oleh

Akibat Krisis Ekonomi, Wanita di Lebanon Alami ‘Kemiskinan Datang Bulan’

image_pdfimage_print

Kabar6-Menurut organisasi non-pemerintah Lebanon, Fe-Male, efek pandemi COVID-19 membuat ledakan pelabuhan Beirut yang mematikan dan ekonomi yang mengerikan, sehingga para wanita Lebanon kini terpaksa menghadapi kenaikan 500 persen untuk harga produk menstruasi.

Istilah ‘Kemiskinan Datang Bulan’, melansir MSN, muncul karena sulitnya akses ke produk sanitasi, tempat yang aman dan higienis untuk menggunakannya, dan hak mengelola menstruasi tanpa rasa malu atau stigma. Masalah ini pun menjadi isu yang meluas di Lebanon. Saat ini, satu paket pembalut yang biasanya seharga Rp29 ribu, melonjak menjadi Rp125 ribu hingga Rp304 ribu.

Itu artinya, seorang wanita di Lebanon rata-rata akan menghabiskan dana sekira Rp869 rib hanya untuk membeli pembalut saja setiap bulan. Karena tidak ada pilihan lain yang terlihat, banyak yang terpaksa mencari alternatif, seperti menggunakan koran, kain bekas atau kertas tisu.

“Semua bahan itu sangat tidak higienis dan menyebabkan masalah kesehatan yang tidak mampu mereka tangani,” ungkap salah satu pendiri inisiatif Dawrati Line Masri. ** Baca juga: Rani, Sapi di Bangladesh Setinggi 51 Cm Dianggap Terpendek di Dunia

“Ini sangat menyedihkan, itu memalukan. (Perempuan) menggunakan kertas tisu. Beberapa dari mereka memotong popok anak mereka menjadi dua sehingga mereka dapat menggunakannya juga. Mereka menggunakan koran. Mereka menggunakan kain tua. Sangat memalukan, dan yang terpenting tidak higienis sama sekali,” tambah Masri.

Ribuan warga Lebanon telah terjerumus ke dalam kemiskinan yang menurut Bank Dunia sebagai salah satu dari tiga krisis keuangan global terburuk sejak pertengahan abad ke-19.

Masri meluncurkan Dawrati yang berarti siklus menstruasi dalam bahasa Arab, bersama temannya Rana Haddad pada Mei 2020, di tengah krisis keuangan dan puncak wabah virus corona.

Kedua wanita itu memperhatikan, sementara paket bantuan dari organisasi non-pemerintah (NGO) mulai memasukkan masker dan pembersih wajah, beberapa barang penting hilang yakni produk menstruasi.

“Perempuan di Lebanon sedang mengalami krisis ekonomi dan keuangan. Kami mengalami ledakan ganda di pelabuhan Beirut, keruntuhan ekonomi. Kami sedang melawan COVID. Jadi semua ini sudah merugikan orang pada umumnya, dan lebih khusus lagi bagi wanita, yang tidak mampu lagi membeli pembalut menstruasi,” terang Masri.

Bagi warga Tripoli, Sahar Yahya, kondisi ini mendorong dia dan banyak temannya untuk mencari merek yang lebih murah dan memotong barang-barang rumah tangga lainnya.

“Produk menstruasi adalah prioritas, jadi kami mengubah merek yang kami gunakan. (Kami) mencari yang lebih murah. Secara umum, keluarga Lebanon mengubah prioritas mereka. Kami memotong produk yang tidak perlu untuk membeli barang-barang penting,” jelas Yahya.

Dilanjutkan, “Harga (produk menstruasi) naik 10 kali lipat. Ini meningkat dari hari ke hari, menurut nilai tukar dolar. Pembalut digunakan untuk menjadi 4.000 lira Lebanon. Sekarang, harganya menjadi 28 ribu karena pertukaran dolar.”.

Dawrati dan organisasi lokal lainnya secara teratur menyumbangkan peralatan menstruasi untuk wanita di seluruh Lebanon. Jika inflasi berlanjut pada tingkat saat ini, pada akhirnya tidak ada yang mampu membagikan paket-paket kebutuhan pokok.(ilj/bbs)

Print Friendly, PDF & Email