1

Ilmuwan AS Temukan Bunga Terjebak dalam Batu Berusia 100 Juta Tahun di Myanmar

Kabar6-Sebuah bunga yang diyakini berumur 100 juta tahun, ditemukan terjebak dalam batu amber Burma atau resin pohon. Hal yang menarik, bunga yang diberi nama Valviloculus pleristaminis ini ditemukan oleh tim ilmuwan masih dalam kondisi utuh dan masih bagus bentuknya.

Penelitian yang dipimpin oleh ilmuwan di Oregon State University itu, melansir Dailymail, mengungkap detail menakjubkan dari bunga tersebut karena masih terpelihara dengan baik.

“Ini bukan bunga Natal tapi indah, terutama mengingat itu adalah bagian dari hutan yang ada 100 juta tahun lalu,” kata George Poinar Jr., ahli amber dan profesor di Oregon State University, Amerika Serikat.

Dikatakan Poinar, bunga tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil yaitu hanya dua milimeter. Benang sari atau bagian dari bunga jantan yang menghasilkan serbuk sari telah diawetkan dalam pola spiral yang berputar-putar.

“Valva adalah istilah Latin untuk daun pada pintu lipat, lokulus berarti kompartemen, plerus mengacu pada banyak, dan staminis mencerminkan lusinan organ kelamin jantan bunga,” tambah Poinar. ** Baca juga: Main Catur di Danau Beku, 2 Pria Kanada ‘Uji Nyali’ dalam Suhu Minus 20 Derajat Celcius

Penemuan bunga itu memberi para ilmuwan gambaran tentang botani di masa lalu. Para ahli menduga, bunga jantan tunggal dulunya merupakan bagian dari rumpun tanaman yang mungkin juga memiliki bunga betina.(ilj/bbs)




Penemuan Laba-laba Berekor di Myanmar Tunjukkan Hewan Ini Sudah Ada Selama 280 Juta Tahun

Kabar6-Sebuah fosil yang ditemukan di Myanmar menunjukkan bentuk makhluk mirip laba-laba yang aneh. Ya, fosil tersebut memiliki ekor yang panjang, dan terbungkus resin pohon yang diperkirakan berusia 100 juta tahun lalu, atau berasal dari pertengahan Zaman Kapur. Penemuan ini juga menunjukkan, keluarga arakhnida (laba-laba) sudah menjelajahi bumi setidaknya selama 280 juta tahun

Namun para ilmuwan, seperti dilansir Kompas, hingga kini masih belum sepakat menempatkan jenis laba-laba itu di bagian evolusi mana. Hal ini terutama karena ekor panjang yang dimilikinya tidak sesuai jika ditempatkan pada keluarga laba-laba. Fosil yang diberi nama Chimerarachne yingi ini sebetulnya memiliki banyak ciri yang mirip dengan laba-laba modern.

Misalnya seperti delapan kaki, dua pedipalpus (alat capit) pada jantan, taring, dan pemintal benang juga dimiliki oleh fosil ini. Meski punya banyak ciri mirip dengan laba-laba modern, fosil ini punya ekor panjang berukuran tiga milimeter. Inilah yang membedakannya dengan laba-laba modern.

Ekor ini, menurut para peneliti, digunakan untuk pengindraan. “Ekor tersebut cenderung berfungsi seperti anterna,” kata Paul Selden, ahli paleontologi dan arachnologist (ahli laba-laba) dari University of Kansas, AS.

Ditambahkan, “Ekor ini untuk merasakan lingkungan. Hewan yang punya ekor panjang cenderung memilikinya untuk tujuan indrawi.” Hewan ini juga diperkirakan tinggal di pohon atau sekitarnya.

Selden sendiri sebenarnya hanyalah salah satu dari dua tim internasional yang meneliti fosil tersebut. Dia bekerjasama dengan Bo Wang dari Chinese Academy of Science. Sedangkan tim lain yang juga mempelajari fosil ini dipimpin oleh Diying Huang.

Kedua tim ini memiliki kesimpulan berbeda terhadap Chimerarachne yingi. Tim Selden dan Wang menyimpulkan bahwa Chimerarachne yingi termasuk dalam keluarga laba-laba modern, Araneae. Kelompok ini masih bersaudara dengan Uraraneida, nenek moyang laba-laba yang telah mengembangkan pemintal tapi belum menghilangkan telson (segmen tubuh laba-laba).

