1

Delegasi Terpukau Bali saat Kunjungan Wisata Akhir World Water Forum ke-10

Kabar6-Menutup rangkaian World Water Forum ke-10 di Bali, delegasi dan peserta diajak berwisata atau field trip ke tiga tempat yaitu Museum Subak, Danau Batur, dan Desa Wisata Jatiluwih.  Ketiga tempat itu menggambarkan bagaimana masyarakat Bali memperlakukan dan mengelola air dalam kehidupan sehari-hari.

Museum Mandala Manthika (dulu bernama Museum Subak) di Kabupaten Tabanan, Bali pada Sabtu (25/5/2024) misalnya, delegasi diperkenalkan dengan koleksi peralatan pertanian tradisional hingga modern berikut sejarahnya, tertata rapi sehingga bisa memberikan pengetahuan bagaimana tata kelolanya yang terus mengikuti perkembangan zaman tanpa mengganggu alam.

Salah seorang peserta field trip dari Global Water Partnership Swedia Yumiko Yasuda mengaku sangat terinspirasi dengan sistem irigasi Subak di Bali.

**Baca Juga:Proses Transformasi Perusahaan, Perum Bulog Resmi Luncurkan Logo Baru

“Saya ingin mempelajari lebih jauh bagaimana masyarakat Bali melakukannya, apalagi ini terkait dengan budaya dan agama,” ucapnya.

Dikelola oleh Dinas Kebudayaan Kabupaten Tabanan, Mandala Manthika merupakan museum khusus tipe A yang dipelopori dan digagas oleh Gubernur Bali periode 1978-1988 Dr. Ida Bagus Mantra. Setelah diresmikan pada tahun 1991, museum ini direstorasi oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada 2023 dan selesai pada 2024, menjelang perhelatan World Water Forum ke-10.

Ni Nyoman Mirahwati, pemandu Mandala Manthika menyampaikan, museum ini menyimpan berbagai koleksi alat pertanian dari berbagai sejarah peradaban manusia yang dibagi menjadi tiga seksi.

Seksi pertama, menyimpan berbagai artefak yang berhubungan dengan sejarah dan perkembangan irigasi negara China, Jepang, dan Korea. Seksi kedua, menyimpan informasi tentan sistem irigasi Nusantara, yakni dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Maluku. Sementara seksi ketiga, khusus menampilkan berbagai informasi dan benda koleksi terkait sistem irigasi Subak. Seksi ini menampilkan proses pra-penanaman, masa menanam, hingga proses memanen padi. Para peserta dan delegasi juga menyaksikan tayangan video dokumenter tentang Subak.
Pesona Gunung Batur

Tak jauh berbeda dengan peserta dan delegasi yang mengunjungi Danau Batur Kabupaten Bangli. Pesona dan keindahan alam berpadu sempurna dengan udara yang sejuk di danau yang terbentuk dari kaldera letusan Gunung Batur puluhan ribu tahun yang lalu.

“Pemandangan di sini indah sekali, udaranya juga segar,” kata peserta dari Pacific Community Fiji Dave Hebblethwaite sembari terus mengabadikan Danau Batur melalui kamera smartphone saat berada di Dermaga Kedisan.

Dave mengaku merasakan koneksi antara Bali dan Fiji karena sama-sama berada dalam jalur gunung api di kawasan Pasifik. “Berarti kita berada di jalur gunung api yang sama. Sepertinya kita terkoneksi,” kata Dave yang baru pertama kali ke Indonesia itu.

Kekaguman juga diungkapkan peserta field trip asal Ghana, Afrika Emmanuel Korsah. Ia merasa nyaman selama tinggal di Bali karena iklim negaranya tak jauh berbeda dengan Indonesia. Menurutnya, Bali memiliki banyak tempat yang menarik dengan keramahan warga dan keunikan budaya yang sulit ditemukan di tempat lain. Korsah yang bekerja di Ghana Water Ltd itu mengaku sangat tertarik untuk menjelajah berbagai tempat di Bali.

