oleh

Bedakan Makan Karena Lapar dengan Hasrat Emosional

image_pdfimage_print

Kabar6-Seringkali saat stres atau mengalami hal pelik, sebagian orang ‘lari’ ke makanan yang dianggap sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah. Jajanan kue manis atau junk food menjadi jenis makanan yang banyak dipilih mereka.

Nah, bagaimana membedakan makan karena lapar dengan makan yang disebabkan hasrat emosional? Melansir Kompas, menurut Psikolog Mel Wells, kuncinya adalah memikirkan apa yang sebenarnya diinginkan selain makanan. “Kalau pernah program diet, maka bisa diterapkan untuk mengabaikan rasa lapar, atau bisa dengan mengalihkan perhatian, tapi bukan mengabaikan hasrat, membenci, atau mencoba mengalihkan perhatian dari makanan. Karena itu, kita perlu mulai merangkul, menghormatinya, dan mengamati makanan dengan saksama,” kata Wells.

Jika melakukan demikian, kata Wells, kita tidak akan merasa seperti ‘budak’ yang diperintahkan untuk memenuhi hasrat tersebut. Ditambahkan, hasrat tersebut malah akan membantu membimbing menuju keinginan yang paling nyata. Wells menjelaskan, ada perbedaan antara makanan dengan hasrat emosional dan rasa lapar. “Hasrat emosional adalah hasrat yang kuat dan tiba-tiba muncul untuk makan makanan saat ini, yang juga menimbulkan rasa panik dan keharusan.”

“Kalau kita membiarkan selama 10-15 menit, maka akan berlalu. Kita pasti sadar kalau masalah tersebut di pikiran, bukan di perut,” jelas Wells. “Sementara kelaparan memang terjadi secara bertahap selama beberapa jam di perut. Itu tidak terasa mendesak dan menyebabkan kepanikan.”

Makan secara emosional memang akan terasa menyenangkan. “Makanan terasa seperti cinta kepada kita dan kita menggunakan makanan untuk mencoba serta mematikan perasaan negatif itu—sayangnya hal itu sementara,” urai Wells. “Bagaimana kalau kita benar-benar berhenti sejenak, berdiam diri dengan perasaan ini, dan bertanya pada diri sendiri dengan jujur apa yang sedang terjadi?”

Caranya adalah berhenti sejenak, bernapas normal, dan tanyakan pada diri sendiri, “Bagaimana perasaan saya sekarang?” Sesederhana itu. Kita juga perlu mendefinisikan perasaan dan kemudian beralih ke sepiring kue, duduk dengan perasaan itu. Kalau lapar, makanlah, tapi makan dengan penuh perhatian, perhatikan makanannya bukan hanya memasukkannya ke dalam mulut dan menelan. Tantangan berikutnya adalah berhenti saat cukup. “Akan ada saat di mana ada keinginan berhenti saat di tengah-tengah makan.”

“Kita punya pilihan untuk berhenti dan membuat pilihan yang lebih baik untuk diri sendiri, atau terus makan tanpa rasa bersalah. “Saya menyarankan agar bertanya pada diri sendiri untuk pilihan tersebut,” katanya. Daripada terus-terusan makan, Wells menyarankan agar melakukan aktivitas seperti yoga, meditasi, mematikan telepon, hingga jalan-jalan saat stres datang. ** Baca juga: Cara Aman ‘Jaga’ Diet Saat Makan pada Menu Prasmanan

Tak salah bila memanjakan diri sesekali dengan makan, tapi disarankan tidak terlalu sering. Saat memperhatikan diri sendiri, maka kita terhubung dan mengirimkan pesan ke tubuh bahwa siap untuk berkompromi untuk langkah selanjutnya, apakah rasa lapar atau keinginan emosional semata.(ilj/bbs)

Print Friendly, PDF & Email