1

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Relatif Lebih Baik

Kabar6-“Pertumbuhan ekonomi Indonesia 5% di Q1 2023, ini relatif lebih baik dibanding negara berkembang lainnya. Inflasi juga mengalami penurunan hingga di angka 4% pada bulan Mei yang merupakan kabar baik buat kita.”

-Staf khusus kemenkeu Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal Sektoral

 

“Kebijakan baru DAU disambut positif oleh Kepala daerah dengan melakukan refocusing APBD. Manfaat kebijakan baru ini adalah DAU lebih banyak diterapkan untuk kegiatan yang berdampak langsung pada masyarakat karena sekarang DAU dibagi menjadi 2 (dua) yaitu yang ditentukan pengguna dan tidak ditentukan pengguna.”

“Kami terus mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan realilasi belanja terutama untuk yang non fisik.”

-Kakanwil DJPB Banten

**Baca Juga: Wabup Tangerang Ajak NU Balaraja Jaga Kehidupan yang Aman dan Harmonis

“Terkait penerimaan pajak terdapat 2 (dua) jenis pajak yg mengalami kenaikan sangat bagus yaitu PPN dalam negeri dan PPh pasal 21. Dari segi wilayah, pada periode Januari-Mei 2023 di Provinsi Banten banyak diperoleh dari daerahTangerang raya (81,2%) dan Serang Raya (18,8%). Penerimaan pajak ini didonimasi sektor perdagangan besar dan industri pengolahan.”

-Kakanwil DJP Banten

 

“Mungkin dari apa yang saya sampikan, rekan-rekan berpikir impor jauh lebih banyak dari ekspor. Namun yang perlu diperhatikan adalah impor dan ekspor yang kita catat adalah pelabuhan tempat pemasukan dan pengeluaran barang. Contohnya banyak impor barang curah yang dilakukan di Merak namun pengeluaran barang (ekspor) dilakukan di Priok oleh perusahaan tersebut. Sehingga capaian penerimaan di sektor Kepabeanan dan Cukai sudah bagus.”

-Kakanwil DjBC Banten




The Right Man On The Right Place

Oleh : Agnes Marcellina T.

Semua orang tentu tahu apa arti judul diatas tersebut yang kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah Orang Yang Tepat di Posisi Yang Tepat. Jika saja segala sesuatu hal bisa menempatkan orang yang tepat di posisi yang tepat, rasa rasanya target target dapat dicapai secara maksimal.

Istilah tersebut berlaku dalam segala hal tetapi yang ingin saya bahas dalam tulisan ini adalah begitu banyaknya orang orang yang ditempatkan untuk mengelola negeri ini yang berada di tempat yang salah atau tidak tepat.

Beberapa menteri ditempatkan di kementerian yang bukan bidangnya, yang tidak begitu paham mengenai apa yang harus dia kelola, tidak memiliki baik pengetahuan maupun pengalaman di bidang tersebut. Seorang artis yang menjadi anggota DPR RI misalnya ditempatkan di Komisi VII yang membidangi Energi, Riset dan Teknologi dan Lingkungan Hidup. Alih alih memberi masukkan kepada lembaga eksekutif atau membawa program program tersebut di dapilnya, jangan jangan yang bersangkutan tidak paham sama sekali pada saat rapat rapat legislatif dan membuat rancangan undang undang. Demikian juga dengan menteri yang berada di kementerian yang salah, alih alih melahirkan kinerja yang efektif dan inovatif malah akhirnya salah urus dan amburadul.

Saya acungkan jempol untuk Sandiaga Uno yang pada saat ditawari untuk menjabat sebagai menteri di sebuah kementerian, beliau menolak dengan alasan bahwa kementerian tersebut bukan bidangnya dan beliau sama sekali tidak paham sehingga untuk apa memimpin atas sesuatu yang tidak dikuasai. Beliau tidak haus jabatan dan lebih baik bekerja untuk masyarakat dengan caranya sendiri sampai akhirnya ditawari jabatan di Kementerian Parekraf yang tentunya sangat dikuasai sehingga pada saat amanah pimpinan itu diberikan beliau langsung bisa melesat dengan jam terbang yang tinggi dan menjadi salah satu menteri terpopuler dengan kinerja baik disamping Menhan Prabowo Subianto. Sayangnya tidak semua kementerian dipimpin oleh orang yang tepat.

Saya tidak bermaksud mengkritik menteri menteri karena pada dasarnya mereka semua adalah orang-orang yang hebat, orang-orang yang berprestasi, orang-orang terbaik di negeri ini yang terpilih menjadi pendamping presiden dalam melaksanakan tugas-tugas eksekutif. Yang ingin saya garisbawahi adalah mengapa seleksi tersebut tidak mempertimbangkan kinerja efektif agar pencapaian target target presiden bisa terlaksana dengan baik. Membagikan jatah menteri kepada partai partai politik tidak salah tetapi apa salahnya jika partai partai politik memilih wakil terbaiknya di bidang yang dikuasai oleh masing masing orang tersebut dan seharusnya hal ini bukanlah hal yang sulit untuk diputuskan presiden.

