1

Diizinkan, Tindakan Eutanasia untuk Penderita Sakit Parah di New Jersey

Kabar6-Kini orang yang menderita sakit parah di New Jersey, Amerika Serikat, diizinkan untuk menjalani eutanasia lewat bantuan media. Eutanasia adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal. Biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.

Aturan hukum mengenai masalah ini berbeda-beda di tiap negara dan seringkali berubah seiring dengan perubahan norma-norma budaya maupun ketersediaan perawatan atau tindakan medis.

Di beberapa negara, eutanasia dianggap legal, sedangkan di negara-negara lainnya dianggap melanggar hukum. Oleh karena sensitifnya isu ini, pembatasan dan prosedur yang ketat selalu diterapkan tanpa memandang status hukumnya.

Gubernur New Jersey Phil Murphy, melansir CNN Indonesia, baru saja menandatangani hukum bantuan medis untuk meninggal dunia bagi orang yang sakit parah. Hukum ini mulai berlaku pada 1 Agustus 2019 mendatang. Hukum ini memungkinkan orang dewasa dengan prognosis hidup enam bulan atau kurang untuk bisa mendapatkan resep dokter untuk bisa mengakhiri hidup mereka.

Disebutkan, hukum ini mengharuskan psikiater atau psikolog menentukan terlebih dahulu bahwa pasien memiliki kapasitas mental untuk membuat keputusan. Sementara resep obat yang digunakan merupakan serangkaian pil yang dapat dikonsumsi sendiri di rumah.

“Mengizinkan penduduk dengan penyakit mematikan untuk membuat pilihan akhir kehidupan bagi diri mereka sendiri adalah hal yang benar untuk dilakukan. Dengan menandatangani RUU ini, kami memberikan kemanusiaan, martabat, dan rasa hormat yang tak berujung kepada pasien yang sakit parah dan keluarganya,” kata Murphy.

Legislator di New Jersey sebenarnya sudah meloloskan RUU tersebut sejak 2014 lalu. Namun baru kali ini RUU itu di-voting di senat. Hukum ini membuat New Jersey jadi daerah kesembilan di Amerika Serikat yang memungkin seseorang bunuh diri secara medis. Daerah lainnya adalah California, Colorado, Oregon, Vermont, Washington, Hawaii, Montana, dan District of Columbia. ** Baca juga: Suami Ogah Liburan Bareng Mertua, Wanita Ini Curhat di Medsos

Sebanyak 19 negara bagian lainnya di AS juga sedang membahas dan mempertimbangan RUU serupa yang mengizinkan orang dengan sakit parah untuk bunuh diri dengan bantuan medis.(ilj/bbs)




Ada Alat yang Bisa Prediksikan Kematian Seseorang?

Kabar6-Meskipun kematian tidak dapat diprediksi dan menjadi salah satu misteri dalam dunia sains, para ilmuwan dari Stanford University, Amerika Serikat, berhasil menemukan sebuah software yang memungkinkan untuk memprediksi kapan manusia bisa mati. Software ini bahkan disebut-sebut memiliki tingkat akurasi yang tinggi, yakni mencapai 90 persen.

Hanya saja, melansir BGR, software ini hanya mampu memprediksi kematian manusia yang dalam kondisi kritis, bukannya saat masih dalam kondisi sehat atau bugar. Misalnya, memprediksi kematian manusia yang baru saja mengalami kecelakaan fatal atau yang mengidap penyakit berbahaya sehingga mengalami koma. Software dengan memakai kecerdasan buatan ini dikembangkan para ilmuwan dengan mengambil data dari 160 ribu pasien berusia dewasa dan anak-anak yang dirawat di rumah sakit Stanford serta Lucile Packard.

Data-data ini berisi rekam jejak kesehatan pasien yang meliputi diagnosis penyakit, penanganan medis yang dilakukan, hingga obat-obatan yang dikonsumsi. Selanjutnya, data ini dikembangkan dengan algoritma yang kemudian diaplikasikan pada sekira 40 ribu pasien yang berada dalam kondisi kritis. Hasilnya, software ini akan memberikan peringatan pada dokter tatkala pasien cenderung akan mengarah dalam kondisi yang lebih buruk dan lebih berisiko untuk meninggal dunia.

Sebenarnya pada 2015 lalu juga ada pengembangan alat yang serupa di Beth Israel Deaconess Medical Center yang ada di Boston, Amerika Serikat. Software yang kini dipakai di layanan medis tersebut bahkan diklaim mampu mengetahui penyakit jauh lebih baik jika dibandingkan dengan dokter biasa sehingga diagnosis bisa dilakukan dengan lebih cepat dan tepat. ** Baca juga: Donor Mata Remaja Pria Asal Amerika Ini Ditolak Karena Seorang Gay

Dr. Steve Horng yang ikut mengembangkan software ini menyebut banyak dokter yang merasa terbantu dengan peralatan ini sehingga bisa menyelamatkan lebih banyak nyawa pasien dalam kondisi kritis.(ilj/bbs)