oleh

Lima Organisasi Profesi Kesehatan di Banten Tolak Penghapusan UU Profesi di RUU Kesehatan 

image_pdfimage_print

Kabar6-Organisasi Profesi kesehatan di Provinsi Banten yang tergabung di Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Banten, PGDI Banten, IBI Banten, PPNI Banten dan IAI Banten, menyoroti penetapan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas oleh DPR RI. Dimana salah satu Rancangan Undang-Undang (RUU) yang menjadi agenda pembahasan adalah RUU Kesehatan (Omnibus Law). Mereka pun menolak penghapusan UU profesi dalam RUU kesehatan atau Omnibus Law.

“Kami organisasi kesehatan yang telah diakui dan menjalankan fungsi serta peran berdasarkan amanah di beberapa Undang-Undang lex spesialis bidang kesehatan (a.l UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No.36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU No.38 tahun 2014 tentang Keperawatan, UU No.4 tahun 2019 tentang
Kebidanan) serta organisasi yang mewakili lembaga konsumen kesehatan menyatakan sikap,” ujar Ketua IDI Wilayah Banten, Darrmawan M Sofian, dalam keterangan, Jumat (18/11/2022).

Sikap tersebut dinyatakan serentak bersama Ketua IBI Banten Yani Purwasih, Ketua PPNI Provinsi Banten Ahmad Darajat, Ketua PDGI Provinsi Banten melalui Wakilnya Sonny Herawati, Ketua IAI Provinsi Banten Ahmad Sofyan.

Mereka menyatakan sikap pertama, Kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat.
Dalam menjamin praktik dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya, harus dipastikan kompetensi dan kewenangannya agar keselamatan pasien dapat tetap dijaga.

“Keberadaan organisasi profesi beserta seluruh perangkatnya yang memiliki kewenangan dalam menetapkan kompetensi profesi kesehatan, seharusnya tetap dilibatkan oleh pemerintah dalam merekomendasikan praktik keprofesian di suatu wilayah,” katanya.

Kemudian kedua, Hal paling urgent yang saat ini harus dilakukan pemerintah adalah memperbaiki system kesehatan yang secara komprehensif berawal dari pendidikan hingga ke pelayanan. Sekian banyak tantangan seperti persoalan penyakit – penyakit yang belum tuntas diatasi (mis. TBC, gizi buruk, kematian ibu-anak/KIA, penyakit – penyakit triple burden yang memerlukan pembiayaan besar), pembiayaan kesehatan melalui sistem JKN, dan pengelolaan data kesehatan di era kemajuan teknologi serta rentannya kejahatan siber.

“Haruslah dihadapi dengan melibatkan stakeholder dan masyarakat,” katanya.

Ketiga, mereka mengungkapkan pada 2016 WHO menerbitkan dokumen Global Strategy on Human Resources for Health Workforce 2030 sebagai acuan bagi pembuat kebijakan Negara-negara anggota dalam merumuskan kebijakan tenaga kesehatan. Pemangku kepentingan yang dimaksud dalam dokumen ini bukan hanya pemerintah, tetapi juga pemberi kerja, asosiasi profesi, institusi pendidikan, hingga masyarakat sipil.

Lanjutnya, hal tersebut sejalan dengan prinsip governance, dimana pemerintah melibatkan secara aktif pemangku kebijakan lain. Isu pemerataan dan kesejahteraan tenaga kesehatan haruslah menjadi prioritas saat ini.

Keempat, dari data yang diperoleh di situs resmi DPR RI dan sesuai dengan lampiran Surat Keputusan DPR RI No.8/DPR RI/II/2021-2022 bahwa RUU Kesehatan (Omnibus Law) tidak ada dalam daftar tersebut. RUU ini baru termuat dalam berita “Baleg DPR Bahas Daftar Usulan Prioritas Prolegnas Prioritas 2023” pada tanggal 29 Agustus 2022.

“Tertulis bahwa RUU ini dalam Prolegnas Perubahan Ketiga Tahun 2020 – 2024 tertulis RUU tentang Sistem Kesehatan Nasional. Dalam penelusuran kami RUU Sistem Kesehatan Nasional diusulkan pada 17 Desember 2019, namun terkait draft Naskah Akademik maupun RUU nya belum pernah kami dapati,” tegas mereka.

**Baca juga: Penampilan Atlet PDBI Kota Tangerang Begitu Memukau

“Kelima, demi mengedepankan kepentingan masyarakat dan keselamatan pasien yang lebih luas, kami bersepakat dalam pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law) tidak menghapuskan UU yang mengatur tentang Profesi kesehatan yang sudah ada dan mendorong penguatan UU Profesi Kesehatan lainnya dan mendesak agar Pemerintah maupun DPR lebih aktif melibatkan organisasi profesi kesehatan dan unsur masyarakat lainnya dalam memperbaiki sistem kesehatan untuk masa depan Indonesia yang lebih sehat atas dasar pertimbangan,” ujar mereka.

“Pengaturan Omnibus Law harus mengacu pada kepentingan masyarakat. Penataan di bidang kesehatan agar tidak mengubah yang sudah berjalan dengan baik. Mengaharapkan adanya partisipasi yang bermakna dalam penyusunan Omnibus Law di bidang Kesehatan,” tandasnya. (Oke)

Print Friendly, PDF & Email