Pengalaman saya selama 21 tahun di bidang perikanan Indonesia memberikan kesempatan untuk mengenal atau mengevaluasi kinerja para menteri yang pernah menjabat di Kementerian Kelautan dan Perikanan dari sejak menteri KKP yang pertama. Setiap menteri tentu berusaha bekerja sebaik mungkin dan membuat terobosan terobosan, ada yang berhasil dan ada juga yang tidak. Persoalannya adalah selama 21 tahun yang saya amati, KKP ini seperti jalan di tempat saja, maju sedikit, mundur lebih banyak, maju lagi mundur lagi sehingga harapan dan cita cita bahwa Indonesia sebagai negara maritim yang harus jaya di laut belum sepenuhnya bisa tercapai dan mensejahterakan nelayan yang berada di garis marjinal secara ekonomi. Slogan menjadi poros maritim dunia terdengarnya sangat hebat, patriotik, penuh semangat tetapi benarkah? Jika tidak ada terobosan terobosan dari para pemimpinnya, bukankah itu hanya omong kosong belaka? Mari kita telaah setidaknya kebijakan yang belum lama ini yang berkaitan dengan KKP mengenai PNBP melalui PP no 85 tahun 2021.

Saya tidak ingin membawa pembaca dengan menyuguhkan data data yang njelimet karena itu bisa dicari sendiri dengan search engine bagi yang berminat dan membutuhkan tetapi saya hanya ingin menyampaikan inti sari dari kebijakan PNBP yang ditolak oleh nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap bahkan mereka sampai melakukan demo untuk menentang kebijakan tersebut. Kalau nelayan sampai mendemo kebijakan tersebut lalu sesungguhnya Menteri bekerja untuk siapa? Bapak Hendra Sugandhi , Wakil Ketua Komite Perikanan Apindo ( Asosiasi Pengusaha Indonesia) mengatakan : “ Nelayan Manyun Nelayan Belum Tersenyum”

Sebenarnya tragedi dimulai pada tahun 2015 pada saat Menteri KKP yang menjabat di tahun 2015 – 2019 mengajukan perubahan kebijakan di KKP yang salah satunya adalah menaikkan PNBP melalui PP no 75 / 2015 yang disahkan oleh Kemenkeu menggantikan PP no 19 /2006. Kenaikan tariff menjadi 5x lipat atau 500% untuk kapal berukuran kecil dan 10x. lipat atau 1.000% untuk kapal berukuran menengah dan besar. Saat inilah masa sengsara nelayan dan pelaku usaha perikanan dimulai karena selain kebijakan pnbp tersebut masih banyak kebijakan lainnya yang juga menyulitkan usaha di bidang perikanan. Buku Rapor Merah KKP 2015 – 2019 yang ditulis oleh Marwan Batubara menjelaskan secara rinci dan detail kebijakan kebijakan yang dinilai merah.

Pada pergantian menteri berikutnya masalah PP no 75 / 2015 dibahas tuntas oleh team Penasehat Menteri dan KP2 ( Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik) berserta DJPT ( Direktorat Jendral Perikanan Tangkap) dengan pokok bahasan untuk mengubah kebijakan pnbp tersebut agar direvisi untuk meringankan penderitaan nelayan dan pelaku usaha perikanan dalam rangka justru untuk meningkatkan pnbp itu sendiri berdasarkan volume dan peningkatan usaha secara masif. Saya kebetulan berada dalam team tersebut bersama dengan penasehat menteri yang lainnya yaitu para guru besar dari universitas universitas di nusantara yang mempunyai fakutas perikanan.

Masukkan kami tidak bisa diterima oleh direktur terkait karena justru sudah ada perubahan PP no 75 / 2015 tersebut yang adalah sekarang menjadi PP no 85/2021 yang sudah direkomendasikan kepada Kemenkeu dan yang sangat mencengangkan adalah justu malah ada kenaikan pnpb lagi atas permintaan Menteri KKP tahun 2015-2019 tersebut.

Hasil dari rekomendasi team Penasehat Menteri kami sampaikan kepada Menteri KKP 2019 – 2020 dan yang melegakan adalah saat itu beliau mengatakan “ Bagaimanapun kita harus berpihak kepada nelayan, untuk apa menaikkan pnbp tetapi target target lain tidak tercapai dan mematikan perikanan itu sendiri. Saya akan bicara dengan MenKeu dan pasti ada solusi”. Diluar dari kasus yang menimpa Menteri KKP 2019-2020 saya tetap mengapresiasi respon dari beliau karena artinya beliau memahami persoalan dan mau belajar serta mendalami permasalahan permasalahan yang ada.

