oleh

Tenaga Honorer Nilai Pemprov Banten Diskriminasi Soal Upah

image_pdfimage_print

Kabar6-Wakil Ketua Umum Forum Pegawai Non PNS Banten Non Kategori (FPNPB-NK), Asep Saiful menilai, Pemerintah provinsi (Pemprov) Banten telah berbuat diskriminatif kepada tenaga honorer dilingkungan Pemprov Banten soal upah.

Menurutnya, sebagai motor pemerintahan, seharusnya honer bisa mendapatkan upah yang layak.

Tidak seperti selama ini terjadi, kata Asep, honorer khususnya non kategori setiap bulannya hanya mendapatkan upah yang minim, bahkan jika dibandingkan dengan kaum buruhpun masih kalah jauh.

Oleh karena itu, pihaknya berharap Pemprov tidak tebang pilih dalam merumuskan skala upah kepada sesama pekerjanya.

“Agar tidak tebang pilih atau yang biasa saya sebut sebagai diskriminasi upah. Hal ini yang kerap membuat kami bingung, beban kerja sama kok HAK nya dbedakan,” terang Asep, kepada kabar6.com, kemarin.

Menurutnya, anggaran belanja pegawai dilingkungan Pemprov Banten sudah mencapai Rp2,2 trilun tahun 2019 ini.

Namun, dari angka belanja pegawai yang fantastis tersebut, kata Asep, upah tenaga honorer non kategori 5 persennyapun tidak.

Sebanyak 6.325 tenaga honorer non kategori ada dilingkungan Pemprov Banten.

Untuk diketahui, tahun 2019 ini, upah atau ongkos bulanan (OB) tenaga honorer Non kategori, sesuai ketetapan SSH untuk jenjang pendidikan SD/SLTP mendapatkan Rp1,3 juta, jenjang pendidikan SMA/D1/D2 Rp1,45 juta, D3 Rp1,6 juta, S1/D4 Rp1,75 juta, S2 Rp2 juta.

Serupa untuk tenaga honorer kategori 1 dan 2, SD/SLTP Rp 1,9 juta, SMA/D1/D2 Rp 2,1 juta, D3 Rp 2,4 juta, S1/D4 Rp 2,6 juta, S2 Rp 2,8 juta.

Sedangkan usulan untuk tahun 2020, tenaga honorer non kategori direncanakan untuk mendapatkan OB bagi SD/SLTP Rp1,8 juta, SMA/D1/D2 Rp1,95 juta, D3 Rp2,1 juta, S1/D4 Rp2,25 juta, S2 Rp2,5 juta.

Sedangkan untuk kategorin1 dan 2 untuk SD/SLTP Rp2,4 juta, SMA/D1/D2 Rp2,6 juta, D3 Rp2,9 juta, S1/D4 Rp3,1 juta, S2 Rp3,3 juta.**Baca juga: Honorer Banten, Kerja Kantoran, Tapi Upah Kalah Jauh Dengan Buruh.

Sekda Banten, Al Muktabar mengaku, pemerintah belum membahas hal tersebut lebih jauh. “Belum dibahas. Kemungkinan ada kajian lagi,” katanya.(Den)

Print Friendly, PDF & Email