Ini merupakan kali kedua pejabat tinggi daerah di pemerintahan definitif pascapemekaran dari Kabupaten Tangerang itu tersandung kasus tindak pidana korupsi.
“Sifatnya hanya pendampingan saja, buka bantuan hukum,” kata Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Tangsel, Ade Iriana kepada wartawan ditemui di Kantor Walikota Tangsel, Kecamatan Setu, Senin (19/8/2013).
Ade menganalogikan, pemberian bantuan hukum berarti pihak Pemkot Tangsel menyediakan jasa pengacara terhadap tersangka dalam sebuah kasus pidana.
Otomatis bila menggunakan jasa pengacara harus membayar pengacara tersebut dari proses penyidikan sampai penetapan hukum ketuk palu.
Menurut Ade, ketika pejabat sudah dipanggil oleh aparat Korps Adhyaksa untuk dilakukan penyelidikan hingga ketetapan hukum tetap menjadi tersangka keluar.
Pemerintah tidak memiliki hak untuk mengintervensi aparat penegak hukum.
“Tidak ada aturan yang mengatur dan tidak boleh APBD dipergunakan untuk membayar jasa pengacara. Kalau dilakukan tentunya akan melanggar dan jadi temuan. Karena ini kasusnya begitu (dugaan korupsi),” tegasnya.
Hal itu menilik dari kasus serupa yang pernah menjerat mantan Kepala Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman (DKPP) Kota Tangsel, Didi Wijaya.
Bersama tokoh LSM Lembaga Independen Pemantau Aparat Negara (LIPAN) yang juga pengusaha kontraktor, Tatang Sago, terang Ade, Didi ditangkap atas tuduhan korupsi pengadaan alat berat (wheel loader) senilai Rp 650 juta APBD dari tahun 2009.
“Saat itu saja kita hanya urunan (sumbangan) lah istilah. Itu juga sifatnya seikhlasnya sebagai rasa solidaritas kita sesama korps,” terang mantan Irwan IV Inspektorat Kota Tangsel itu.(yud)