oleh

Ini Ultimatum Para Cendekia ke Presiden Jokowi

image_pdfimage_print

Kabar6-Sejumlah cendekia, guru besar, ekonom dan pakar mengemukakan enam poin saran kepada pengambil kebijakan (policy makers). Salah satunya, perlunya arah baru ekonomi Indonesia kedepan. Ekonomi yang lebih berpihak pada keadilan dan kesetaraan ekonomi.

Lalu, bersepakat untuk menjadikan ekonomi Indonesia lebih baik lagi untuk mampu mengejar ketertinggalan dan mencapai target ekonomi empat besar dunia pada 2045. Karenanya diperlukan turn around policy dalam ekonomi Indonesia ke depan.

Demikian isi rilis Narasi Institute yang diterima Kabar6.com, Senin (6/5/2023).

Berikutnya, bersepakat bahwa presiden tidak boleh cawe-cawe dalam suksesi kepemimpinan 2024. Presiden harus menghindari low politics atau politik rendah. Yaitu, mencampuri urusan suksesi dan parpol menjelang Pemilu 2024. Presiden juga diminta memastikan transisi kepemimpinan secara demokratis.

Para pakar, cendekia dan ekonom juga bersepakat perlu adanya pemberantasan korupsi yang lebih konkret, karena korupsi saat ini telah benar-benar menjadi masalah yang serius bagi Indonesia; serta bersepakat Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga hukumlah yang harus ditempatkan sebagai panglima dan bukan politik sebagai panglima.

**Baca Juga: Larangan Merokok di Perkantoran hingga Pasar Diatur Perda KTR, Pemkab Lebak Tunggu Hasil Fasilitasi

Hal tersebut mengemuka usai sejumlah cendekiawan melakukan urun rembuk bertukar informasi dan data dalam diskusi terbatas yang diinisasi Narasi Institute. Sejumlah pakar tersebut yakni Didin S Damanhuri, Awalil Rizky, Fadhil Hasan, Faisal Basri, Said Didu, Achmad Nur Hidayat, Aries muftie, Ryan Kiryanto, Nurhayati Djamas, Jilal Mardhani, Abdul Malik, Sabriati Aziz, M. Hatta Taliwang, Mas Roro Lilik Ekowanti, Mufidah Said, Prijono Tjiptoherijanto (Univesitas Indonesia), Siti Chamamah, Muhammad Chirzin (UIN Kalijaga, Yogyakarta), Fuad Bawazier, Soetrisno Bachir, Mas Ahmad Daniri, Marzuki Dea (UNHAS), Ayus A. Yusuf (IAIN Nurjati Cirebon), Dede Juniardi (Universitas Kuningan), serta Fachru Novrian (UPN Veteran Jakarta).

Para pakar juga mencatat setidaknya ada lima masalah ekonomi yang terjadi saat ini. Salah satunya adalah terjadinya ketidakadilan atau ketimpangan nyata.

Kemudian, adanya kebocoran dan korupsi yang semakin besar, dulu 30% dan saat ini meningkat hingga 57%. Masalah lain adalah otonomi daerah yang dianggap tidak menyejahterakan rakyat, ekosistem politik yang menyuburkan oligarki; serta struktur tempayan alias oligarki dalam perekonomian menuju struktur belah ketupat (struktur yang lebih berkeadilan dan sejahtera).(Red)

Print Friendly, PDF & Email