oleh

Hedonisme atau At-Takatsur

image_pdfimage_print

Kata hedonisme berasal dari bahasa Yunani, hedonismos dari asal kata hedone, artinya “kesenangan”. Penganut faham yang muncul sekitar tahun 433 SM ini semakin banyak, terutama mereka – mereka yang bermukim di wilayah perkotaan. 

Bagaimana ciri penganut faham Hedonisme, apakah bisa dilihat secara kasat mata dalam tindak-tanduk, prilaku dan gaya hidup. Tentu saja bisa, karena aliran ini punya ciri yang sangat mudah dikenali. 

Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa tujuan hidup adalah menggapai dan berupaya memperoleh kesenangan sebanyak-banyaknya dan menikmati kesenangan itu dengan tak merasa perlu memikirkan orang lain apalagi membagikannya. 

Orang-orang yang menganut faham hedonisme, juga berupaya menghindari perasaan-perasaan gundah, hal-hal yang tidak menyenangkan, menyakitkan dan segala sesuatu yang menyusahkan fikiran. 

Diawal-awal kemunculannya sejumlah ahli filsafat seperti Socrates, Epikuros dan Aristippos mempertanyakan tentang apa yang sebenarnya tujuan akhir hidup manusia. Pertanya-pertanyaan yang muncul ketika itu membuahkan jawaban, bahwa hidup adalah untuk mencapai kesenangan dan menikmatinya. Kesenangan yang dimaksud tidak saja dalam hal jasmani tetap juga rohani. 

Orang-orang yang menganut faham hedonisme biasanya tidak memiliki rasa sensitivitas terhadap orang lain, karena sikap sosialnya menjadi sangat rendah. Hal itu dibentuk oleh gaya hidupnya yang harus selalu senang, penuh dengan hura-hura. Ada masalah sedikit, harus cepat dicarikan jalan keluarnya, mungkin dengan bantuan narkoba atau alkohol atau mungkin juga seks bebas. 

Meski sebenarnya aliran ini membentuk sikap mental manusia yang rapuh, mudah putus asa, cenderung tidak mau bersusah payah, selalu ingin mengambil jalan pintas, tidak ingin hidup prihatin, dan tidak ingin bekerja keras, pengikutnya tetap saja semakin banyak. 

Tak ada pembicaraan halal haram, baik buruk dalam aliran hedonisme, semua yang dilakukan hanya semata-mata untuk tujuan mendapatkan kesenangan, tak perduli bagaimana dan darimana semua kesenangan itu dapat diperoleh.Dan jangan pernah berharap apa-apa dari mereka, jangan berharap belas kasih, jangan berharap mereka bisa sensitif terhadap masalah-masalah sosial yang terjadi di sekeliling mereka, karena mereka hanya mau dilibatkan untuk kegiatan hura-hura, bersenang-senang, terlepas apakah orang lain suka atau tidak. 

Jadi jangan heran kalau ada orang rela membeli narkoba sampai puluhan juta, tapi tetap tidak mau membagikan makanan pada orang yang benar-benar sedang kelaparan, yang mungkin hanya butuh bantuan sepuluh dua puluh ribu saja. 

Pesta-pesta mewah mereka gelar, bahkan hanya untuk ulang tahun anaknya yang masih berusia satu tahun, belum ngerti apa-apa, dia rela mengeluarkan uang sampai tiga miliar rupiah. Diadakan di hotel bintang lima dengan segala macam makanan minuman serta door prize.Habis itu,makanan sisa pesta yang berharga mahal itu bersisa seabrek lalu dibuang begitu saja, sementara sekian banyak orang yang kesulitan hanya untuk mendapatkan makanan yang layak, mereka yang bernaung di kolong jembatan, di pinggiran rel kereta api. 

Tapi itulah para pengikut faham hedonisme.Kalau diberi nasehat ini dan itu, dia bisa jawab, ini uang punya gue , mau gue bikin pesta itu urusan gue, makanannya berlebih, mau gue buang kek mau gue telen kek, itu urusan gue, dan kata-kata penutupnya:’’emang masalah buat loe’’.(zoelfauzilubis@yahoo.co.id)

 

Print Friendly, PDF & Email