oleh

MUI Kota Tangerang Sepakat Hukuman Mati Untuk Koruptor

image_pdfimage_print

Kabar6-Tindak pidana korupsi di tanah air kiranya tidak bisa ditolerir lagi. Para ulama yang tergabung dalam wadah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tangerang dan tokoh-tokoh Nahdhotul Ulama (NU) sepakat untuk menghukum mati para koruptor.

Ketua Dewan Fatwa MUI Kota Tangerang KH. Baejuri Khotib mengatakan, tindak pidana korupsi harus mendapatkan hukuman tegas dan mengandung efek jera bagi pelakunya.

Sehingga, adanya kesepakatan kaum ulama yang tergabung dalam NU untuk menghukum mati koruptor langkah yang tepat. “Kami dalam wadah MUI Kota Tangerang sudah sepakat dengan ulama NU di Cirebon soal hukuman mati koruptor ini,” katanya Rabu (19/9/2012).

KH Baejuri menggaris bawahi, sejauh ini, hukum soal koruptor masih bisa ditawar-tawar melalui peradilan negara. Makanya, meskipun ada pengadilan khusus korupsi pun masih mengandung celah bagi koruptor untuk mendapatkan hukuman ringan.
Ketika ditanya tentang bagaimana jika koruptor itu ada di Kota Tangerang, MUI yang juga merupakan lembaga semi pemerintahan ini menyatakan siap mendukung penuntasan upaya hukum yang bisa dikenakan kepada para koruptor ini. Namun MUI sendiri tidak akan mengeluarkan fatwa soal hukuman mati koruptor.

“Kami akan mengelurakan fatwa jika ada aturan tegas dari pemangku hukum siap melakukan hukuman mati. Jadi sementara ini tidak akan mengeluarkan fatwa soal itu, namun mendukung upaya siapapun yang ingin membuat produk hukum soal hukuman mati koruptor,” tegasnya.

Sebelumnya, untuk membuat koruptor jera, NU menyerukan hukuman mati untuk koruptor jika membangkrutkan negara.

Seruan hasil sidang komisi ini telah menjadi salah satu rekomendasi Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Pondok Pesantren Kempek, Palimanan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Senin (17/9/2012) lalu.

Menurut NU, para koruptor ini merusak tatanan berbangsa dan bernegara. Jika mereka mengorupsi ratusan miliar rupiah, maka hukuman yang diberikan harus berat, hingga bertahun-tahun, jangan hanya 1-2 tahun, sebagaimana dinyatakan sidang Komisi A (Komisi Bahtsul Masa’il Ad-Diniyyah Al-Waqiyyah).

Komisi ini membahas persoalan-persoalan kebangsaan dalam perspektif hukum Islam.

Meskipun dalam sidang terjadi perdebatan sengit antara kelompok yang mendukung hukuman mati tanpa syarat dan kelompok yang menolak hukuman mati atau kalaupun ada hukuman mati harus disertai syarat tertentu.

Kelompok yang mendukung hukuman mati mendasarkan kebijakan itu pada pandangan mazhab Maliki dan Hanafi, sedangkan yang menolak memakai dasar pandangan mazhab Syafii.(Iqmar)

 

Print Friendly, PDF & Email