Jika sekarang ternyata PP no 85/2021 dimana pnbp naik lagi menjadi 11x lipat atau 1.100% untuk kapal berukuran kecil dan 22x lipat atau 2.200% kapal menengah dan besar maka lengkap lah sudah penderitaan nelayan dan pelaku usaha tersebut. Tidak salah mereka berdemo dan mungkin akhirnya memilih untuk beralih pekerjaan dan usaha. Barangkali KKP sedang bermimpi untuk mencapai PNBP sebesar 12 Trillun Rupiah di tahun 2024 padahal saat ini hanya 600 milyar rupiah. Barangkali juga sedang bermimpi untuk menaikkan jumlah kapal tangkap dari sekitar 34.000 menjadi 570.000

Bapak Menteri KKP saat ini tentu adalah orang hebat, pengusaha hebat tetapi mungkin kebobolan dengan lahirnya PP no 85/ 2021 ini karena kebijakan ini tidak pro rakyat, tidak pro nelayan, tidak pro pengusaha padahal target yang ingin dicapai adalah bagaimana kita bisa memaksimalkan potensi kelautan dan perikanan dimana semua bersinergi dalam membangun Indonesia jaya di lautan dan menjadi poros maritim dunia. Jika seperti ini sudahlah…lupakan…karena kita hanya bermimpi terus…..

Menempatkan THE WRONG PEOPLE ON THE WRONG PLACE, ujung ujungnya adalah negara salah urus.

Tulisan ini saya buat setelah saya beristirahat menulis selama satu tahun. Selama setahun ini jari jemari saya sangat malas untuk mengetik kata kata malah tangan ini sibuk menanam dan merawat tanaman anggur yang ternyata bisa sangat subur di negri ini dan bisa menjadi sumber ekonomi pertanian baru di masa depan. Lahirnya PP no 85/2021 yang mengusik saya untuk mulai memainkan jari jemari ini di keyboard computer.

Tulisan ini bukan untuk mendiskreditkan siapapun tetapi saya hanya ingin menguak tabir bahwa jika negara betul betul ingin maju himbauan saya kepada presiden adalah please put the right man on the right place dan niscaya ungkapan negara salah urus tidak akan lagi terdengar. Penulis adalah Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik Kelautan dan Perikanan juga sebagai Waketum Bidang Sinergi Dunia Usaha.(***)

Salam Indonesia Raya




Oji Fahrurozi Imbau Pemkab Pandeglang Arief Gunakan APBD

Kabar6-Ketua Karang Taruna Kabupaten Pandeglang, Oji Fahrurozi mengimbau birokrat diwilayahnya agar lebih arief dalam penggunaan APBD tahun 2016.

Jangan terlalu merongrong APBD 2016 dengan belanja rutin pegawai, mengingat masih banyak kebutuhan masyarakat yang harusnya lebih diutamakan.

“Masih banyak sektor lain yang lebih urgent dan membutuhkan kucuran dana APBD, bukan habis sama belanja rutin pegawai aja. Seperti studi banding maupun kunker. Kalau benar studi banding, mana hasilnya,” kata Oji kepada kabar6.com, Kamis (31/12/2015).

Oji berharap, birokrat tidak menari di atas penderitaan rakyat Pandeglang.

“Gunakan uang rakyat secara arif, tetap mengacu pada skala prioritas. Kasihan, terlalu banyak beban yang dipikul oleh rakyat, eh abdi negara malah pesta pora diatas beban rakyat,” tuturnya.(zis)




Airin dan Dinasti, Masihkah Laku?

Kabar6-Sejak Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan ketidakberlakuan Pasal 7 huruf r Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 sebagai Pengganti Peraturan Perundang-undangan (Perpu) dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika itu mengenai Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, maka wacana dinasti politik seharusnya gugur demi hukum.

Oleh : Rudy Gani dari Tangsel Institute.

Pasalnya, dengan adanya keputusan MK tersebut masing-masing peserta pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2015 yang digelar di 269 wilayah se-Indonesia dan bertarung satu sama lain, meski menghormati keputusan lembaga tinggi negara tersebut.

Salah satu bukti bahwa masing-masing kandidat menghormati keputusan MK adalah menyudahi isu dinasti politik sebagai bagian dari kampanye yang dituduhkan kepada calon yang dituding menjadi bagian dari sebuah dinasti.

Namun harapan itu nampaknya tidak terjadi di Pilwalkot Tangerang Selatan (Tangsel). Pasalnya, putusan (MK) itu masih dianggap angin lalu oleh para kandidat yang bertarung dan berkompetisi bersama dengan pasangan calon nomor urut 1, Airin Rachmy Diany-Benyamin Davnie dalam pesta demokrasi yang bakal digelar kurang dari sebulan lagi.

Airin yang saat ini menjadi petahana, seringkali diopinikan sebagai bagian dari dinasti politik Banten yang berafiliasi dengan kelompok iparnya mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah.

Padahal, dilihat dari fakta politik yang kini terjadi, Airin diusung oleh Partai Golkar, yang diketuai oleh dirinya sendiri dan oleh koalisi Partai Nasional Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Kebangkitan Bangsa.

Sementara sisanya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Hati Nurani Rakyat mengusung pasangan calon nomor urut 2,  Arsid-Elvier Arridiannie Soedarto Poetri, rival bebuyutan politik bagi petahana.

