oleh

Pengobatan Unik, Seorang Pria AS Jalani Implan Otak untuk Atasi Kecanduan Narkoba

image_pdfimage_print

Kabar6-Gerod Buckhalter (33) menjadi pasien yang mengalami kecanduan akut opioid, obat golongan narkotika yang harus digunakan sesuai resep. Buckhalter lantas mendapatkan perawatan medis dengan melakukan implan otak.

Opioid ini mengandung tanaman opium seperti morfin, yang merupakan salah satu golongan analgesik atau narkotik. Buckhalter, melansir Independent, telah berjuang dari penyalahgunaan zat tersebut selama lebih dari satu dekade, dan sudah mengalami overdosis serta menjalani operasi. Awalnya, ia diberikan opioid saat mengalami cedera bermain sepak bola di usia 18 tahun.

Buckhalter menjalani operasi implan otak pada 1 November 2019 lalu, di Rumah Sakit Kedokteran Universitas Virginia Barat. Tengkoraknya dilubangi dan dimasukkan elektroda sebesar satu milimeter di area spesifik otak untuk mengatur implus, seperti kecanduan dan kontrol diri.

Saat alat itu masuk, tim dokter, psikolog, dan pakar kecanduan terus memantau kondisinya. Tindakan yang disebut stimulasi otak dalam (DBS) ini telah disetujui oleh Administrasi Makan dan Obat AS untuk mengobati berbagai kondisi, seperti parkinson, epilepsi, dan gangguan kompulsif obsesif.

Dalam DBS ini juga melibatkan banyak tim, termasuk ahli etika, psikologi, dan regulator. “Perawatan ini ditujukan untuk mereka yang gagal dalam perawatan lain, misal obat, terapi perilaku, ataupun intervensi sosial. Kecanduan itu adalah hal yang kompleks, sehingga jika otak kurang perawatan, lama-lama akan berubah dan menginginkan itu lebih banyak,” kata dr. Rezai.

Di Amerika Serikat sendiri, tingkat kematian akibat overdosis meningkat dan melibatkan opioid. Pada 2017, ada 49,6 kematian per 100 ribu orang. Dr. Rezai menyarankan agar penelitian terkait teknologi kesehatan seperti ini diperbanyak lagi. ** Baca juga: Demi Selamatkan Teman, Bocah 11 Tahun Asal Zimbabwe Ini Nekat Cukil Mata Buaya

“Kita perlu menemukan solusi, karena ini adalah situasi yang mengancam jiwa dan akan berdampak pada orang-orang terdekat kita. Namun, tindakan pembedahan ini memiliki risiko yang serius dan hanya bisa digunakan pada pasien dengan penyakit kronis,” urainya.(ilj/bbs)

Print Friendly, PDF & Email