oleh

Inspektorat, APIP, Apaan Sih

image_pdfimage_print

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo mengatakan, tidak pernah ada laporan korupsi dari Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP).

Hal senada juga disampaikan Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Sri Wahyuningsih, tidak pernah adanya laporan di daerah mengenai indikasi korupsi dari APIP.

Sementara Komisioner KPK, Alexander Marwata menyoroti fungsi inspektorat di pemerintahan Provinsi Banten. Demikian juga Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan yang malah meminta Pemprov Banten dalam hal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) bagi pelayanan publik secara online di Banten.

Selain itu KPK juga meminta kepatuhan dari para pejabat publik dan DPRD Banten agar menyampaikan laporan harta kekayaan. Saat ini, Pahala menilai LHKPN pejabat publik di Banten sudah mencapai 80 persen. Sisanya, dia meminta pada Desember nanti pelaporan ini sudah bisa selesai.

Mengapa Banten, baik di tingkat provinsi dan juga tingkat kabupaten kota mendapat perhatian khusus dari lembaga anti rasuah, karena wilayah ini memang korupsinya tergolong riuh, meskipun inspektorat lokalnya tidak membuat laporan rinci soal itu, ditambah lembaga legislatif yang suaranya menandingi iklan mobil, ‘’ Nyaris tak Terdengar ’’, tapi kini faktanya beberapa orang dari daerah ini sudah dinobatkan sebagai koruptor,  antara lain yang terkait soal penyalahgunaan anggaran pembelian alat-alat kesehatan.  

Selama ini Inspektorat terkesan lebih berwujud sebagai jabatan pemantes, meskipun sebenarnya inspektorat itu adalah jabatan yang semestinya menjalankan fungsi pengawasan, dan orang yang yang memegang jabatan itu tentu saja punya nalar dan punya  insting. Tapi persoalannya, kalau struktur organisasi inspektorat di semua daerah tidak diubah, siapapun orangnya yang duduk sebagai inspektorat,  tak akan pernah berani melaporkan keculasan majikannya. Kalau dia berani, itu berarti sama dengan bunuh diri. Bos never wrong, brother.

Di Tangerang Selatan misalnya, Inspektorat berada pada Lembaga Teknis Daerah, dengan posisi sebagai kantor setara dengan Kantor Arsip Daerah, Kantor Pemadam Kebakaran, Kantor Kebudayaan dan Pariwisata, Kantor Perpustakaan Daerah dan seterusnya. 

Selain penempatan struktur organisasi yang tak punya power, penunjukan orang yang bakal duduk di inspektorat di banyak daerah juga seringkali terindikasi ‘’ ini gue yang pilih’, orangnya harus rada pendiem, kalau ngomong harus pelan, tidak suka nyanyi dan tidak banyak tanya.

Lha…kalau sudah begitu, apa yang bisa diharapkan dari orang yang memegang jabatan inspektorat. Jadi benarlah apa kata Bapak Agus Rahadjo dan Ibu Sri Wahyuningsih. 

Terus mau sampai kapan didiamkan, sampai keuangan negara ini habis dikuras oleh pejabat yang sebetulnya maling. Dan beberapa diantara mereka justru mengajak anak, isteri, ipar, anak, menantu untuk ikut membantunya maling uang negara, seperti yang dilakukan mantan bupati di wilayah penghasil beras di Jawa Barat.

Kalau memang kita semua serius ingin memperbaiki dan menghajar habis tindak korupsi di semua daerah, mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten kota, posisi dan struktur inspektorat mesti diubah segera, tidak boleh lagi berada di dalam SKPD, apalagi setingkat kepala badan atau kepala kantor. Inspektorat harus ditempatkan di posisi strategis, tidak harus patuh kepada Sekda, dan mereka ditempatkan di setiap daerah sebagai aparat Irjen Kemandagri yang secara hirarki bertanggungjawab langsung kepada Mendagri, tidak bertanggungjawab kepada kepala daerah.

Selain mengubah oraganisasi inspektorat, Kemendagri juga harus tegas memerintahkan semua daerah untuk mempublikasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ke publik sesuai dengan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik No. 4 tahun 2008. Bahwa APBD adalah dokumen publik yang bisa diakses oleh masyarakat secara langsung. Bahkan UU ini mengamanatkan kepada pemerintah daerah untuk mempublikasikan APBD melalui media, baik media cetak maupun online.

Ini kalau memang kita semua serius ingin memberantas korupsi, tapi kalau cuma sekedar melempar wacana, apalagi wacana berdimensi politis, persoalannya akan tetap sama seperti saat ini, dan entah sampai kapan.(zoelfauzilubis@yahoo.co.id)

 

Print Friendly, PDF & Email