oleh

Genderang Perang

image_pdfimage_print

Pemilihan Kepala Daerah di sejumlah wilayah, seringkali memberikan hasil yang justru mengecewakan, karena lewat ajang demokrasi berbiaya mahal ini, faktanya belum mampu menghasilkan pemimpin idaman, tapi justru sebaliknya, semakin memperpanjang daftar koruptor yang diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sebagai orang yang mengimani Agama Islam, diperitahkan melaksanakan amal ma’ruf nahi munkar’, atau dalam bahasa sederhananya, ikut andil memerangi kemungkaran / kejahatan, mulai dari kejahatan kelas teri yang dilakukan preman kampung, sampai kejahatan di level extra ordinary crime termasuk korupsi yang dilakukan penjahat bercover pejabat hasil Pilkada.

Orang-orang yang memilih profesi jurnalis, juga diperintahkan menjalankan fungsi kontrol sosial dan ikut berpartisipasi memerangi kejahatan dalam berbagai bentuk. Dan bagaimana cara jurnalis melancarkan peperangan terhadap kejahatan, tentu jelas berbeda militer, baik dari sisi strategi maupun alat yang digunakan serta target capaian.

Saya sadar betul, meski kebebasan pers dilindungi hukum, namun jurnalis tidak termasuk dalam lingkup law enforcement, dan juga bukan pemegang court hammer, tapi tetap bisa menjalankan fungsi enforcers of justice.

Membiarkan kejahatan / kemungkaran terjadi di sekitar kita, atau mengambil sikap diam (cuek), nanti tetap akan dimintai pertanggungjawabannya oleh pemilik dunia, DIA yang Maha Agung. Jadi akan lebih baik memilih ikut andil menabuh genderang perang daripada diam.

Dalam KHUP tindakan membiarkan kejahatan terjadi melanggar Pasal 165. Dan dalam Islam ada Hadist yang bunyinya begini: Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya, apabila masyarakat menyaksikan kemungkaran, lalu mereka tidak merubahnya, maka Allah akan meratakan siksanya kepada mereka semua” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi). 

Karena itu, semua orang, termasuk jurnalis, harus ikut perang melawan kemungkaran / kejahatan, dan masing-masing orang harus memilih strategi yang sesuai dengan kapasitas dan profesinya untuk ikut andil memerangi kejahatan. 

Bila kejahatannya terjadi di kota yang menyandang motto ‘Kota Maksiat’ mungkin tidak ada masalah, seperti Kota Pompeii yang terletak pada koordinat 40° 45′ 2? LU, 14° 29′ 23? BT, sebelah tenggara kota Napoli, Italia. Tapi kota Pompeii sendiri sudah hancur 1700 tahun lalu, musnah bersama seluruh penduduknya ditelan lahar panas yang dimuntahkan Gunung Vesuvius.

Sebelum peristiwa yang menimpa kota Pompeii, kejadian yang nyaris sama juga pernah menimpa kota Sodom di era Nabi Luth, yang hancur oleh hujan batu mengandung api yang menyala, membakar semua yang ada, termasuk penduduk kota.

Tentu berbeda dengan kota Pompeii, atau kota Sodom, bila kotanya menyandang motto Darussalam, Religus atau Akhlakul Karimah. Di kota-kota yang memilih motto seperti ini, kemungkaran tak boleh ada, harus diperangi dengan cara apa saja.

Di dunia ini hanya ada 36 strategi perang, dan dalam buku Lure the Tiger out of the Mountains  yang ditulis Gao Yuan disebutkan : Siapa yang mengetahui seni pendekatan langsung dan tak langsung akan menang. Itulah seni bermanuver.(Sun Zi, Seni Perang).

Genderang perang dengan seni bermanuver itu sudah kami tabuh, dengan menerapkan beberapa strategi perang sesuai dengan petunjuk.Tinggal menunggu bagaimana prosesnya berlangsung dan diharapkan hasil akhirnya akan sesuai dengan yang direncanakan.(zoelfauzilubis@yahoo.co.id)

 

Print Friendly, PDF & Email