“Saya tidak mau hanya tahu jalan dari hotel ke tempat pertemuan saja. Saya membiasakan diri untuk mencari tahu bagaimana tempat tersebut, bagaimana kehidupan masyarakatnya, mengambil beberapa foto, sehingga jadi momen yang tersimpan di memori saya. Very nice,” kata Korsah.

Usai mengunjungi Danau Batur, para peserta field trip kemudian mengunjungi Pura Jati Segara, Agromina Songan, Hutan Pinus Glagah Lingga, Ubud Water Palace, dan berakhir di Pasar Seni Ubud.

Di Agromina Songan, peserta berinteraksi dengan petani setempat yang tergabung dalam Kelompok Tani Eka Tunas Merta Songan. Para peserta berkesempatan untuk mencoba memanen pakcoi, sayuran sejenis sawi dari keluarga Brassicaceae. Di lokasi ini, pakcoi ditanam dengan sistem pertanian menggunakan air yang terbatas di lerang Gunung Batur.
Sementara peserta asal Nepal Santosh dibuat kagum melihat kemampuan para petani yang tetap produktif dengan keterbatasan air.

Menampi Beras di Jatiluwih

Lain lagi dengan peserta dan delegasi yang berkunjung ke Desa Wisata Jatiluwih yang langsung ikut menampi beras sekaligus menyaksikan beragam tanaman Anggrek dan Kaktus.

Sebelum memasuki area, rombongan disambut puluhan perempuan asli Jatiluwih, berbaris di kanan dan kiri jalan. Para perempuan berbaris menyambut para peserta, sambil menari Tari Metangi.

Manager Desa Wisata Jatiluwih, John K Purna mengatakan, Tari Metangi ini mencerminkan semangat baru. Arti Metangi ini dalam bahas Bali maupun bahasa Indonesia adalah bangun, sehingga sambutan tari ini diharapkan menjadi semangat bagi masyarakat Bali dan dunia untuk mempertahankan keberlangsungan air bagi kehidupan.

“Semua penari adalah warga Jatiluwih. Kami ingin mempersembahkan yang terbaik untuk para peserta field trip World Water Forum ke-10. Semua warga dan aparat desa di sini diterjunkan. Kami senang sekali pesertai berkunjung ke sini,” jelasnya.

Setelah disambut tarian, sejumlah peserta terlihat antusias ikut mencoba untuk menampi beras bersama ibu-ibu masyarakat setempat. Sesekali mereka nampak tertawa bersama terutama saat beberapa peserta canggung dan merasa kesulitan melempar serta menangkap kembali butiran beras-beras saat menampi.

Menampi merupakan cara membersihkan (beras, padi, kedelai, dan sebagainya) dengan menaruh sejumlah beras di taruh tampah (serupa nampan berbentuk bulat terbuat dari anyaman bambu), lalu melakukan gerakan turun-naik sebagai cara untuk memilah beras yang kurang baik.

“Jangan sampai tumpah berasnya, ya, kalau lagi dilempar-lempar, ya,” kata ibu dari warga Jatiluwih, yang tengah mengajari salah peserta.

Selama perjalanan di persawahan terasering Jatiluwih, yang tengah tumbuh padi beras merah lokal Cendana, peserta sangat kagum dan mengabadikannya dengan kamera sambil berswa foto. Sawah terasering ini menerapkan sistem subak yang dalam prosesnya melalui 15 tahapan upacara adat Bali setiap musim tanam datang. Subak Jatiluwih memiliki luas 303 hektar dan yang efektif ditamani padi seluas 227 hektare.
Wayan Mustra, Pekaseh Subak Jatiluwih menjelaskan bahwa cara tanam ini sudah diterapkan turun-temurun secara bertahun-tahun. Tidak ada warga yang berani melanggar tahapan upacara yang telam menjadi aturan (awig-awig) yang sudah diterapkan masyarakat setempat sejak dulu.
Menutup field trip sesi Tabanan, para peserta menikmati Anggrek dan Kaktus di Kebun Raya Bali, di Beduguli. Sesampainya perjalanan di Kebun Raya Bali, peserta segera menikmati pemandangan warna-warni Anggrek dari berbagai jenis.
Tanaman Kaktus juga tak kalah menarik menjadi perhatian peserta field trip. Kaktus-kaktus beragam ukuran dan jenis itu berada di dalam rumah kaca untuk menghindari dari kelembaban, di atas tanah seluas 500 meter persegi.
“Keseluruhannya ada 225 jenis tanaman, termasuk sukulen dan kaktus, paling tua usianya 50 tahun. Nah, yang paling unik adalah Golden Bowl. Tanaman di Taman Anggrek ini ada yang dari Meksiko, Jerman, Belanda, dan Amerika Serikat. Ada juga yang sampai saat ini belum diketahui identitasnya dan masih dalam tahap penelitian,” jelas Putu Edi Sutama, petugas Kebun Raya Bali, kepada beberapa peserta sambil berkeliling melihat-lihat tanaman. (red)

