oleh

Pertumbuhan Ekonomi Banten Melambat

image_pdfimage_print

Kabar6-Pertumbuhan ekonomi Banten pada triwulan I 2019 tumbuh sebesar 5,42 persen. Angka itu lebih rendah dibanding dengan triwulan IV 2018 sebesar 5,98 persen. Akan tetapi, Banten memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih baik untuk tingkat nasional pada periode triwulan I sebesar 5,07 persen.

Penjabat sementara (Pjs) Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Banten Erry P Suryanto mengatakan, secara umum ekonomi Banten di Banten telah mengalami pertumbuhan sebesar 5,42 persen. Akan tetapi, nilai pertumbuhan itu lebih rendah dari triwulan sebelumnya.

“Secara spasial regional Jawa, pertumbuhan ekonomi Banten pada triwulan I 2019 berada di posisi kelima setelah Provinsi DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat. Pangsa PDRB (produk domestik regional bruto) Provinsi Banten terhadap nasional adalah sebesar 4,15 persen. Sedangkan pangsa PDRB Provinsi Banten terhadap Jawa sebesar 7 persen,” ujarnya saat menggelar konferensi pers di Kantor BI Perwakilan Banten, Rabu (19/6).

Ia menuturkan, pertumbuhan ekonomi Banten pada triwulan I 2019 di sisi penawaran didorong oleh lapangan usaha (LU) utama yaitu LU industri pengolahan, perdagangan, konstruksi dan real estate. Sementara LU transportasi dan pergudangan dan pertanian tumbuh lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2018. Sedangkan dari sisi pengeluaran, meningkatnya ekspor netto dan lembaga non profit rumah tangga (LNPRT) menjadi pendorong pertumbuhan Provinsi Banten.

Sementara itu, kinerja LU transportasi dan pergudangan pada triwulan I 2019 tumbuh 1 persen (yoy), melambat cukup dalam dibandingkan triwulan IV 2018 yaitu 5,27 persen (yoy). Secara umum, sektor transportasi di Banten terutama di kontribusi oleh subsektor angkutan udara dan sangat berkaitan erat dengan aktivitas angkutan udara di Bandara Soekarno Hatta.

“Jumlah penumpang angkutan udara triwulan I 2019 tercatat sebesar 6,22 juta penumpang atau terkontraksi sebesar 14,62 persen (yoy). Menurun lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi 1,85 persen (yoy). Itu Ditengarai disebabkan oleh melonjaknya harga tiket atau tarif penumpang angkutan udara domestik secara nasional,” katanya.

Sementara dari dari sisi pengeluaran, kata dia, pertumbuhan didorong oleh masih cukup tingginya konsumsi masyarakat pada momen libur awal tahun dan imlek. Tumbuh sebesar 5,21 persen serta investasi proyek-proyek strategis nasional dan swasta dengan pertumbuhan yang cukup tinggi. “Tumbuh 6,65 persen (yoy) meskipun lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2018 sebesar 7,88 persen (yoy),” ungkapnya.

Lebih lanjut dipaparkan Erry, untuk stabilitas keuangan di Provinsi Banten pada triwulan I 2019 dalam kondisi stabil, didorong oleh pertumbuhan seluruh indikator utama perbankan yang berada dalam kondisi positif.

“Secara nominal, penyaluran kredit perbankan berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Banten pada triwulan I 2019 tercatat sebesar Rp332,16 triliun atau tumbuh 11,12 persen (yoy). Namun itu melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 14,18 persen (yoy),” tuturnya.

Selanjutnya untuk ketenagakerjaan, tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2019 mengalami perbaikan periode yang sama tahun sebelumnya dari dari 8,59 persen menjadi 7,58 persen. Sementara untuk perkembangan kemiskinan, pada September 2018 jumlah penduduk miskin di Banten mencapai 669 ribu atau sebesar 5,25 persen. Angka itu naik dibanding periode Maret 2018 sejumlah 661 ribu atau 5,24 persen.

“Gini ratio Banten sendiri untuk periode September 2018 berada di angka 0,367, lebih rendah dari periode Maret 2018 pada 0,381,” paparnya.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten pada triwulan II 2019 diperkirakan berada dalam kisaran 5,6 persen sampai dengan 6,0 persen (yoy). Pertumbuhan tersebut dari sisi pengeluaran akan ditopang terutama oleh pertumbuhan konsumsi masyarakat, Pemerintah dan kinerja ekspor. Berdasarkan lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi akan ditopang oleh antara lain industri pengolahan, perdagangan, konstruksi, pertanian dan real estate.

“Ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Pertama, perang dagang USA dan Tiongkok mempengaruhi penjualan produk ekspor utama seperti baja dan alas kaki. Kedua, penguatan nilai tukar USD akibat potensi kenaikan suku bunga FFR (federal found rate) oleh The Fed dan kenaikan harga BBM non subsidi berisiko mendorong tingkat inflasi. Kemudian juga, terkait resiko stabilitas politik pada tahun politik 2019 berpotensi menahan masuknya investasi ke dalam negeri,” paparnya.

**Baca Juga:ASN Tak Netral Kasus Pemenangan Anak Gubernur, Kepala BKD Banten, Akhir Juni KASN Akan Turun.

Direktur Manajemen Strategis, Edukasi Perlindungan Konsumen dan Kemitraan Pemerintah Daerah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional I Jakarta-Banten Duma Riana mengatakan, secara umum pertumbuhan ekonomi domestik tak memenuhi ekspektasi pasar. Prosentase pertumbuihan pada triwulan I 2019 hanya berada di angka 5,07 persen (yoy). Sedangkan ekspektasi pasar berada di angka 5,19 persen.

“Hal ini juga tampak pada kinerja eksternal Indonesia yang masih tertekan seiring melemahnya harga komoditas dunia. Namun di sisi lain, beberapa indikator sektor riil memberikan sinyal perbaikan,” ujarnya.

Sementara itu, neraca perdangan Indonesia Maret 2019 kembali mencatatkan surplus sebesar USD 0,54 miliar. “Akan tetapi sejatinya kinerja eksternal domestik masih mengalami tekanan. Sebab, ekspor mengalami pelambatan pertumbuhan bahkan sejak awal 2019 pertumbuhanya negatif,” tuturnya. (Den)

Print Friendly, PDF & Email