Sedangkan Partai Demokrat selaku besutan SBY dan Partai Gerakan Indonesia Raya yang dikomandoi Prabowo Subianto mengusung pasangan nomor urut 1, Ikhsan Modjo-Li Claudia Chandra, wajah anyar sebagai penantang Airin-Benyamin.

Memang ada satu argumentasi kuat yang selama ini dituduhkan kepada Airin sebagai bagian Dinasti Rau, bahwa Airin adalah Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Tingkat II Partai Golkar Kota Tangsel yang ditingkat DPD I Provinsi Banten diketuai oleh kakak iparnya juga, yakni Ratu Tatu Chasanah.

Namun, tudingan ini juga dapat dibantah. Untuk meloloskan calon kepala daerah setidaknya kepala daerah itu harus mendapat “restu” alias persetujuan dari pengurus partai di tingkat pusat.

Maka tidak sah apabila calon itu tidak mendapat “restu” dari partai di tingkat elite dalam hal ini Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar sebagai pengusung Airin, juga lima partai politik koalisi pendukung yang lainnya.

Lalu, mengapa Airin masih kerap dicap kepanjangan tangan kepentingan dinasti jika kita melihat posisi Airin dan peta politik di Banten hari ini?

Peta dan Dinasti Berubah

Pascakasus yang menimpa Atut dan adiknya Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, eskalasi politik dan peta politik di Banten dan Tangsel mau tak mau juga ikut berubah.

Termasuk kekuasaan dinasti yang bergeser dari Atut ke dinasti selanjutnya. Terdapat beberapa dinasti lain yang juga ada dan tumbuh perlahan-lahan di Banten saat ini.

Lalu, mengapa peta politik yang saat ini sedang dihadapi oleh masyarakat Banten dan Tangsel tidak disampaikan pula kepada masyarakat.

Mengapa pihak-pihak yang mengklaim dirinya “anti dinasti” tidak bersuara ketika mengetahui bahwa “dinasti baru sedang bertumbuh” di Banten.

Adilkah mengatakan bahwa Airin adalah produk dinasti Atut, sedangkan kedua calon lainnya juga dapat dipastikan menjadi “bagian” dari sebuah dinasti di Banten yang kini sedang bertumbuh secara perlahan dan “mengancam” iklim demokrasi serta ekonomi di Banten serta Tangsel.

Politik adalah sebuah cara untuk mempertahankan kekuasaan sebagaimana yang dilakukan Airin. Di sisi yang lain, politik adalah sebuah cara guna ?memperoleh kekuasaan sebagaimana yang dilakukan oleh lawan-lawan Airin.

Nah, pertanyaannya. Kekuasaan siapakah yang akan keluar sebagai pemenangnya di Tangsel Apakah kekuasaan dinasti Atut sebagaimana yang dituduhkan ada di kubu Airin, atau dinasti lawan-lawan Airin yang “menyebar” di dua tim calon kandidat lain.

Singkatnya, ketiga pasangan kandidat calon pemimpin di kota yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta ini, memiliki jaringan politik yang berujung pada masing-masing dinasti mereka. Dalam konteks ini dinasti yang dimaksud tidak hanya jaringan dalam bentuk politik, tapi juga bisnis dan kepentingan pragmatis lainnya.

Kesimpulan sementara yang dapat disampaikan ialah bahwa tudingan yang selama ini hanya dialamatkan kepada Airin sebagai produk dinasti layak pula disandingkan dengan kedua calon lainnya.

Sebab, jejak kedinastiaan politik dan bisnis terekam di seluruh partai dan konsultan yang mendukung kedua pasang (selain Airin) kandidat tersebut sebagai pemain kunci di Pilwalkot Tangsel saat ini.

Dari informasi yang ditelusuri, kekalahan Airin dalam Pilwalkot Tangsel menjadi penting bagi mereka. Sebab Airin adalah simbol dinasti pascaruntuhnya Atut. Apabila Airin kalah dalam pilwalkot tahun ini, maka meredup dan terkuburlah dinasti Banten.

Meskipun masih ada generasi kedua dari dinasti Atut, seperti anak sulungnya yang kini menjabat sebagai anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Andika Hazrumy. Meski keberadaannya masih belum dihitung oleh lawan-lawan keluarga Atut saat ini.

Karena itu, wacana kedinastiaan politik meskipun melalui undang-undang sudah dibatalkan oleh MK melalui amar putusannya, nyatanya tidak berlaku di Pilwalkot Tangsel dan tiga daerah kabupaten/kota lainnya di Banten yang gelar Pilkada serentak 2015.

Kampanye hitam terkait isu dinasti politik masih terdengar secara gamblang di masyarakat khususnya menjelang penghitungan suara yang tinggal menghitung hari ini.

Maka dari itu perlu kiranya memberikan pencerahan politik bagi masyarakat. Pencerahan itu berupa sebuah bantahan atas tudingan yang selama ini hanya dialamatkan kepada Airin sebagai bagian dari dinasti.

Karena faktanya kedua pasangan kandidat lainnya pun setelah ditelusuri lebih jauh mempunyai “hubungan” yang kuat dengan dinasti yang menjadi rival Atut dalam hal politik dan bisnis.

