oleh

RKUD Bank Banten dan Pinjaman Ke BJB

image_pdfimage_print

Kabar6-Pemindahan rekening umum kas daerah (RKUD) Pemprov Banten dari Bank Banten (BB) ke Bank Jawa Barat (BJB) yang dilakukan oleh Gubernur Banten pada 22 April 2020 di yakini untuk menyelamatkan kas daerah (kasda). Lantaran saat itu Bank Banten sudah tidak dapat menyalurkan dana yang diajukan bendahara umum daerah (BUD) karena mengalami likuiditas kritis.

Hal ini didasarkan fakta bahwa Bank Banten terlambat menyalurkan dana bagi hasil pajak provinsi kepada kabupaten/kota untuk Januari 2020 senilai Rp190 miliar lebih. Kemudian juga Bank Banten tidak dapat memenuhi perintah BUD untuk menyalurkan dana bagi hasil pajak provinsi kepada kabupaten/kota untuk periode Februari 2020 senilai Rp181,61 miliar lebih.

“Selain itu di tengah gencarnya penanganan covid-19 Bank Banten juga tidak dapat memenuhi tagihan pihak ketiga. Salah satunya untuk pengadaan alat-alat kesehatan sebesar Rp11,21 miliar lebih,” kata Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, Rina Dewiyanti, Jumat (05/06/2020).

Menurut Rina, dia sudah mendapatkan laporan keuangan BB pada 21 April 2020, kondisi rasio likuiditas menjadi sangat mengkhawatirkan. Padahal sebelumnya pada tahun 2019, kondisi nya masih sehat. Sehingga Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH) mengambil langkah cepat dengan memindahkan RKUD.

Rina juga menjelaskan periode Maret hingga April 2020, sebelum terjadi pemindahan RKUD, telah terjadi penarikan uang secara besar-besaran oleh nasabah BB, bahkan mencapai Rp 1,7 triliun.

“Sebab jika tidak dilakukan, maka potensi kehilangan dana kas daerah yang akan tertahan di Bank Banten akan semakin besar. Termasuk deposan inti hingga mencapai angka Rp1,7 triliun. Hal inilah yang menjadikan kondisi likuiditas Bank Banten semakin kritis,” terangnya.

Rina menegaskan, pemindahan RKUD juga pada dasarnya merupakan peristiwa yang biasa dan sering dilakukan oleh seorang kepala daerah jika bank umum selaku pemegang RKUD lalai atau tidak dapat memenuhi kewajibannya. Seandainya penyimpanan RKUD berada di bank yang lain atau bukan pada Bank Banten, kemudian dilakukan pemindahan, mungkin tidak akan menjadi persoalan yang berpolemik.

Gubernur selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah harus tetap menjaga ketersediaan kas daerah. Sehingga memastikan tidak menghambat proses pembangunan dan harus mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak.

Dijelaskan Rina, ketika salah satunya bermasalah maka keduanya saling berbenturan sehingga Gubernur dihadapkan pada dua pilihan yang dilematis. Apakah memilih tetap mempertahankan RKUD di Bank Banten dalam kondisi likuiditas yang kritis atau melakukan pemindahan RKUD pada bank umum yang sehat demi menyelamatkan dana kas daerah. Tetapi berdampak buruk terhadap kondisi kesehatan Bank Banten.

Soal rencana peminjaman Rp800 miliar ke BJB disebutnya sebagai slah stau opsi. Dana kasda sebesar Rp1,9 triliun tertahan di Bank Banten dan sumber pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak daerah yang selama ini menjadi andalan penerimaan daerah menurun drastis lebih dari 50 persen. Serta perlunya pendanaan segera untuk penanganan covid-19, maka pemprov harus berupaya mencari sumber pembiayaan lainnya untuk menutupi defisit cash flow.

“Salah satu alternatif untuk menutup defisit cash flow tersebut dengan cara melakukan pinjaman daerah jangka pendek sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah. Pinjaman daerah hingga saat ini sama sekali belum direalisasikan, karena pemprov harus mengkalkulasi dengan baik. Menempuh prinsip dan prosedur pinjaman daerah yang sesuai dengan aturan, sehingga tidak menimbulkan biaya yang tinggi dan menekan kerugian semaksimal mungkin,” tuturnya.

Soal adanya pemprov tidak rasional melakukan pinjaman karena masih ada sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) tahun sebelumnya sebesar Rp.900 miliar lebih, hal itu dapat dijelaskan. Silpa tersebut telah digunakan pada APBD murni tahun anggaran 2020 sebesar Rp655 milyar dan sisanya sebesar Rp245 milyar lebih sudah digunakan pada saat realokasi dan refocusing tahap untuk penanganan covid-19.

**Baca juga: Menjadi Konstituen Dewan Pers, SMSI Satukan Perusahaan Pers di Era Baru.

Rina mengatakan, walau telah melakukan pemindahan RKUD namun pemrov tetap melakukan langkah konkret untuk menyehatkan Bank Banten. Salah satunya melakukan usulan penggabungan kerjasama bisnis antara Bank Banten dan BJB dengan skema merger yang akan diatur dalam peraturan OJK.

“Langkah tersebut dilakukan melalui penandatanganan Letter of Intent (LOI) antara Gubernur Banten dan Gubernur Jawa Barat. Nota Kesepahaman antara PT Banten Global Development dengan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) telah ditandatangani. Saat ini proses persiapan due diligence (uji kelayakan) terhadap Bank Banten sedang dilakukan oleh BJB dengan menunjuk Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP),” paparnya.(Dhi)

Print Friendly, PDF & Email