oleh

WALHI (1) : Soal Limbah PT Cing Luh Itu Terkait Upeti

image_pdfimage_print

Kabar6 – Pelanggaran aturan lingkungan hidup yang dilakukan PT Ching Luh Indonesia yang memproduksi sepatu Adidas hingga kini belum menemukan jalan keluar.

Menurut Manager Kampanye Perkotaan, Advokasi dan Energi dari organisasi independen, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Dwi Sawung, hal ini bisa diduga adanya pemberian upeti kepada instansi pemerintah. 

“Biasanya para investor industri limbah itu banyak yang berasal dari luar negeri seperti Korea dan Taiwan. Mereka lebih nyaman berkoordinasi dengan instansi dinas lingkungan dan kepolisian ketimbang membenahi masalah pelanggaran limbahnya. 

Alasannya mereka tidak perlu repot untuk mendapatkan ijin atau rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Perhubungan,” kata Dwi Sawung kepada Kabar6, Selasa (11/4/2017).

Dwi Sawung mengungkapkan beberapa pola yang dilakukan pemain limbah di beberapa kota Industri termasuk diantaranya di Kabupaten Tangerang.

“Pola dari permainan limbah termasuk limbah yang beracun, selain memberikan upeti kepada instansi, mereka juga mencampur hasil limbah yang beracun dengan limbah yang tidak beracun. Jika keduanya dicampur hasilnya sudah tentu dimasukkan ke pengelolaan limbah yang tidak beracun,” imbuhnya.

Ia menjelaskan ada dua cara untuk merekatkan sepatu, pertama dengan sistem Water Base dan kedua Solvent Base. Menurut dia, Solvent Base salah satu limbah cair yang beracun yang memiliki daya rekat kuat.

“Water Base itu pelarut yang menggunakan air sementara Solvent Base pelarut yang seperti thinner karena berminyak. Solvent Base itu lebih memiliki waktu rekat yang lebih lama dari Water Base,” katanya.

Proses pengecekan ada tidaknya limbah cair B3 itu disebutkannya sangat gampang. Ia mengatakan tidak perlu ke laboratorium cukup ditanyakan berapa banyak limbah yang dihasilkan dan sesuaikan dengan ijin penyimpanan sementara yang dikeluarkan dinas lingkungan hidup setempat.

“Staf lingkungan hidup yang detil dan paham dengan limbah cair B3, akan menanyakan berapa banyak limbah yang dihasilkan oleh produsen atau pabrik sepatu itu. Jika kurang dan tidak sesuai dengan ijin penyimpanan sementara yang dikeluarkan, maka bisa dipastikan ada pelanggaran. Selanjutnya ditanyakan saja apakah produsen itu memiliki surat manifest dengan pihak ketiga yang khusus menangani semua jenis limbah B3, ” katanya.

Ia menegaskan, laporan limbah, apalagi yang beracun itu wajib diberikan setiap tiga dan enam bulan kepada dinas lingkungan. Selanjutnya dinas lingkungan harus melakukan pengecekan dari laporan tersebut.

“Laporan limbah itu wajib diberikan setiap tiga dan enam bulan kepada dinas lingkungan setempat. Laporan itu berisi limbah-limbah apa saja yang dihasilkan, termasuk laporan limbah beracun. Dinas lingkungan harus melakukan pengecekan dari laporan tersebut. Jika tidak tepat, maka dinas itu harus segera melaporkan temuannya kepada aparat hukum (polisi-red), agar bisa segera ditindaklanjuti. Nah disitu biasanya baru ditentukan besar kecilnya nilai upeti yang diberikan,” kata Dwi Sawung.

Ia mengingatkan pejabat setempat yang tidak fokus menangani urusan lingkungan hidup telah melanggar undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 112.

“Untuk Tangerang yang disebut sebagai kota seribu industri, setidaknya dibutuhkan minimal 15-20 orang yang fokus di bagian limbah. Jika kurang daripada itu, sangat tidak mungkin tidak ditemukan kesalahan dalam pengelolaan limbah. Bila mereka tidak melaporkan temuan sesuai fakta lapangan, mereka bisa dijerat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 112,” ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, pabrik sepatu Adidas di Jalan Raya Serang KM 14, Desa Telaga Sari, Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang disebut-sebut belum melengkapi administrasi pengelolaan limbah beracun (B3).

Kepala Seksi Penanganan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup Pemkab Tangerang, Yulia menegaskan PT Ching Luh Indonesia baru melengkapi persyaratan ijin pengelolaan air limbah (IPAL) dari Laboratorium.

“Mereka baru memberikan surat IPAL tahun 2016 sampai bulan Juni. Sementara surat yang paling penting dari pihak ke tiga tidak pernah ada atau diberikan kepada kami,” kata Yulia kepada Kabar6, Tangerang, Selasa (4/4/2017).

Yulia mengaku pihaknya sudah mengirimkan teguran kepada perusahaan pabrik Adidas itu untuk menyerahkan surat pengelolaan limbah tersebut.

“Sampai saat ini belum ada respon yang diberikan pihak mereka atas surat yang kami berikan,” katanya.

Pihak kejaksaan yang mengetahui adanya penyalahgunaan air limbah beracun menegaskan akan segera melakukan pengecekan ke lapangan.(tim K6)

Print Friendly, PDF & Email