Karena itu mari kita sudahi politik “pura-pura” putih dan bersih. Lagi-lagi disinilah urgensi sebuah kebenaran serta kesadaran politik mesti diketuk.

Sebab menyudahi kemunafikan menjadi satu kemenangan tersendiri yang akan diperoleh kandidat. Karena tanpa “pensiun” dari kemunafikan seperti yang terjadi seperti sekarang, pemimpin itu dapat dikatakan telah “korup dan berbuat jahat” sejak dalam pikirannya. Maka pemimpin seperti itu tidak pantas dipilih pada 9 Desember nanti.(***)

 




Jangan Selalu Memulai Kembali dari Titik Nol

Kabar6-“The world of nation, not the money,”. Kutipan itu setidaknya menggambarkan, bahwa mengurusi sebuah pemerintahan (daerah), bukan hanya tentang uang semata.

Penulis: Airin Rachmi Diany, Calon Walikota Tangerang Selatan.

Setidaknya sudut pandang ini harus dimiliki setiap kepala daerah. Terpenting adalah bagaimana setiap kepala daerah punya pemikiran yang visioner yang notabene visi itu masyarakat, bukan atas nama pribadi ataupun partainya.

Menyusun sebuah grand design (visi misi) daerah, mesti dibagun berdasar kondisi objektif, bukan atas dasar keinginan (hasrat).

Landasan filosofis dalam mengonstruksi grand design, ada sejumlah faktor yang harus dikedepankan. Pertama nilai kesebangsaan dan kearifan lokal.

Kesebangsaan yang dimaksud disini, harus diartikan lebih cair. Dalam artian, tidak boleh ada kebijakan yang mengandung unsur pemaksaan, apalagi sampai mengubah kultur yang beragam menjadi satu kultur.

Setiap kepala daerah, harus mempunyai gagasan yang ujungnya nanti berwujud transformasi pembangunan daerahnya.

Kembali ke persoalan rencana besar (grand design). Menjadi titik kritik kepala daerah harus memiliki pendekatan mikro kualitatif, tidak hanya makro kuantitatif.

Sehingga tidak ada perbedaan sudut pandang dalam setiap ukuran kinerja pemerintahnya.

Setiap kebijakan yang diputuskan kepala daerah harus membuka ruang keberdayaan masyarakat yang tadinya tidak berdaya menjadi berdaya.

Jarang sekali visi misi kepala daerah disosialisasikan kepada masyarakat, agar visi misi itu merasa menjadi milik mereka.

Jarang sekali kepala daerah yang melakukan ini. Setiap ganti pemimpin ya ganti visi misi. Grand design perlu sudut pandang. Dan, jangan selalu memulai kembali dari titik nol.(***)




Lawan Airin, Ikhsan Dongkrak Popularitas, Arsid Politik Teraniaya

Kabar6-Saat ini, publik disuguhi dengan pemberitaan terkait koordinator timses pasangan calon nomor urut 2, Arsid-Elvier, yang merasa diintimidasi oleh aparat kepolisian.

 

Oleh: Sonny Majid, Penggiat Muda Nahdlatul Ulama (NU), warga Ciputat.

Ketika itu, polisi bertugas untuk meminta data seputar visi misi pasangan calon Arsid-Elvier, sekaligus mencari informasi serta mendokumentasikan gambar alat peraga kampanye.

Entah kenapa, tiba-tiba berita yang muncul bahwa petugas polisi tersebut melakukan intimidasi. Tak lama kemudian, Kapolres Tangsel, AKBP Ayi Supardan langsung membantah dan menegaskan, bahwa pengumpulan informasi juga dilakukan kepada seluruh pasangan calon.

Jika merunut rentetan-rentetan atau hiruk-pikuk tiga pekan terakhir, dibalik kejadian-kejadian tersebut, ada sesuatu yang tersurat.

Sebelum diungkap apa itu yang tersurat, sebelumnya memang perlu diakui, bahwa pasangan petahana Airin-Benyamin merupakan pesaing kuat bagi dua pasangan calon lainnya, Ikhsan-Li Claudia dan Arsid-Elvier sendiri.

Sehingga wajar, jika momentum sepanjang tiga pekan tersebut, para timses akan bertarung opini publik sebagai bagian dari strategi politik massa.

Ikhsan-Li Claudia misalnya, timsesnya terus-terusan membombardir Airin-Ben dengan isu-isu dugaan pelanggaran kampanye.

Pertanyaannya kemudian? Kenapa timses pasangan calon nomor urut 1 ini lebih memilih pasangan Airin-Ben sebagai pihak yang banyak dilaporkan.

Jika mengacu pada “dinamika kelompok dan politik bunyi-bunyian” pasangan Ikhsan-Li Claudian harus mendongkrak popularitasnya. Caranya bagaimana? Adalah menjadikan Airin-Ben sebagai sasaran tembak lantaran pasangan tersebut merupakan “lawan besar.”

