oleh

Haram

image_pdfimage_print
                                                                                                   Zul Fauzi Lubis.(ist)

Memperbincangkan sepotong kalimat yang terdiri dari lima huruf ini” Haram”, memang selalu menarik dan ngeri-ngeri sedap.

Karena sepotong kalimat ini bisa menentukan apakah seseorang akan selamat di dunia sampai alam pasca kehidupan nanti.Tapi pastinya orang yang terlibat dengan sesuatu yang haram, do’anya akan tersangkut di langit, dan tak akan pernah sampai kepada Allah SWT (HR.Bukhari  No: 158 – HR.Muslim No:1015).

Lalu, ada urusan apa kata haram dengan Tangerang Raya (Kota Tangerang, Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang) khususnya, serta Banten secara umum. Tentu ada, karena esensi kata haram secara faktual sudah masuk merasuk ke wilayah ini di berbagai lini, hampir sama dengan daerah lainnya.

Ini tentu sangat disayangkan dan sebetulnya tidak pantas terjadi, sebab sejak  tahun 1522, wilayah ini adalah wilayah Kerajaan Islam terbesar dan terkuat dibawah kepemimpinan Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati, serta kerajaannya mampu bertahan selama tiga abad. Dan itu artinya, masyarakat di wilayah ini adalah masyarakat yang sangat religius secara turun temurun, jauh dari segala sesuatu yang haram.

Hal-hal yang haram itu, antara lain terjadi pada tindak pencurian uang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dilakukan sejumlah oknum pejabat dengan berbagai modus, ada mark up, proyek siluman, melintir RAB, percaloan dan sebagainya.Ada yang disuruh beli mobil benaran yang dibeli malah mobil mainan. Disurah beli Alat Kesehatan yang dibeli Alat Kesenangan, alasannya, yaa… itu kan singkatannya sama-sama Alkes bro.

Uang APBD itu pada dasarnya bukanlah uang haram, tapi karena sebab musabab, atau penggunaannya tidak sesuai prosedur atau yang disebut bighairi, uang tersebut menjadi haram digunakan.

Lha..lalu pagimane, uang APBD yang gua tilep itu, sebagian udah terlanjur dipake untuk berangkat umroh sama anak bini sekaligus boyong mertua segala. Kalau nanya saya jawabannya: Itu urusan lu dah ama Yang Maha Kuasa. Kalau tidak tercium kejaksaan atau BPK-KPK, ente bisalah selamat untuk sementara di dunia,tinggal nanti nunggu pengadilan Tuhan, pengadilan yang paling adil.

Haram berikutnya yang menyerang Tangerang adalah dalam bentuk makanan minuman dan cemilan yang dijajakan di pusat-pusat kuliner, mulai dari yang tradisional, internasional, brand franchise atau waralaba serta merek independen lokal.

Survey yang dilakukan Halal Watch di 90 resto yang ada di Central Park Mall, Grogol, Jakarta Barat hanya 5 resto yang halal, sedangkan di kawasan Casablanca, Jakarta Selatan dari 120-an resto hanya 5 resto yang halal, sementara di Cilandak Town (Citos), dari 30 resto hanya 1 yang halal.

Nah resto-resto yang dimaksud, seperti ******* Duck, Bakmie ****,sebahagian besar ada di Tangerang Raya. Sama juga dengan Roti bla bla bla, Donut bla..bla..bla, Burger bla..bla blaa..dan sebagainya, karena mereka brand franchise international, sistem produksi produknya dan bahan yang digunakan sama di seluruh Indonesia.

Tindakan ini jelas melanggar Peraturan Menteri Kesehatan RI No: 280 -/Men.Kes/Per/XI/1976 Tentang Ketentuan Peredaran dan Penandaan pada Makanan yang Mengandung Bahan Berasal dari Babi.
Kemudian ada UU No. 8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 36/2009 Tentang Kesehatan, PP No. 69/1999 Tentang Label dan Iklan Pangan dan PP No. 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.1.23.3516 Tentang Izin Edar Produk Obat, Obat Tradisional, Kosmetik, Suplemen Makanan dan Makanan yang Bersumber, Mengandung, dari Bahan Tertentu dan atau Mengandung Alkohol, serta UU No 33/ 2014 tentang Jaminan Produk Halal, dimana pada Pasal 4 dinyatakan adanya kewajiban sertifikat halal bagi produk yang dijual di pasaran, atau menjelaskan produk tersebut tidak halal.  

Fakta yang saya alami di kawasan Tangerang Selatan, hampir seluruhnya pedagang  dan pengelola food court atau kawasan kuliner tidak cenglie, karena yang tidak bersertifikat halal tapi juga tidak menjelaskan bahwa produk yang mereka jajakan haram untuk muslim seperti yang diperintahkan undang-undang diatas.

Di Singapura saja, pengelola food court membuat pemberitahuan dengan jelas di board, ini daftar gerai halal dan ini daftar gerai tidak halal. Dan, kalau kita membawa keluarga berhijab salah masuk resto yang tak halal, pelayannya dengan sigap memberi informasi : “Maaf lah ncik, resto kami tak suai untuk Ncik”.

Pengelola food court selain memisahkan gerai resto halal dan haram seperti di Lucky Plaza kawasan Orchard Road atau di Lau Pa Sat Festival Market di dekat stasiun MRT Rafles Place dan tempat-tempat lainnya, peralatan makan dan bahkan sampai tempat cuci piringnya juga dipisah.

Pertanyaannya, mengapa di bumi Kasultanan Banten yang dikenal sangat religus, persoalan haram bisa centang prenang begini, siapa yang bertanggung jawab, siapa yang harus disalahkan ?. Belanda?, Portugis ?.

Itulah tugas saya, tugas anda, tugas kita semua untuk memberikan informasi, memberi dukungan kepada lembaga-lembaga terkait agar membereskan masalah ini sesuai dengan undang-undang sehingga masyarakat muslim tidak terjebak mengkonsumsi kuliner yang tak jelas kehalalannya.

Dan, tulisan ini saya buat sebagai sumbang informasi, sumbang saran sekaligus perkenalan, karena mulai 1 Maret 2017 saya resmi menjadi bahagian team www.kabar6.com. Semoga bermanfaat. Salam.(zoelfauzilubis@yahoo.co.id)

Print Friendly, PDF & Email