oleh

Kaibon, Keraton di Zaman Sultan Banten Bermakna Keibuan

image_pdfimage_print

Kabar6-Kesultanan Banten di zaman kejayaannya sangat menghargai jasa seorang ibu. Setidaknya hal ini terlihat dari situs sejarah Keraton Kaibon yang bermakna Keibuan. Keraton itu dibangun untuk Ratu Aisyah, ibu dari Sultan Syafudin, Sultan Banten ke 21, yang kala itu menjabat sebagai Sultan di usia lima tahun.

Namun bangunan bersejarah di Desa Kasunyatan, Kecamatan Kasemen, Kota Serang itu kini dipenuhi coretan oleh tangan tak bertanggungjawab.

“Tulisan kaya gini ini nih yang bikin rusak sama jelek situs kayak gini,” kata Madz Sigit, fotografer dari Kota Cilegon, Minggu (03/12/2017).**Baca Juga: Ini 2 Wanita Terkaya di Indonesia Versi Majalah Forbes

Keraton Kaibon akhirnya dihancurkan Belanda tahun 1832 masehi karena Sultan Syafiudin menolak perintah Gubernur Jenderal Daen Dels untuk meneruskan pembangunan Jalan Anyer-Panarukan juga pembangunan Pelabuhan Teluk Lada di Labuan, Kabupaten Pandeglang.

Kini, di Keraton Kaibon, lebih sering dijadikan objek fotografi oleh para ‘tukang potret’ untuk mengabadikan sejarah dan preweading para calon pengantin. Kondisinya lebih terawat dengan rerumputan yang pendek dan hijau. Meski telah banyak coretan di dinding bersejarah tersebut.

“Harusnya situs sejarah kaya gini lebih dirawat sama pemerintah. Malu saja besarnya sejarah Banten,” kata Mundari, warga lainnya yang sedang duduk santai di bawah pohon beringin samping Keraton Kaibon, Minggu (03/12/2017).

Di Istana Ibu Sultan Banten itu terlihat pintu berukuran besar bernama Paduraksa dengan bagian atasnya yang masih tersambung utuh. Lalu ada juga deretan Candi Bentar mirip gerbang masuk yang menjadi khas Banten berbentuk seperti sayap.

Berdasarkan catatan sejarahnya, bangunan Keraton Kaibon dibentuk seolah-olah berada di atas air karena memang dikelilingi oleh saluran air. Bahkan di dalam komplek keraton tersebut terdapat pondasi segi empat yang merupakan kamar dari Ratu Aisyah. Di dalamnya ada ruangan menjorok ke bawah yang berfungsi mengalirkan air ke dalam sebagai pendingin ruangan.

Seluruh saluran air itu tersambung ke laut Karangantu. Sehingga bisa dibayangkan cerdasnya masyarakat Banten kala itu dalam mengatur drainase agar tak banjir sekaligus keindahannya.(dhi)

Print Friendly, PDF & Email