oleh

Caleg Hanura Soroti Gizi Buruk di Banten

image_pdfimage_print

Kabar6-Henny Murniati, seorang calon anggota legislatif (Caleg) DPRD Banten dari Partai Hanura, memberikan perhatian khusus terhadap tingginya kasus balita menderita gizi buruk di Provinsi Banten.

“Saya prihatin kasus gizi buruk di Banten. Ini akan menjadi perhatian saya jika nanti terpilih. Saya akan dorong SKPD terkait dan juga masyarakat untuk aktif memberikan perhatian terhadap gizi buruk,” kata Henny Murniati, Caleg perempuan kelahiran Prabumulih (Sumatera Barat) di Serang, Jumat (21/3/2014).

Menurut Henny, tingginya kasus gizi buruk di Banten tidak bisa disalahkan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tertentu seperti Dinas Kesehatan, karena hal tersebut tidak terlepas dari peran semua pihak termasuk masyarakat, terutama ibu-ibu dalam pola asuh anak.

“Paling utama yang harus diberi pengertian adalah ibu-ibu, mereka harus paham pola asuh anak. Mereka juga harus mengerti makanan bergizi itu seperti apa,” ujar Caleg dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kota Serang tersebut.

Lulusan Sastra Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung ini menyebutkan, yang harus didorong untuk menyelesaikan permasalahan gizi buruk di Banten adalah membangun sumber daya manusia (SDM) perempuan atau ibu-ibu, terutama yang memiliki anak balita.

Dengan SDM yang cukup, maka bisa dipastikan mereka (ibu-ibu) tidak akan membiarkan anaknya terkena gizi buruk.

“Biasanya kasus gizi buruk identik dengan keluarga tidak mampu. Padahal faktanya tidak selalu benar seperti itu, karena ada di antara mereka yang hidupnya cukup namun kadang pola asuh anak yang tidak teratur,” jelas Henny.

Idealnya, kata Henny, masyarakat harus mengetahui anggaran yang dikeluarkan pemerintah Provinsi Banten untuk berbagai bidang seperti pendidikan dan kesehatan.

Masyarakat harus bisa mengontrol ke mana saja alur anggaran tersebut, di antaranya anggaran untuk penanganan gizi buruk.

Berdasarkan data yang diperoleh dari sejumlah sumber, papar Henny, anggaran gizi buruk di Banten pada 2010 sekitar Rp 2,5 miliar, naik pada 2011 menjadi Rp 5,4 miliar dan pada 2012 menjadi sekitar Rp 9,7 miliar.

Sementara dari jumlah balita di Banten sekitar 1,1 juta, terdapat penderita gizi buruk sebanyak 7.213 dan penderita gizi kurang sekitar 53.680 anak.

Henny yang sebelum terjun ke politik aktif sebagai wartawan di sejumlah media cetak dan televisi mengatakan, kegagalan pelayanan bidang kesehatan di semua tempat, biasanya terjadi karena eksekutif dan legislatif lebih mengutamakan pengobatan dibandingkaan pencegahan.

Padahal pencegahan itu lebih dibandingkan pengobatan. “Banten juga masih kekurangan tenaga medis,” kata Henny yang juga Humas Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Provinsi Banten.

Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Gizi Bidang Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) Dinas Kesehatan Banten Andi Suhardi mengatakan, pada 2012 sebanyak 60.893 balita di Banten mengalami gangguan masalah gizi.

Sebanyak 7.213 balita di antaranya mengalami gizi buruk dan 53.680 balita lainnya kekurangan gizi.

Menurut Andi Suhardi, hasil pemantauan status gizi balita di Provinsi Banten tahun 2012 menunjukkan, sebanyak 60.893 balita mengalami gangguan gizi dan 53.680 balita kekurangan gizi. **Baca juga: Panwaslu Tangsel Belum Sikapi Kasus Caleg Money Politic.

Sedangkan pada 2013, sebanyak 1. 164 anak atau sekitar 0,43 persen dari jumlah balita dan 45.438 anak atau 4,16 persen mengalami gizi kurang.(yps)

Print Friendly, PDF & Email