 

 




Indonesia Serukan Penyelamatan Danau di World Water Forum ke-10

Kabar6-Dalam salah satu High-Level Panel World Water Forum ke-10 di Bali, Indonesia menyampaikan seruan kepada seluruh pemangku kepentingan untuk melakukan upaya menyelamatkan ekosistem peraian danau. Panel yang bertajuk “Seruan Mendesak untuk Menyelamatkan Danau Kita: Mempromosikan Agenda Global dan Upaya Kolaboratif untuk Pengelolaan Danau Berkelanjutan, serta Meningkatkan Momentum Hari Danau Sedunia.”

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Siti Nurbaya dalam pidato kuncinya yang dibacakan oleh Wakil Menteri LHK, Alue Dohong dalam High-Level Panel tersebut menyampaikan terima kasih atas respons positif dari berbagai pihak terhadap undangan Pemerintah Indonesia untuk menghadiri panel tingkat tinggi ini.

**Baca Juga:Prabowo Diharapkan Bisa Lakukan Pendekatan Baru yang Lebih Kontributif terhadap Kemerdekaan Palestina

World Water Forum ke-10 merupakan momentum dan kesempatan untuk berbagi pemikiran dan mengangkat isu-isu penting dalam upaya menyelamatkan ekosistem lahan basah yang unik dan bernilai tinggi, yaitu danau-danau yang sangat rentan terhadap tekanan di sekitarnya.

“Danau, baik alami maupun buatan, menyediakan 87 persen dari air tawar di permukaan bumi dan merupakan sumber signifikan bagi layanan ekosistem, termasuk penyediaan air untuk konsumsi manusia, kesehatan, pangan, dan energi terbarukan,” ujar Siti, Selasa (21/5/2024).

Danau juga dikatakannya memainkan peran penting dalam siklus makanan, pemurnian air, iklim, keanekaragaman hayati, serta mendukung kegiatan rekreasi dan tradisional.

Indonesia pun menyoroti pentingnya menjaga kesehatan ekosistem danau untuk mengatasi ancaman bencana terkait air, tantangan lingkungan global seperti perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati, serta mendukung pencapaian Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030, terutama tujuan keenam tentang jaminan ketersediaan dan pengelolaan air serta sanitasi yang berkelanjutan untuk semua.

Menteri Siti dalam kunci tersebut mengingatkan bahwa tujuan keenam belum berada di jalur yang tepat untuk mencapai target pada 2030, dan volume danau air tawar juga dilaporkan menurun hingga setengahnya, dengan lebih dari setengah danau terbesar di dunia mengalami penyusutan akibat tekanan besar dari penggunaan air dan cekungan yang berlebihan serta krisis iklim.
Untuk mengatasi tantangan ini, banyak negara, termasuk Indonesia, telah memulai gerakan nasional untuk menyelamatkan ekosistem danau sejak tahun 2009, diikuti dengan pembentukan kebijakan, pedoman, dan rencana aksi untuk menyelamatkan danau-danau prioritas.

