oleh

Pengelolaan Aset Harus Bebas Dari Oknum ‘Nakal’, Praktisi Hukum Bakal Buka-bukaan

image_pdfimage_print

Kabar6- Pengelolaan aset daerah pada Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang harus terbebas dari tangan kotor oknum ‘Nakal’. Terutama, yang paling di sorot tentunya adalah aset-aset berupa tanah maupun gedung/bangunan milik Kota Tangerang, Rabu (12/10/2022).

Hal tersebut diungkapkan oleh Ahwil Ramli, seorang Praktisi Hukum di wilayah setempat, yang hingga kini masih terus memberikan pandangan kritisnya kepada setiap kebijakan Pemkot Tangerang.

“Banyak berpotensi dimainkan sama oknum. Jadi harus kita awasi bersama-sama. Belajar dari yang dulu-dulu, jangan sampai terulang, ada dugaan-dugaan permainan. Ada informasi lahan yang hilang dan sebagainya,” tegas Ahwil, saat berbincang santai bersama awak media di kawasan Puspemkot Tangerang, kemarin.

Menurutnya, berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Tangerang Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 11 dinyatakan bahwa Barang Milik Daerah adalah semua barang milik Pemerintah Kota Tangerang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

**Baca Juga: Fasilitas di Taman Potret Kota Tangerang Rusak Parah

“Selanjutnya, dalam pasal 1 ayat 13 disebutkan bahwa Pengelolaan Barang Milik Daerah adalah rangkaian kegiatan dan tindakan terhadap Barang Milik Daerah yang meliputi perencanaan, penentuan, kebutuhan, penganggaran, standarisasi barang dan harga, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, inventarisasi, pengendalian, pemeliharaan, pengamanan, pemanfaatan, perubahan status hukum/penilaian serta penatausahaannya,” terangnya.

Kemudian, kata Ahwil, berdasarkan Perda Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Penyerahan Prasarana, Sarana Dan Utilitas Perumahan, dalam Bab IV Penyediaan Prasarana, Sarana, Utilitas pasal 5 ( 1) disebut kan bahwa ‘ Setiap Penyelenggara dalam melakukan pembangunan perumahan wajib menyediakan Prasarana, Sarana, Utilitas dengan proporsi 40 % ( empat puluh persen ) dari luas tanah yang dikembangkan sesuai dengan rencana tapak yang disetujui oleh pemerintah daerah dan kemudian penyediaannya diatur dengan Peraturan Walikota. Lebih lanjut di Bab VI pasal 12 pengembang wajib menyediakan lahan TPU sebesar 2 % dari luas lahan sesuai dengan rencana tapak yang disetujui.

“Perda tersebut diatas mewajibkan sensus aset sesuai pedoman yang sudah ditetapkan. Selain itu ditekankan bahwa apabila Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah ( SKPD ) tidak melakukan pencatatan atau sensus aset daerah, maka dapat dikenakan sanksi-sanksi yang berlaku,” jelas dia.

Timbulnya permasalahan aset di kota Tangerang, khususnya terkait dengan Fasos Fasum banyak terjadi pada masa lalu, karena aturan yang berlaku sebelum terbitnya Perda Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Penyerahan Prasarana, Sarana Dan Utilitas Perumahan tidak memberikan kewenangan Pemkot Tangerang untuk melakukan penagihan Fasos Fasum yang menjadi kewajiban pengembang.

“Maka terkadang hal tersebut dimanfaatkan oleh oknum pengembang untuk memanfaatkan Fasos Fasum tersebut tanpa adanya izin atau kerjasama dengan Pemkot Tangerang. Selain itu masih banyak aset-aset Pemkot Tangerang yang belum tercatat atau belum dilengkapi data – datanya dan bahkan terdapat aset yang sudah tercatat pun terkadang masih dikuasai pihak lain,” ungkapnya.

Ahwil menambahkan, terkadang juga permasalahan lain yang tidak kalah pentingnya adalah pencatatan yang dilakukan, tetapi belum terintegrasi dengan data di Badan Pertanahan Nasional ( BPN ).

“Sehingga dapat terjadi tanah Fasum atau Fasos dari pengembang untuk Pemkot Tangerang namun kepemilikannya berubah menjadi milik pihak lain,” pungkasnya.

Ditanya soal modus yang kerap terjadi, Ahwil dengan gamblang menjelaskan, bahwa itu biasanya terjadi terhadap aset berupa Fasos atau Fasum, baik yang belum diserahkan oleh pengembang ataupun yang sudah diserahkan, namun belum resmi tercatat di Pemkot Tangerang. Dimana, tiba-tiba muncul atau beralih status atas hak tanah kepada pihak lain.

“Peralihan tersebut biasanya dimulai dari penawaran atau keinginan oleh pihak swasta yang mengetahui situasi atas Fasos Fasum tertentu dan kemudian pihak swasta tersebut mengajak, membujuk atau menyuap oknum aparat kelurahan untuk membuat dokumen atau surat keterangan palsu,” bener Ahwil.

Tanah Fasos atau Fasum tersebut, lanjut Ahwil, sengaja diduduki terlebih dahulu dan beberapa tahun kemudian pihak swasta yang menduduki mengajukan permohonan sertifikat kepada BPN dengan bukti kepemilikan girik atau leter C yang (diduga) dipalsukan oleh oknum aparat kelurahan.

Meskipun, permohonan tersebut di BPN tentu juga akan diteliti terlebih dahulu dengan melihat ke lokasi untuk mengecek penguasaan lahan oleh pemohon dan pengukuran luas tanahnya.

Berdasarkan girik atau leter C dan form permohonan yang juga diketahui dan ditandatangani oleh aparat kelurahan setempat pihak BPN akan menerbitkan sertifikat hak atas tanah kepada pemohon.

“Modus lainnya adalah terjadinya perubahan posisi tanah berupa Fasos atau Fasum dari penyerahan awal dengan kondisi terkini, hal ini dimungkinkan terjadi akibat tidak dilakukannya pencatatan aset pada saat penyerahan awal dari pengembang oleh pihak Pemkot Tangerang,” katanya.

Sehingga seiring dengan perjalanan waktu serta terjadinya kenaikan harga tanah pada posisi tertentu membuat pengembang atau pengelola melakukan perubahan letak tanah Fasos Fasum tersebut.

“Nanti lah ya, dilain kesempatan, saya buka dan kasih lihat hasil kajian lama kami. Disitu ada semua, temuan kasus-kasus dugaan hilang ataupun beralihnya Fasos Fasum ke pihak lain,” pungkasnya dengan senyum ramah.

Sayangnya, belum ada satu pun pejabat di Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kota Tangerang, sebagai salah satu instansi terkait aset daerah, yang berkenan ditemui dan dikonfirmasi.

“Kalau untuk bahan media, punten ya bang, dengan sangat, mesti seijin pimpinan atau via humas,” ujar Nandung, Kabid Aset pada DPKD Kota Tangerang, saat dikonfirmasi melalui akun WhatsApp pribadinya.

Demikian juga Kapala DPKD Kota Tangerang, Tatang Sutisna, yang juga belum dapat ditemui karena masih dalam kesibukan pekerjaannya.

“Maaf, saya masih banyak kegiatan. Coba sore yah,” jawabnya. (Tim K6)

Print Friendly, PDF & Email