oleh

Pengrajin Tahu dan Tempe di Tangsel Menjerit Sendu

image_pdfimage_print

Kabar6-Kenaikan kurs mata uang dollar berimplikasi pada kenaikan harga komoditi pokok jenis kacang kedelai. Kondisi itu membuat para pengrajin tahu dan tempe yang ada di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) menjerit dan harus mensiasati agar kelangsungan ekonomi tetap bisa berjalan.

“Sekarang ini harga kacang kedelai mahal sekali. Banyak pedagang yang kosong enggak punya stok karena kelewat mahal,” terang Ade Kamil, pengrajin tahu di kampung Rawa Lele, Jombang, Kecamatan Ciputat, ditemui kabar6.com, Senin (26/8/2013).

Ia menjelaskan, harga kacang kedelai kini telah mencapai Rp 9000 per kilogram dari sebelumnya hanya Rp 8700. Kenaikan harga inilah yang membuat dirinya kembang-kempis mengelola usaha kecil yang telah dirintisnya sejak belasan tahun lalu.

Setiap 10 kilogram kacang kedelai, tambah Ade, dapat menjadi 6 papan tahu. Lantaran tak ingin merugi, 1 papan tahu yang sebelumnya ditakar menjadi sebanyak 88 potong, kini terpaksa dibuat 95 potong. Termasuk menaikan harga tahu goreng dari sebelumnya hanya Rp 250, kini dijual Rp 300 per potong.

“Sehari bisa habis 2-2,5 kuintal kedelai. Terpaksa ukuran tahunya saya kecilin biar modal masih nutup dan asal bisa buat makan mereka aja. Sekarang mau kerja di mana lagi,” keluhnya sambil menunjuk tiga orang pekerja pembuat tahu.

Hal senada diutarakan Yanto, salah satu pengrajin tempe di daerah Kedaung, Kecamatan Pamulang. Kenaikan harga bahan pokok dalam dua pekan terakhir ini membuat rekan seprofesinya harus mencari siasat agar tetap bisa memproduksi tempe.

“Sekarang palingan 10 kilogram kacang kedelai yang udah jadi tempe kita cuma dapat Rp 1000,” ujarnya tersenyum getir.

Ongkos operasional yang semakin membengkak, sambung Yanto, rupanya juga diikuti oleh bahan produksi lainnya. Sebut saja, harga ragi kini menjadi Rp 17 ribu dari sebelumnya hanya Rp 16 ribu per kantong.

Ditambah lagi naiknya harga plastik menjadi Rp 27 ribu per kantong dari sebelumnya hanya Rp 24 ribu serta bahan pembungkus berupa daun pisang  yang dibelinya Rp 6 ribu per ikat.

“Bisa ketemu buat makan saja sekarang sudah bagus mas. Jangan menghayal dapat untung besar deh,” tambah Yanto dengan dialek bahasa Jawa yang kental.(yud)

Print Friendly, PDF & Email