Menteri Siti pun mengapresiasi UNEP atas dukungan penuh dalam mengangkat manajemen danau ke agenda global, serta berbagai upaya lainnya yang telah dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan pentingnya manajemen danau berkelanjutan.
Menteri Siti Nurbaya juga menyampaikan apresiasi atas adopsi Resolusi UNEA 5/4 tentang Manajemen Danau Berkelanjutan pada 2 Maret 2022, yang menjadi tonggak penting dalam manajemen danau secara global.

Ia menekankan bahwa manajemen danau yang berkelanjutan harus menjadi komponen integral dalam menyeimbangkan perlindungan lingkungan dan pembangunan ekonomi.

Terakhir, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia mengajak semua pihak untuk mengembangkan komitmen konkret dalam tindakan kolaboratif untuk manajemen danau berkelanjutan, dengan menetapkan target dan indikator yang disepakati untuk memantau dan mengevaluasi kemajuan implementasi tindakan kolaboratif ini.(red)

 




Belajar dari Tsunami Aceh, World Water Forum ke-10 Dorong Kolaborasi Peringatan Dini Bencana

Kabar6-Pentingnya sistem peringatan dini bencana di berbagai belahan dunia menjadi pembahasan dalam High Level Panel di rangkaian World Water Forum ke-10 di Bali Nusa Dua Convention Center, Bali.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menegaskan bahwa peristiwa tsunami Aceh yang terjadi saat Indonesia sama sekali belum memiliki sistem peringatan dini, tidak boleh terulang kembali.

Tsunami Aceh yang terjadi 20 tahun lalu masih menjadi sebuah mimpi buruk. Saat itu, kebanyakan orang Indonesia tidak tahu apa itu tsunami. “Bahkan saya sebagai ahli geologi, saya tahu dari buku teks bahwa tsunami itu bla bla bla. Faktanya saat itu terjadi, kami seperti kehilangan akal sehat,” kata Dwikorita yang juga menjabat Executive Council World Meteorological Organization (WMO) dalam high level panel ke-8 bertopik “Early Warning for All”, dikutip Rabu  (22/5/2024).

**Baca Juga:Cak Nawa Tolak Diusulkan Jadi Calon Bupati Tangerang

Pada peristiwa itu, korban jiwa mencapai ratusan ribu orang di Indonesia dan di seluruh dunia. Kerugian diperkirakan mencapai miliaran dolar. Kejadian yang membuat Indonesia belajar banyak. Pemerintah Indonesia pun melakukan reformasi dengan mengembangkan sistem digital dan mengesahkan Undang Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pemerintah juga menambahkan kurikulum untuk belajar tentang bencana tsunami di sekolah.

Berkaca dari sana, para panelis mendorong kerja sama dan kolaborasi internasional untuk mewujudkan “Peringatan Dini bagi Semua”.

Para panelis yang berasal dari berbagai organisasi internasional saling bertukar pandangan dan pengalaman tentang sistem peringatan dini. Mereka di antaranya Ketua Asia Pacific Water Forum Changhua Wu, Presiden Sidang Majelis Umum PBB ke-77 Csaba Korosi, Secretary General of World Meteorological Organization (WMO) Prof. Dr. Celeste Saulo, UNESCO Assistant Director General for Natural Resources Dr. Lidia Arthur Brito, Wakil Menteri Transportasi dan Pariwisata Infrastruktur Pertanahan Jepang, Koyari Takashi dan Executive Secretary and CEO Global Water Partnership, Alan AtKisson.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Sumber Daya Air dan Irigasi Mesir, sekaligus Ketua Dewan Menteri Afrika untuk Air (AMCOW) Prof. Dr. Hani Atef Nabhan Sweilam mengisahkan keberhasilannya dalam menerapkan peringatan dini di Afrika. (red)




Di WWF Bali, Presiden Tekankan Solidaritas Global dalam Tata Kelola Air

Kabar6-Presiden Joko Widodo membuka Sesi Pertemuan Tingkat Tinggi atau High Level Meeting Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) World Water Forum ke-10 dengan menekankan urgensi kolaborasi global dalam mengelola sumber daya air untuk menghadapi tantangan yang makin kompleks di masa depan.

