepat. Kian banyak aktivitas yang dilakukan seseorang, kian banyak yang dilihat, makin besar kemungkinan seseorang untuk menjadi pelupa.

Jadi, bentuk “lupa” apa yang bisa dikatakan normal? Berikut ini beberapa bentuk “lupa” yang masih bisa dikatakan normal:
– Lupa alasan naik ke lantai atas.
– Butuh waktu beberapa saat untuk mengingat lokasi parkir.
– Lupa janji menelepon kembali rekan kerja saat pekerjaan di rumah terganggu anak yang sedang bersikap tak baik.
– Baru saja menaruh barang namun kemudian lupa letaknya.
– Lupa hal acak yang dikatakan teman sehari sebelumnya.
– Lupa nama orang yang baru saja dikenalkan.
– Sejenak lupa nama suatu hal yang akan diutarakan.

Hal-hal di atas bisa terjadi karena memori jangka pendek kita sangat mudah teralihkan, jelas dr Oliver Cockerell, konsultan saraf di The London Clinic.

“Otak kita tahu akan hal-hal penting yang harus disimpan dalam memori jangka panjang. Jadi, ketika kita sedang menapaki tangga, lalu lupa alasan kita berada di lantai atas itu sebenarnya hanya untuk mengambil buku, si otak sudah lebih dulu menghapus memorinya supaya ada sisa ruang untuk mengingat hal yang lebih penting,” jelas Dr Cockerell.

Namun, memang, stres, kesedihan, juga kurang tidur bisa memengaruhi daya ingat, begitu pula mencoba mengingat beragam hal dalam sekejap.

Menurut para ahli, berikut ini gejala-gejala lupa yang sebaiknya mulai diperhatikan karena mulai mengkhawatirkan:
– Melakukan tugas-tugas multitugas mulai terasa menyulitkan. Contoh, seorang koki andal merasa membuat sup ayam sebagai tugas yang sangat sulit.
– Sulit mengenali hal-hal yang sebenarnya rutin. Misal, sulit mencari lokasi parkir yang sebenarnya sudah disiapkan khusus untuk Anda.
– Lupa nama rekan dan sahabat dekat.
– Sulit mengenali wajah, warna, bentuk, dan kata.
– Mengulangi pertanyaan yang sama dalam jarak kurang dari setengah jam.
– Terjadi perubahan kepribadian, misal, tadinya orang yang gembira menjadi orang yang sangat tertutup.
– Menemukan barang-barang tertentu di lokasi yang tak seharusnya, lalu tak ingat mengapa ditaruh di tempat janggal itu.

Hal-hal di atas ini bisa jadi merupakan gejala-gejala umum, seperti depresi, stres, atau kurang konsentrasi. Namun, bisa juga merupakan tanda awal Alzheimer. Tetapi, bila Anda menyadari ada masalah ingatan, kecil kemungkinan Anda mengalami demensia.

Berikut ini gejala yang wajib diwaspadai:
– Meminta seseorang membuatkan teh padahal Anda baru saja membuat sendiri.
– Lupa nama cucu, namun memori tentang masa kecil sangat jelas di kepala.
– Tak tahu cara melakukan pekerjaan harian, seperti mencuci piring.
– Tak ingat urutan keluarga.
– Bermasalah dalam hal keseharian, contoh; mengenakan jas hujan di musim panas.
– Tak bisa membedakan benda-benda harian.
– Tak bisa mengenali teman dekat maupun keluarga.
– Menyimpan barang-barang di tempat janggal, misal, menaruh ceret di kolong tempat tidur, atau dompet di lemari pendingin.
– Merasa disorientasi waktu dan lokasi. Bahkan sering mendapati diri berada di suatu lokasi yang tak dikenali.

Hal-hal di atas ini bisa jadi tanda-tanda Alzheimer. Penderita penyakit ini tak bisa mengubah memori jangka pendek menjadi memori jangka panjang.

Contoh-contoh di atas ini bukan acuan pasti. Disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter bila mendapati kondisi lupa yang mulai mengkhawatirkan. (Sumber:BS/sak)

Print Friendly, PDF & Email