Kabar6-Satu bulan ini setidaknya ada 6 peristiwa pencabulan anak dibawah umur terjadi di Tangerang Selatan. Keenam kasus tersebut adalah: (1) kasus pencabulan oleh tukang ojek terhadap anak beruisa 6 tahun saat mengantarnya ke sekolah, (2) kasus pencabulan oleh penjual soto terhadap anak berusia 7 dan 6 tahun, (3) kasus pencabulan oleh pemulung yang meruapakan tetangga atas anak berusia 3 tahun, (4) kasus pencabulan di sebuah hotel di Ciputat, (5) pencabulan anak berusia 17 tahun di Serpong, (6) kasus pencabulan guru home schooling atas anak didiknya berusia 14 tahun.
Atas maraknya pencabulan, LBH Keadilan menyampaikan keprihatinannya. LBH Keadilan mengapresiasi Polres Tangerang Selatan yang telah mengungkap 6 peristiwa tersebut.
LBH Keadilan berpendapat, Tangerang Selatan tidak lagi pantas menyandang status sebagai Kota Layak Anak. Justru sebaliknya, menjadi Kota yang tidak ramah atau bahkan berbahaya bagi anak-anak. Bisa dibayangkan, jika dalam kurun waktu sebulan, terjadi 6 kekerasan seksual terhadap anak, maka berarti tiap lima hari telah terjadi satu kekerasan seksual. Dengan demikian dalam satu tahun bisa terjadi 72 kasus kekerasan seksual. Ini sangat berbahaya!
LBH Keadilan berpendapat, selain peran orang tua dan masyarakat, maraknya kekerasan seksual juga menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Tangerang Selatan sebagai sebagai aktor negara yang berkewajiban melakukan pengormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak sebagaimana telah dimandatkan UU Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 dan UU No. 35 Tahun 2014.
LBH Keadilan mempertanyakan kerja Dinas Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DPMPPPAKB) Kota Tangerang Selatan dan juga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang Selatan sebagai institusi yang dibentuk oleh Walikota. Jadi selama ini apa kerja dua institusi itu?
LBH Keadilan juga mempertanyakan kerja Satgas Perlindungan Anak yang kerap dibanggakan Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Jangan hanya membentuk kemudian dicatatakan di MURI atau seremonial lainnya saja yang dilakukan. Kerjanya harus jelas, melakukan apa saja dan seterusnya. Apakah petugas yang menjadi Satgas sudah mengikuti peningkatan kapasitas, dilatih pengetahuan tentang anak. Sekali lagi jangan hanya bagus pada tataran kebijakan saja. Penting juga untuk diperhatikan impelementasinya.(cep)