oleh

Warning Politisi PPP Bahaya Hoax yang Berseliweran di Medsos

image_pdfimage_print

Kabar6-Informasi bohong atau hoax masih berseliweran di media sosial (medsos) dan bisa menimbulkan keributan di dunia nyata. Masyarakat maupun netizen, harus bisa memilah dan menyaring informasi tersebut.

Syaifullah Tamliha, anggota Komisi I DPR-RI dari fraksi PPP memaparkan dalam Webinar Series: Ngobrol bareng Legislator bertajuk Bersama Lawan Kabar Bohong (Hoaks) menyatakan bahwa, masyarakat harus berhati-hati dalam menyikapi berita hoaks.

“Hoax atau fake news bukan sesuatu yang baru, dan sudah banyak beredar sejak Johannes Gutenberg menciptakan mesin cetak pada tahun 1439. Sebelum zaman internet, hoax bahkan lebih berbahaya dari sekarang karena lebih sulit untuk diverifikasi,” tutur Syaifullah.

**Berita Terkait: Bersama Lindungi Data Pribadi di Platform Digital

Ada beberapa karakteristik informasi yang mencirikan hoaks, di antaranya mengakibatkan kecemasan, kebencian, dan permusuhan. Sumber berita tidak jelas, serta biasanya memberitakan suatu kejadian dengan tidak terverifikasi dan berimbang, serta cenderung menyudutkan pihak tertentu. Isi dari berita hoaks juga bermuatan fanatisme, provokatif, menghakimi, serta menyembunyikan fakta dan data sebenarnya. Jenis-jenis berita hoaks antara lain berita bohong, tautan jebakan, bias konfirmasi, misinformation, satire, dan post-truth.

Munculnya hoaks disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, rendahnya tingkat literasi yang membuat sulitnya memilah konten positif atau negatif di internet, rendahnya tingkat literasi yang diiringi oleh kelemahan berpikkir kritis terhadap informasi yang diterima, dan gaptek atau lemah dalam literasi digital.

Samuel A. Pangerapan, selaku Dirjen Aptika Kemkominfo menyampaikan bahwa saat ini indeks literasi digital Indonesia masih berada pada angka 3,49 dari skala 5, yang artinya, masih dalam kategori sedang belum mencapai tahap yang lebih baik. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa memang masyarakat Indonesia harus paham tentang berita hoaks dan bersama melawan penyebaran berita hoaks yang marak di media sosial.

“Diperlukan mekanisme saring informasi agar tidak mendapat berita hoaks serta warning system pada otak kita agar dapat membedakan berita sebenarnya dengan berita hoaks,” tambah Khairi Fuady, selaku tenaga ahli Wamentan.

Seiring perkembangan ruang digital di Indonesia maka akan naik juga risiko kejahatan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan menyebarkan berita hoaks demi keuntungan pribadi maupun kepentingan kelompoknya. Oleh karena itu, dalam mencerna berita atau informasi yang diperoleh diperlukan kecermatan bagi penerima berita dalam mencerna berita agar tidak mempercayai berita hoaks yang tersebar.

Tata cara untuk menghidari berita hoaks yaitu dengan mencari kebenaran berita yang tersebar, mematuhi kode etik jurnalistik yang ada dengan cara menghadirkan pro dan kontra berita yang ada. Dengan itu masyarakat dapat memilah dan membandingkan informasi yang ada.

“Cara untuk mengetahui apakah suatu berita adalah hoaks diantaranya dengan mengecek keaslian sumber berita, memeriksa fakta, serta berhati-hati dengan judul yang bersifat provokatif,” tegas Khairi.(Dhi)

Print Friendly, PDF & Email