oleh

Gelar Dicabut, Sultan Banten ke-18 Ajukan Banding

image_pdfimage_print

Kabar6-Sultan Banten ke-18, Ratu Bagus Bambang Wisanggeni mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Serang. Lantaran gelar dicabut oleh Pengadilan Agama (PA) Serang.

“Memori bandingnya belum, akan menyusul. Menurut saya, putusan (Pengadilan Agama Serang) itu cacat hukum,” kata Ratu Bagus Bambang Wisanggeni, saat ditemui di kediamannya di Kota Serang, Kamis (19/01/2018).

Dimana, keputusan nomor 316/Pdt.P/2016/PA.Srg, pada poin empat, memutuskan Ratu Bagus Bambang Wisanggeni Soerjaatmadja adalah trah keturunan Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin (Sultan Banten berdaulat terakhir), sebagai pemilik pertalian darah terkuat yang memiliki hak waris sebagai penerus Kesultanan Banten.

Surat putusan itu dikeluarkan pada Kamis, 22 September 2016, yang diputuskan melalui permusyawaratan majelis hakim PA Serang yang terdiri dari Dudih Mulyadi sebagai hakim ketua, Rusman dan Agus Faisal Yusuf sebagai hakim anggota.

“Cacat hukum mengeluarkan putusan saya sebagai ahli waris, lalu pengadilan agama yang sama menarik kembali putusan itu,” terangnya.

Ratu Bambang pun mengkritik keberadaan lembaga Kenadziran Kesultanan Banten yang telah berubah arah. Hingga kini menjadi pemegang kekuasaan tertinggi di Kesultanan Banten.

“Kenadziran itu hanya sebatas mengurusi tanah wakaf, masjid dan makam. Nadzir itu semacam Dewan Kesejahteraan Masjid (DKM),” jelasnya.

Sedangkan sang penggugat, dari Forum Dzuriuat Kesultanan Banten (FDKB), menyarankan agar Ratu Bambang menerima putusan hakim di PA Serang.

“Bambang Wisanggei harusnya lebih legowo. Kalau mau menyatukan dzuriyat, harusnya legowo menerima (putusan),” kata Tubagus (Tb) Amri Wardhana, Sekretaris FDKB, saat ditemui terpisah, pada Sabtu, 13 Januari 2018.

Amri menjelaskan kalau proses pemilihan Sultan Banten untuk saat ini, hanya bisa dilakukan oleh Lembaga Pemangku Adat (LPA) Kesultanan Banten, dengan meminta persetujuan dari para anggota kenadziran.**Baca Juga: Tertimpa Pohon, Atap Ruang SDN 2 Cihuni Ambruk.

“Dalam kekinian, seluruh dzuriyat berkumpul, ini bisa dilakukan (pemilihan sultan) dalam entitas budaya. Banten perlu Sulthan, bukan dalam konsep dulu. Lembaga ini nanti yang menentukan siapa seharusnya yang jadi Sulthan. Seperti memiliki kenegarawanan dan keagamaannya,” jelasnya.(dhi)

Print Friendly, PDF & Email