Dalam sambutannya, Presiden menggambarkan air sebagai “the next oil”, menyoroti pentingnya air untuk keberlanjutan ekonomi dan ekologi global.

“Bank Dunia memperkirakan, kekurangan air bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi hingga 6 persen hingga tahun 2050,” ungkap Presiden Joko Widodo di Bali International Convention Center (BICC), Kabupaten Badung, Provinsi Bali pada Senin (20/5/2024).

**Baca Juga:Menkumham: PRISMA 2.0 Perbaikan dan Pembaruan Aplikasi Bisnis dan HAM

“Kelangkaan air juga dapat memicu perang serta bisa menjadi sumber bencana. Too much water maupun too little water, keduanya dapat menjadi masalah dunia,” lanjutnya.

Dalam forum tersebut, Presiden Jokowi memaparkan upaya Indonesia dalam memperkuat infrastruktur airnya selama dekade terakhir, termasuk pembangunan 42 bendungan, 1,18 juta hektare irigasi, 2.156 kilometer pengendali banjir dan pengaman pantai, serta merehabilitasi 4,3 juta hektare jaringan irigasi.
“Air juga kami manfaatkan untuk membangun PLTS Terapung Waduk Cirata sebagai PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara,” jelasnya.

Lebih lanjut, Presiden Jokowi menegaskan bahwa Forum Air Sedunia ke-10 ini sangat strategis untuk merevitalisasi aksi nyata dan komitmen bersama dalam mewujudkan manajemen sumber daya air terintegrasi.

Untuk itu, Presiden Jokowi mendorong tiga hal secara konsisten, yakni meningkatkan prinsip solidaritas dan inklusivitas, berdayakan hydro-diplomacy yang konkret dan inovatif, serta memperkuat kepemimpinan politik dalam kerja sama internasional terkait air.

Indonesia juga mengusulkan empat inisiatif baru dalam forum ini, yakni penetapan World Lake Day, pendirian Center of Excellence di Asia Pasifik untuk ketahanan air dan iklim, tata kelola air berkelanjutan di negara pulau kecil, dan penggalangan proyek-proyek air. Inisiatif-inisiatif tersebut menunjukkan komitmen Indonesia dalam memimpin upaya global dalam tata kelola air yang berkelanjutan.

Acara ini dihadiri oleh para pemimpin negara, pimpinan organisasi internasional, dan delegasi dari berbagai negara, menandai pentingnya kerja sama internasional dalam mengatasi tantangan pengelolaan sumber daya air di masa depan. Presiden Jokowi menutup sambutannya dengan mengajak semua pihak untuk berkolaborasi dalam menjaga keberlanjutan sumber daya air.
“Air bukan sekedar produk alam, tapi merupakan produk kolaborasi yang mempersatukan kita sehingga butuh upaya bersama untuk menjaganya,” tandasnya. (red)




Sajian Nusantara di Jamuan Kenegaraan World Water Forum ke-10

Kabar6-Indonesia menjamu para pemimpin dan delegasi World Water Forum ke-10 dalam gelaran welcoming dinner di Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK), Bali, Minggu (19/5/2024). Parade budaya khas Indonesia kental terasa mulai dari pakaian yang dikenakan kepala negara dan undangan, penampilan seni musik dan tari, serta menu makan malam.

Presiden RI Joko Widodo dan kepala negara mengenakan kemeja bahan tenun Sintang khas Kalimantan Barat dan para undangan level Menteri mengenakan kemeja bahan tenun Endek khas Bali.

Suara teduh gitar Sape khas Suku Dayak, Kalimantan Timur mengawali dimulainya makan malam. Seniman Yuan Prawida yang mengenakan baju tenun dan hiasan kepala khas Kalimantan mengiringi makan malam dengan instrumen lagu pop Indonesia dan mancanegara.

