oleh

Jurnalis di Tangerang Rapatkan Barisan Tangkal Intimidasi

image_pdfimage_print

Kabar6-Pelabelan Hoax yang disematkan oleh Polres Kota Tangerang terhadap berita di dua media yakni Republika.co.id dan Kabar6.com mendapat kecaman dari organisasi Jurnalis. Label Hoax tersebut dinilai merupakan langka sepihak aparat terhadap karya jurnalis. Pasalnya, tindakan itu tidak terlebih dahulu melalui Undang-undang Pers.

Anggota Bidang Advokasi dan Ketenagakerjaan untuk Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Muhammad Iqbal mengatakan tindakan tersebut sama saja dengan melecehkan profesi Jurnalis. Kemudian bentuk intimidasi terhadap kerja-kerja jurnalistik.

“Jadi harusnya sikap Polres seperti itu tidak terulang, dan kepolisian harus bersikap tegas jangan hanya minta maaf saja. Dalam hal ini Polda Banten harus menindak tegas upaya polisi dalam melabeli hoax itu,” ujarnya dalam diskusi Fraksi Teras yang diadakan oleh Solusi Movement dengan tema Main Hakim Polisi Melebeli Media Hoax, Kamis, (21/10/2021).

Dalam diskusi ini, selain perwakilan AJI Jakarta turut dihadiri juga oleh Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Tangerang Abdul Majid, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Harian Tangerang Raya (WHTR) Bagus.

Ketua Pewarta Foto Indonesia (PFI) Tangerang Raya Faisal R Syam. Kemudian, Pengamat Kebijakan Publik dari Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro. Pihak Solusi Movement telah mengundang Kapolres Kota Tangerang Wahyu Sri Bintoro. Namun dia tak hadir.

Ketua Pokja WHTR Bagus berharap semua wartawan Tangerang harus bersatu bila ada rekan se-profesinya mendapat intimidasi saat meliput. Tanpa melihat latarbelakang organisasinya.

“Saya sangat mengecam. Profesi kita memang harus rapatkan barisan, jangan sampai ada kejadian seperi ini kita hanya melihat, karena suatu saat itu bisa terjadi sama kita,” tegas Bagus.

Ketua PWI Kota Tangerang, Abdul Majid mengatakan, Insan pers sebagai agen penangkal hoax dengan disiplin ilmunya, pastinya menyepakati hoax adalah musuh bersama. Menurut Majid, pemberitaan kedua media yang mendapatkan label hoax tersebut merupakan media yang kredibilitas.

“Perusahaan media ini bisa dipertanggungjawabkan, sangat tidak mungkin yang diproduksi media tersebut tidak sesuai fakta. Secara lembaga sudah bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.

“Kalaupun memang memang ada unsur hoaks, sesuai Undang-Undang Pers pihak yang dirugikan mendapatkan ruang untuk memberikan hak jawab,” tambahnya.

Majid menjelaskan, sebagai insan pers tetap sesuai on the track memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat luas. Agar simbiosis mutualisme ini dapat terjadi antara insan pers dengan masyarakat yang dapat memberikan solusi. Selain itu, insan pers harus dapat menangkal informasi hoax yang beredar. Kedepan, hal ini tidak terjadi lagi khususnya di wilayah Kota Tangerang

“Wartawan harus bersatu melawan hoax,” tegasnya.

Hal senada diungkapkan oleh Ketua PFI Tangerang Raya, Faisal R Syam. Ia mengatakan intimidasi terhadap jurnalis foto lebih kepada fisik.

“Kalau pewarta foto lebih ke fisik, penghapusan foto. Itukan tidak benar, tidak boleh memaksa penghapusan foto secara paksa,” jelasnya.

Pengamat kebijakan publik daei IDP LP, Riko Noviantoro mengatakan jurnalis dan Polri merupakan mitra. Kedua belah pihak memiliki hubungan yang erat dalam hal informasi dan pengendali sosial.

Apalagi dewan pers dan Polri memiliki Nota Kesepahaman (MoU) tentang koordinasi dan pelindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan. Kata Riko, dalam MoU tersebut dijelaskan salah satunya yakni apabila terjadi perselisihan terkait pemberitaan seharusnya dapat diselesaikan menurut tata cara Undang-Undang Pers.

Mekanisme penyelesaian yang dapat ditempuh dalam hal terdapat pemberitaan yang merugikan pihak lain adalah melalui hak jawab dan koreksi. Hal itu tertuang dalam UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers Pasal 5 ayat 2.

Riko mengamati, Kapolres pun tak ujug-ujug memberikan label Hoaks terhadap berita tersebut. Ia menduga ada staff-nya yang memberikan masukan terkait berita itu.

“Kapolres tidak ujug-ujug melakukan itu (label Hoaks) pasti ada staff-nya yang kurang paham. Entah Kasubag Humas atau tim komunikasinya,” katanya dalam diskusi.

Oleh sebab itu, ia meminta jajaran Polri cerdas dalam bermedia. Artinya, dapat memahami isi berita serta aturan terkait pers.

“Cerdas bermedia itu harus matang. Mungkin kapolres ketika diberitahu dia langsung ya sudah hoax saja,” katanya.

Di sisi lain media, kata Riko, tak luput dari kesalahan. Mulai dari kesalahan dalam penulisan nama, tanggal hingga isi berita.

**Baca juga: KPU Kota Tangerang Sosialisasi SiTangkot

Disisi lain, teman-teman di media itu juga dengan dinamikanya, ada penulisan nama dan sebagainya mungkin bisa jadi salah. Dalam hukum salah nama salah.

“Ini pembelajaran yang terbaik. Karena pengalaman adalah guru yang terbaik. Begitu juga dengan Polresta dan Media,” tandasnya. (Oke)

Print Friendly, PDF & Email