Teorinya: “Jika ingin besar cari lawan yang besar, jangan cari lawan yang kecil.”

Dengan melaporkan dugaan pelanggaran-pelanggaran Airin-Ben, maka Ikhsan-Li Claudia akan terus ter-ekspose dan menjadi objek liputan media.

Bagaimana hal itu terjadi? Ya, karena Airin-Ben, ingat….adalah pasangan petahana. Mereka inilah “lawan besarnya”.

Dengan menyerang terus Airin-Ben, maka Ikhsan-Li Claudia akan semakin dikenal publik.

Nah…Arsid-Elvier bagaimana? Sebelum membeberkannya, kita kembali dulu ke belakang, saat Arsid berpasangan Andry Taulani ketika Pilkada 2010.

Pernah terjadi insiden pelemparan batu ke rumah Andry. Esoknya muncul pemberitaan yang mampu menciptakan opini bahwa aksi pelemparan tersebut dilakukan oleh salah satu tim pasangan calon lainnya.

Entah serupa atau nyaris serupa, apa yang terjadi hari ini ketika polisi datang ke rumah koordinator timses Arsid-Elvier, kesan “diintimidasi” kembali menguak ke publik melalui pemberitaan media.

Ada pertanyaan menggelitik dari rekam jejak konstelasi pilkada Tangsel sekarang. Keduanya memanfaatkan pasangan “Airin-Ben” sebagai “lawan besar” yang dijadikan sebagai alat mendongkrak popularitas.

Jika timses Ikhsan-Li Claudia memanfaatkan popularitas Airin-Ben untuk menaikkan popularitasnya, sementara Arsid-Elvier masih dengan pola sama, “terkesan teraniaya”. Apakah benar demikian? Entahlah…!(***)

NB: Artikel kiriman pembaca. Isi menjadi tanggungjawab pengirim.




Masih Ada PSK di Kota Tangerang

Kabar6-Gencarnya upaya penegakan Perda nomor 8 tahun 2005, tentang pelarangan pelacuran di Kota Tangerang, sudah tak diragukan lagi.

Namun, tindak prostitusi di kota bervisi Akhlakul Karimah itupun seolah tak pernah benar-benar pergi.

Setidaknya hal itu diakui oleh Kusnaedi, warga Kecamatan Priuk, Kota Tangerang. Pria ini menyebut, bila titik yang masih kerap muncul PSK (Pekerja Seks Komersial) adalah di Jalan Otisita, Karawaci.

“Biasanya kalau sudah lewat jam sepuluh malam, baru deh mulai pada muncul deh jablay itu. Saya tahu, karena tiap malam lewat situ,” ujarnya. **Baca juga: Sop Duren di Warung Pojok, Segarnya Halal Cuy.

Kusnaedi berharap, petugas Satpol PP Kota Tangerang bisa menertibkan kawasan tersebut, hingga tak merusak wajah Kota Tangerang.(tom migran)




Sukses Pilkades Serentak di Tangerang

Kabar6-Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di Kabupaten Tangerang baru saja berlalu. Perhelatan pesta demokrasi di lingkungan desa itu pun berlangsung aman.

Oleh: Kompol Gatot Hendro Hartono, SE (Pasis Sespimmen Polri angkatan 55)

Keberhasilan itu merupakan buah tangan dari kerja keras Pemerintah Daerah (Pemda) setempat, Polri/TNI dan peran serta masyarakat dalam mensosialisasikan pelaksanaan Pilkades.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2014 tentang pemerintahan desa. Pelaksanaan Pilkades digelar serentak di seluruh daerah tingkat II di Indonesia.

Kabupaten Tangerang pun turut ambil bagian dalam tahapan demokrasi tersebut. Ajang 6 tahunan itu dilaksanakan di 77 desa di 29 kecamatan.

Polda Metro Jaya dalam hal ini Polres Kota Tangerang sebagai Kesatuan Operasional Daerah (KOD) menjadi ujung tombak dalam pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas).

Untuk menghindari terjadinya konflik, sebanyak 2.500 personil Polri dibantu TNI serta Satpol PP disiagakan sejak pendistribusian surat, pemungutan hingga penghitungan suara.

Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Tito Karnavian turut pemantau langsung proses demokrasi di tingkat desa tersebut.

Pada Pilkades di Kabupaten Tangerang, penulis mencatat sempat terjadi gejolak di beberapa desa saat penghitungan berlangsung.

Tim sukses sejumlah calon Kades melakukan pengerahan masa ke kantor desa untuk menggagalkan pengesahan Kades terpilih. Beruntung, aksi masa itu berhasil diredam petugas sehingga konflik tak berujung anarkis.

Sebelum ajang pesta demokrasi bergulir, Polri telah melakukan berbagai upaya, baik pre-emtif maupun preventif ke masyarakat.

Tak hanya itu, sejumlah himbauan Pilkades aman telah disampaikan ke dua stakeholder yakni calon Kades dan Badan Permusyarahan Desa (BPD) sebagai penyelenggara untuk bersikap netral tanpa memihak siapa pun.

