oleh

ICW Desak Kejati Banten Segera Tindaklanjuti Dugaan Korupsi Dana Hibah Madrasah di Tangerang

image_pdfimage_print

Kabar6-Partisipasi masyarakat dalam agenda pemberantasan korupsi kian menghadapi tantangan serius.

Hal ini disebabkan masih adanya ancaman kriminalisasi terhadap masyarakat yang berniat untuk memberikan informasi kepada penegak hukum terkait dugaan korupsi.

Kali ini, upaya kriminalisasi dialami oleh masyarakat di kabupaten Tangerang yang berupaya membongkar dugaan praktik pemotongan dana hibah yang diperuntukkan bagi 16 Madrasah untuk pembangunan ruang kelas.

“Kasus kriminalisasi ini bermula ketika seorang warga di kabupaten Tangerang tersebut melaporkan dugaan korupsi ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Tinggi Banten,” ungkap Dicky Anandya, Staf Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW).

Diketahui bahwa dana hibah yang bersumber dari APBD Pemerintah Kabupaten Tangerang tahun anggaran 2021-2022 senilai Rp1,7 miliar ini diduga dijadikan bancakan oleh sejumlah pihak.

Adapun masing- masing Madrasah yang seharusnya menerima sebesar Rp100 juta ini ditengarai diminta untuk menyerahkan dana tunai sebesar 30 persen kepada pihak yang diduga merupakan utusan salah seorang pejabat di DPRD Kabupaten Tangerang.

Tak lama berselang, pelaporan dan aksi moral seorang warga untuk mengungkap kasus korupsi ini justru dianggap telah mencemarkan nama baik oleh pejabat DPRD tersebut dan melaporkannya kepada Kepolisian Daerah Metro Jaya.

‘Kejadian ini sungguh sangat disayangkan, sebab, ke depan masyarakat akan semakin merasa terancam ketika berniat melaporkan dugaan tindak pidana korupsi ke aparat penegak hukum,” ujarnya.

Diky mengemukakan, dugaan kriminalisasi terhadap pelapor kasus korupsi ini diperparah dengan masih diusutnya laporan pencemaran nama baik tersebut oleh kepolisian.

Hal ini menunjukkan bahwa penegak hukum sendiri tidak mengindahkan esensi atas pentingnya peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

Masih maraknya kriminalisasi terhadap pelapor korupsi ini patut disoroti. Terdapat sejumlah isu yang penting untuk diulas.

Pertama, berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban ditegaskan bahwa pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik Pidana maupun Perdata atas laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya.

“Artinya, jika terdapat tuntutan hukum kepada pelapor atas laporannya tersebut, maka tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus telah memiliki kekuatan hukum tetap oleh Pengadilan,” katanya.

Maka dari itu, kata dia, seharusnya Polda Metro Jaya tidak dapat mengambil langkah gegabah dengan menindaklanjuti laporan pencemaran nama baik karena inisiatif masyarakat yang melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi.

Hal tersebut setidaknya diperkuat melalui ketentuan dalam Pasal 25 UU No, 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

“Pasal a quo menegaskan bahwa penyidikan terhadap kasus korupsi harus didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian cepat,” tegasnya.

Kedua, seluruh peristiwa baik itu kriminalisasi, intimidasi dan ancaman merupakan bentuk pemberangusan peran serta masyarakat dan berpotensi besar melanggengkan praktik korupsi.

Padahal, masyarakat memiliki hak untuk menjalankan fungsi kontrol terhadap proses penyelenggaraan negara. Di saat yang sama, setidaknya terdapat sejumlah regulasi yang menjamin peran serta masyarakat, antara lain, Pasal 41 UU Tipikor dan peraturan pelaksananya dalam Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian
Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.

Dua regulasi tersebut setidaknya sejalan dengan ketentuan dalam Konvensi Persatuan Bangsa-Bangsa Melawan Korupsi (United Nation Convention Against Corruption, UNCAC).

**Baca Juga: Korupsi di Kementerian Kominfo Terus Didalami Kejagung

“Dalam pasal 13 konvensi tersebut menegaskan setiap negara peserta, termasuk Indonesia, untuk meningkatkan partisipasi aktif dari masyarakat maupun kelompok di luar sektor publik dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi,” ujarnya.

Oleh sebab itu, merujuk pada catatan tersebut, ICW mengeluarkan tiga poin pernyataan sikap, antara lain pertama, mendesak Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk menghentikan proses hukum atas laporan pencemaran nama baik karena inisiatif masyarakat untuk membongkar korupsi.

Kedua, Kejaksaan Tinggi Banten harus segera menindaklanjuti laporan atas dugaan pemotongan dana hibah madrasah untuk pembangunan ruang kelas di Kabupaten Tangerang.

Ketiga, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban harus segera memberikan perlindungan kepada pelapor tindak pidana korupsi selama laporan yang ia sampaikan kepada aparat penegak hukum berjalan. (Oke/Tim K6)

Print Friendly, PDF & Email