**Baca Juga:Polri Siap Amankan Welcoming Dinner Delegasi World Water Forum ke-10 di GWK

Pada santap malam forum air terbesar di dunia itu, disajikan hidangan pembuka, sup, makanan utama, dan hidangan penutup khas daerah-daerah di Indonesia yaitu Aceh, Kudus, Lombok, Palu, Manado, dan Bali.

Terdapat kerang pan seared (seared scallop), soto kudus, garangasem, steik sapi belancang (belancang beef tenderloin), pepes kembang tahu, binte, buntil daun papaya, klappertar, dan buah segar tropis (fresh tropical fruit).

Terdapat tiga kelompok makanan yang dapat dipilih oleh tamu, yaitu reguler, no beef, dan vegetarian.
Sambil menikmati makan malam, para tamu dihibur dengan penampilan budaya yang mengusung tema utama acara “Air untuk Kesejahteraan Bersama” dengan mengambil makna air.

Air disimbolkan sebagai perubahan, ketenangan, kekuatan, dan sumber kehidupan. Makna ini tergambarkan dalam narasi, konfigurasi tari tradisi kontemporer, modern, dan akrobat kolosal yang berpadu dengan visual pada tebing dan lantai.
Sebagai tuan rumah penyelenggara, tarian khas Bali ditampilkan sebagai pembuka. Tarian Sumbawa khas Nusa Tenggara Barat dan Melayu menambah kental nuansa Nusantara.

Air adalah simbol perubahan dan transformasi. Hal kecil yang memulai rantai kehidupan. Seperti halnya di Bali, tempat digelarnya World Water Forum ke-10 pada 18—25 Mei 2024, air bukan hanya sumber kehidupan fisik tetapi juga memiliki makna spiritual dan budaya yang dalam.

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menyapa para tamu sebelum dimulainya makan malam dan gelaran seni. “Terima kasih atas partisipasinya. Saya berharap semangat malam ini dapat membawa kita untuk bekerja bersama berbagi akses air bersih dan sanitasi untuk semua orang,” kata Joko Widodo. (red)




Destinasi Wisata Bagi Delegasi World Water Forum ke-10

Kabar6-Pemerintah Provinsi Bali akan mengenalkan kearifan lokal Segara Kerthi dan Tumpek Uye kepada para delegasi World Water Forum ke-10 yang rencananya dilaksanakan di wilayah Pantai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-Kura Bali di Kota Denpasar pada 18 Mei 2024.

“Kita di Bali punya kearifan lokal Segara Kerthi dalam memuliakan air dan ini menjadi kesempatan menunjukkan kepada dunia, khususnya kepada delegasi,” kata Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Setda Provinsi Bali I Ketut Sukra Negara di Denpasar.

**Baca Juga: Kemenhub Pangkas Bandara Internasional di Indonesia, Tersisa 17 Bandara

Bali menjadi tuan rumah agenda World Water Forum ke-10 yang akan diadakan di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali pada 18-25 Mei 2024.

Sukra menyampaikan kearifan lokal Segara Kerthi yang bermakna pemuliaan pada air, khususnya pantai dan laut ini, bersumber dari ajaran agama Hindu. Segara Kerthi merupakan salah satu bagian dari ajaran Sad Kerthi atau enam perilaku mulia untuk menjaga alam semesta.

Selain itu, ada 5 destinasi wisata yang dikunjungi para delegasi. Untuk jelasnya, simak  destinasi yang akan dikunjungi dengan mengklik infografis di atas.(red)

Infografis ini merupakan kerjasama diseminasi LKBN Antara dengan Kabar6.com




Indonesia Siap Sambut Para Pemimpin Negara, Menteri dan Delegasi World Water Forum ke-10

Kabar6-Forum internasional sektor air terbesar di dunia, World Water Forum ke-10, yang akan berlangsung pada 18–25 Mei 2024 telah mencapai persiapan tahap akhir yang semakin matang menjelang penyelenggaraannya. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator of Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) sekaligus Ketua Panitia Nasional Penyelenggara World Water Forum ke-10 Tahun 2024 Luhut B. Pandjaitan dalam Rapat Koordinasi Persiapan Penyelenggaraan World Water Forum ke-10 tahun 2024 pada Sabtu (20/04/2024).