Polri bersama TNI menghimbau kepada para calon Kades untuk memiliki mental siap menang dan kalah. Bagi calon yang terpilih, diharapkan tidak bereuforia secara berlebihan.

Untuk calon yang tidak terpilih, dihimbau tidak melakukan pengerahan massa yang mengakibatkan terjadinya tindakan anarkis ataupun pengerusakan.

Apabila menemukan kecurangan, Polri meminta kepada para calon untuk menempuh jalur hukum yang telah disediakan.

Polri dan seluruh elemen Pemerintah bersama masyarakat akan senantiasa mewujudkan kehidupan masyarakat yang demokratis demi terciptanya Harkamtibmas menuju Pembangunan Nasional yang demokratis, sukses, aman dan terkendali.(***)




Polri Siap Amankan Pilkades Serentak

Pertengahan bulan Juli 2015, seluruh masyarakat se-wilayah Kabupaten di seluruh Indonesia akan menggelar pesta demokrasi, yaitu Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) secara langsung.

Oleh: Kompol Gatot Hendro Hartono, SE (Pasis Sespimmen Polri angkatan 55)

Pilkades merupakan “hajatan” demokrasi sekaligus tempat pelatihan masyarakat desa melakukan kegiatan politik secara bebas dan bertanggungjawab dengan harapan akan tumbuh kesadaran politik masyarakat dan dapat memajukan pertumbuhan di desanya.

Tidak terkecuali di wilayah hukum Kabupaten Tangerang yang akan melakukan pilkades secara langsung dan serentak di 78 desa dan kades yang terpilih nanti dapat menyuarakan aspirasi sesuai keinginan masyarakat di desanya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, menyebutkan bahwa Pemilihan Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk desa dari calon yang memenuhi syarat, pemilihan Kepala Desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Pilkades merupakan salah satu ujung tombak pertama untuk penguatan jalannya pemerintah daerah maupun pusat.

Sebagai ajang pesta demokrasi, pilkades tentu tidak lepas dari taktik dan strategi bakal calon (balon) Kepala Desa (kades) dengan harapan dapat menyerap suara sebanyak-banyaknya dari masyarakat.

Atas dasar motivasi balon tersebut dapat muncul berbagai indikasi kecurangan-kecurangan  Salah satu upaya untuk menjaring suara dari masyarakat adalah politik bagi-bagi uang (money politic) ke masyarakat yang memiliki hak pilih.

Bila hal ini tidak dapat diantisipasi oleh Polri sebagai pemelihara kamtibmas, sudah dipastikan dapat menimbulkan gesekan antar pendukung balon kades yang berimbas pada kerawanan Harkamtibmas.

Polri dalam hal ini Polres sebagai Kesatuan Operasional Daerah (KOD) dan Polsek sebagai ujung tombak Polri tidak mengenal lelah melakukan kegiatan pre-emtif dan preventif ke masyarakat, termasuk kepada balon Kades guna menghindari gesekan antar pendukung Kades.

Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Kepolisian diantaranya :

1. Melakukan sosialisasi pilkades aman tertib kepada masyarakat;
2. Pendekatan kepada balon kades, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan tokoh adat pendukung masing-masing balon kades untuk sama-sama menjaga ketertiban dan kelancaran pada saat pilkades;
3. Kapolsek mengumpulkan balon kades masing-masing desa dengan dihadiri Camat dan Danramil untuk menyaksikan deklarasi damai antar balon kades;
4. Tiga Pilar menyaksikan pengambilan sumpah petugas pilkades;
5. Polri bersama TNI dan pemerintah setempat akan disiagakan mulai dari pendistribusian surat suara ke sejumlah desa hingga pada pelaksanaan pemungutan suara di TPS dengan menempatkan personel Polri di sekitar TPS.

Upaya-upaya diatas merupakan contoh kecil kepedulian Polri dalam mengamankan pilkades serentak di masing-masing wilayah, hakekatnya Polri akan tetap melakukan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat sesuai ketentuan UU Kepolisian no. 2 tahun 2002.

Keberhasilan dalam menggelar pesta demokrasi bukan semata-mata upaya Polri semata tapi harus dilaksanakan secara sinergis bersama TNI, Pemda serta seluruh elemen masyarakat dalam mensukseskan pilkades serentak.

SALAM PILKADES DAMAI…!!

 




Keadilan Ruang Untuk Semua Warga Kota

Kabar6-Pagi itu, beberapa waktu yang lalu, aku ingin menikmati ruang Kota Beijing yang berbeda dengan yang semalam aku telusuri.

Oleh; Mukkodas Syuhada

Saat keluar dari hotel, udara dingin menyapa meski matahari sudah mulai terlihat. Berjalan kaki menyusuri kota, dimulai dengan menyebrang jalan melalui zebra cross.

Menyusuri pedestrian yang lebar, aman dan nyaman. Beberapa titik di sudut persimpangan jalan sekunder dan jalan primer dibuat taman sebagai ruang publik.

