oleh

Bawaslu Sebut 6 Kerawanan Pemilu di Kota Tangerang

image_pdfimage_print

Kabar6-Ketua Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Kota Tangerang, Agus Muslim menyatakan ada sejumlah catatan penting evaluasi pada pemilu 2019 lalu yakni tidak ada proses Pemilu yang digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Pemilu 2019 catatan adalah dalam itu tidak ada yang digugat di MK, ini catatan penting. Kalau di 2024 ada yang menggugat berarti itu catatan terburuk kami. Konsekuensinya penyelenggara harus serius, beri rasa aman dan nyaman kepada peserta pemilu,” ujar Agus dalam diskusi Fraksi Teras yang diselenggarakan oleh Solusi Movement dengan tema kesiapan KPU menghadapi tahapan pemilu 2024, di pelataran Pemkot Tangerang, Selasa, (21/6/2022).

Ia menjelaskan terdapat 6 catatan penting yang harus diantisipasi berdasarkan Indeks kerawanan pemilu (IKP). IKP tersebut ditemukan yakni, pemuktahiran data pemilih. Dimana, KPU harus memastikan data pemilih dan menyesuaikannya. Lalu, money politic, penyebaran hoaks, beban kerja Evaluasi 2019 dan salah tafsir antara KPU dan Bawaslu soal urusan Pemilu.

“Kemudian, pendistribusian logistik. Di 2019 banyak titik yang salah itu kesalahan dari kita sehingga pada 2019 ada 56 titik yang di PSU karena salah titik,” jelasnya.

Pengamat politik, Munadi mengatakan tahapan pemilu sudah diatur dalam undang-undang atau PKPU. Bawaslu dan KPU hanya tinggal menjalankan saja. Meski demikian, menjadi persoalan adalah polarisasi pemilu.

“Yang ada di polarisasi tahapnya politik ya masyarakat, media itu kan juga punya peran sebagai penyebar luar informasi,” katanya.

Menurutnya, polarisasi kalau dikembangkan oleh partai politik kurang baik. Namun, partai politik harus membangun sebuah kondisi yang kondusif.

“Karena sumber itu kalau masyarakat sangat tidak mungkin. Ada informasi dari masyarakat dari media dan media sosial. Nah Ujungnya kan kepentingan ketika dia (partai politik) ingin menang maka dia ngebunuh secara politik calon lain. Maka disana lah terjadi polarisasi,” jelas Munadi.

Penyebaran berita hoaks, isu rasis telah terjadi sejak lama. Munadi mengatakan ada potensi partai politik untuk mengemas itu agar menang dalam pesta demokrasi ini. Kendati harus ada kesadaran berbagai stakeholder.

“Ini perlu kesadaran juga , sebenarnya kan parpol sudah cukup baik, tapi ada juga karena kepentingan politik lebih dominan ada hal tertentu yang kadang, karena ingin menang jadi lakukan bermacam cara,” katanya.

Contohnya saja, pengawasan di media sosial yang dilakukan oleh Bawaslu. Bawaslu hanya mengawasi media sosial partai yang telah didaftarkan.

**Baca juga: KPU Kota Tangerang Bakal Bangun Kampung Demokrasi di Larangan

“Yang tidak terdaftar siapa yang mengawasi, nah ini perlu regulasi memang harus di kuatkan. Siapa yang bikin itu? Ya parlemen, parlemen dari mana? Ya partai politik. Nah ini saling terkait semuanya. Masyarakat juga jangan terbawa arus,” ungkapnya.

Pemerintah juga berperan penting dalam menciptakan iklim politik yang kondusif. Maka polarisasi menjadi tanggung jawab bersama baik partai politik, masyarakat hingga pemerintah. (Oke)

Print Friendly, PDF & Email