Luhut mengatakan, World Water Forum ke-10 menjadi ajang untuk Indonesia memperkuat perannya di tingkat regional dan global untuk mitigasi isu dalam bidang air. Ia juga mengingatkan, terdapat empat deliverables yang ditargetkan akan dicapai yaitu pendirian Center of Excellence for Climate and Water Resilience, pembentukan kelompok kerja untuk Integrated Water Resources Management for Small Islands, penetapan World Lake Day atau Hari Danau Sedunia, dan proyek konkret lainnya. “Saat ini sudah tercatat, jumlah pendaftar melalui website resmi World Water Forum ke-10 mencapai 1.062 peserta yang terdiri dari 387 peserta nasional dan 675 peserta internasional dari 88 negara,” ujar Luhut dalam keterangan tertulis dikutip, Minggu (21/4/2024).

**Baca Juga:Babak Baru Korupsi Timah, Kejagung Sita 4 Smelter dan 54 Alat Berat di Babel

Rapat yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) sekaligus Ketua Panitia Nasional Penyelenggara World Water Forum ke-10 Tahun 2024 Luhut B. Pandjaitan tersebut dihadiri oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Agus Subiyanto, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Listyo Sigit Prabowo, Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Mohammad Zainal Fatah, PJ Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kansong, praktisi Wishnutama Kusubandio, dan segenap perwakilan Kementerian/Lembaga terkait.

Adapun upaya yang dilakukan Indonesia dalam menjamin keamanan selama World Water Forum ke-10 berlangsung, yakni dengan membentuk sinergi Kepolisian dan TNI dalam menjaga keamanan di kawasan-kawasan penting dan sekitarnya. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Listyo Sigit Prabowo mengatakan, Polri telah menyiapkan Operasi Kepolisian “Puri Agung 2024”. “Melalui operasi ini kami menyiapkan skema pengamanan dan personel yang mumpuni untuk kesuksesan acara ini,” kata Listyo.

Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Agus Subiyanto menambahkan, Indonesia akan memperkuat keamanan untuk menyambut delegasi. “Kami telah menyiapkan skema evakuasi delegasi World Water Forum ke-10 bila terjadi bencana alam,” kata Agus. Polri dan TNI akan bersinergi bersama BSSN, BIN, dan Kominfo untuk menjaga keamanan siber selama World Water Forum ke-10 berlangsung.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kansong mewakili Kementerian Kominfo memaparkan bahwa pihaknya telah membuka Media Registration sejak Selasa (16/04/2024) dan akan berlangsung hingga Sabtu (11/05/2024). “Hingga saat ini, tercatat 69 media asing, 89 media nasional dan 18 media Kementerian/Lembaga yang telah mendaftar,” kata Usman. Ia menambahkan, Indonesia melalui Kominfo akan memberikan dukungan infrastruktur berupa spektrum frekuensi radio, distribusi jaringan 5G, dan distribusi fiber optik.

Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Mohammad Zainal Fatah menambahkan, “World Water Forum ke-10 ini menjadi ajang unjuk gigi kekuatan Indonesia dalam sektor air, tidak hanya sektor ekonomi seperti yang ditekankan di G20. Pada gelaran ini, Ministerial Declaration akan menjadi bentuk komitmen bersama mewujudkan pengelolaan air berkelanjutan,” tambah Zainal.

Demi kesuksesan World Water Forum ke-10, Indonesia melalui Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) akan melakukan upaya terkait mitigasi perubahan cuaca selama acara berlangsung. “Kami akan mempersiapkan skema rekayasa cuaca, agar acara berjalan dengan baik,” ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.

Pada saat yang sama, ia juga menekankan pentingnya mengangkat peran pemuda Indonesia di ajang 10th World Water Forum. “Pada Forum ini, kontribusi generasi muda Indonesia sangat penting, karena akan menjadi bagian dari upaya memperkuat kepemimpinan dan peran Indonesia di tingkat regional dan global,” tutup Dwikorita.(red)