Selain itu, di beberapa titik jalur hijaunya disediakan fasilitas untuk berolahraga. Tiba di perempatan jalan primer dan Ring Road, aku memilih belok ke kanan, karena yang sebelah kiri sudah aku telusuri semalam.

Jalur yang aku pilih ini adalah model penataan bantaran sungai yang sangat ideal untuk dijadikan contoh kota-kota di Indonesia, termasuk Kota Tangerang Selatan.

Jika kota-kota di Indonesia menganggap sungai sebagai tempat pembuangan limbah yang kotor dan bau, sehingga harus ditutupi viewnya oleh bangunan (orientasi bangunan membelakangi jalan) atau dikuasai oleh para kaum miskin kota, maka di sini, sungai itu dianggap sebagai salah satu ruang kota alami yang mendukung kenyamanan warganya dalam beraktivitas.

Oleh karena itu, orientasi bangunannya menghadap ke sungai dan di kedua sisinya dibuatkan dinding penahan tanah, jalur hijau dengan tempat duduk dibeberapa titiknya, tangga, pedestrian yang lebar, ubin kaum diffable, ram untuk diffable, tempat sampah, tangga untuk naik menuju jalur jalan atau pedestrian bangunan.

Di sisi seberang sungai, menemukan tulisan ‘One World One Dream’. Bagiku, tulisan itu mempunyai makna yang sangat dalam sekali untuk mewujudkan impian warga kota, yaitu “Keadilan Ruang bagi Semua Warga Kota”.

Para manula berolah raga dengan aman dan nyaman, warga mengajak jalan anjing-anjing peliharaannya sambil berinteraksi dengan warga kota lainnya.
Warga yang bersepeda diberikan jalur khusus, yang berkendaraan pribadi juga ada jalurnya, yang ingin menggunakan transportasi massal disediakan bus, kereta dan subway.

Kebersihannya dijaga oleh para pekerja khusus yang mobile menggunakan sepeda motor khusus untuk menyimpan sampah dan peralatannya.

Pedagang kaki lima pun difasilitasi menggunakan jalur pedestrian, tapi diatur waktu dan titik lokasinya serta harus mobile menggunakan sepeda atau kendaraan bermotor.

Sampai diujung jalur pertemuan antara pedestrian, jalan lingkungan dan jalan primer, aku coba memandang balik kawasan yang baru kulalui dari jembatan.

Bahagia sekali warga Kota Beijing ini dengan sistem pemerintahannya dipegang Partai Komunis. Semua warga diberikan ruang yang adil tanpa pandang bulu.

Tanpa terasa, perutku berbunyi tanda minta diisi, dan kulihat ada pedagang kaki lima bertuliskan ‘Breakfast Food’ di samping stasiun untuk moda transportasi subway.

Aku coba pesan makanan semacam roti cane atau martabak telur seharga ¥ 4, porsinya besar sekali. Mungkin karena cuacanya yang dingin dan membutuhkan energi sangat banyak, orang-orang Tiongkok makannya dalam porsi yang besar.

Terpikir ide untuk ruang kota di Indonesia, khususnya di Banten (Kota Tangerang Selatan), antar fungsinya ditanami bambu payung untuk keamanan dan kenyamanan pengguna jalan.

Batangnya yang kecil, tebal dan berumpun bisa menjadi dinding pengaman. Daunnya yang kecil, tinggi dan rimbun bisa menjadi peneduh dan penyaring debu jalanan.

Untuk menambah keindahan kota, di bawahnya bisa ditanami tanaman semak dan bunga. Dibanding memakai beton atau logam sebagai pembatas, lebih baik memakai tanaman atau pohon yang lebih murah, asri dan ramah lingkungan.

Dalam potongan melintang jalanan Kota di Beijing, ada keadilan ruang untuk warganya, dimulai dari bangunan yang berfungsi sebagai hunian, kantor dan tempat usaha.

Di depannya ada jalan selebar 2 m lalu taman atau jalur hijau yang ada sarana olah raganya, kemudian jalur pedestrian yang lebih besar sekitar 4 m – 6 m, ada tempat duduk, tempat sampah, papan informasi, ubin diffable, tempat menyimpan sepeda, kran air untuk menyiram tanaman dan halte, jalur hijau, jalan yang dibagi untuk jalur sepeda dan motor, bus listrik, bus umum dan kendaraan pribadi.

Pada beberapa kawasan, pedestrian bisa digunakan juga sebagai tempat parkir mobil dan loading barang.

Wilayah yang ada sungai atau drainase kota, ditata dengan sangat nyaman sekali, ada tangga, tempat duduk, pedestrian yang lebar sehingga warga bisa beraktivitas olah raga, mengajak jalan anjing peliharaannya, senam, berlari ataupun jalan kaki. Diujung pertemuan dengan jalan utama terdapat stasiun dan taman kota.

Semoga Keadilan Ruang untuk Warga Kota ini bisa diwujudkan di Kota Tangerang Selatan.(***)

*) Penulis adalah Sekretaris Dinas Tata Kota Bangunan dan Permukiman (DTKBP) Kota Tangsel.

**Baca juga: Begal dan Solusi Polmas.