Sedangkan tim Huang percaya bahwa fosil ini termasuk dalam kelompok Uraraneida. “Fosil baru ini, sangat terpelihara dengan baik, menunjukkan semua karakter atau ciri yang digambarkan merujuk pada Uraraneida dan kerabatnya, seperti perut tersegmentasi dengan ekor panjang. Sementara ciri yang diketahui merujuk Araneae hanya modifikasi palpus (mungkin berfungsi sebagai orang untuk mentransfer sperma) dan pemintal laba-laba yang khas dengan spigot,” tulis laporan tim Huang. ** Baca juga: Porsi Raksasa, Bakal Kenyang Maksimal Makan di Restoran Thailand Ini

Selain itu, tim Huang juga mencatat bahwa laba-laba hidup berdampingan dengan Uraraneida selama Zaman Kapur (yang diketahui dari fosil tersebut). Ini membuktikan bahwa Uraraneida tidak berevolusi menjadi Araneae atau laba-laba modern.(ilj/bbs)




Ditemukan Kutu Penghisap Darah Dinosaurus dalam Resin Pohon Berusia 99 Juta Tahun

Kabar6-Para ilmuwan menemukan spesimen-spesimen kutu penghisap darah yang terawetkan dalam resin pohon dari Myanmar berusia sekira 99 juta tahun. Dalam resin tersebut, tampak seekor kutu yang teridentifikasi sebagai spesies Cornupalpatum burmanicum terjerat dalam seutas bulu.

Ditemukan juga dua spesies kutu baru yang diberi nama Deinocroton draculi. Selain itu, seperti dilansir National Geographic, spesimen ketiga ditemukan di potongan resin lain dengan tubuh yang membengkak hingga delapan kali ukuran aslinya, menandakan bahwa perutnya penuh darah saat kematiannya.

Bulu yang terawetkan dalam resin itu kemungkinan milik dinosaurus berbulu atau burung primitif yang dikenal sebagai enantiornithine. Burung-burung primitif ini begitu melimpah pada masa itu, dan punah bersamaan dengan dinosaurus nonavirus sekira 66 juta tahun silam.

“Kami tidak bisa menentukan dengan pasti hewan inang yang tepat,” kata Ricardo Perez-de la Fuente rekan penulis studi yang juga ahli paleo-entomologi di Oxford University of Museum of Natural History di Inggris. Ditambahkan, “Tapi kami bisa menyingkirkan kemungkinan bahwa itu adalah burung-burung modern, karena mereka baru muncul 25 juta tahun kemudian dibanding usia resin tersebut.”

Meski tidak ada bukti langsung yang menunjukkan bahwa bulu tersebut milik dinosaurus berbulu, para peneliti menemukan petunjuk lain yang bisa menjadi bukti tak langsung sehingga memperkuat kemungkinan tersebut, yaitu pada dua spesimen D. draculi mereka menemukan bulu-bulu mikroskopis milik larva kumbang karpet, hewan yang umum ditemukan di sarang burung saat ini. ** Baca juga: Menakjubkan! Burung Penenun Punya Sarang Terbesar di Dunia Hingga 6 Meter

Temuan parasit tambahan itu, menurut para peneliti, menyajikan bukti kuat tentang perilaku bersarang pada hewan inang. “Kutu-kutu itu, yang memiliki bulu halus larva kumbang, pernah berkunjung ke sarang hewan inang berbulu sebelum membeku di dalam resin,” ujar Perez-de la Fuente.(ilj/bbs)




Ada ‘Semut Neraka’ di Myanmar

Kabar6-Ilmuwan dari Jersey Institute of Technology mengungkapkan penemuan seekor serangga kuno yang diyakini merupakan Linguamyrmex vladi atau yang lebih dikenal dengan nama ‘semut neraka’, di dalam amber yang ditambang di Myanmar, dan telah terkubur sejak 99 juta tahun lalu.

Hal yang unik, semut neraka itu memiliki ‘senjata’ ‘di sekitar kepalanya, yaitu semacam tanduk clypeal yang diperkuat oleh sejumlah kandungan logam seperti kalsium, seng dan besi. Semut itu juga memiliki rahang berbentuk L yang aneh.

Berdasarkan penelitian, dilansir Sciencealert, semut yang kini sudah punah itu berburu dan mempertahankan diri dengan cara yang berbeda dan dramatis dibandingkan dengan semut modern. Diperkirakan, tanduk yang difortifikasi itu digunakan bersamaan dengan rahang berbentuk L untuk menusuk dan mengoyak mangsa berbadan lunak.

Semut yang tampak ganas itu kemungkinan telah mati pada periode Late Cretaceous dan Paleocene. “Penyebab pasti kepunahan mereka tidak diketahui, namun menarik untuk dicatat bahwa semut neraka ditemukan di tiga lokasi deposit fosil di seluruh dunia, Myanmar, Prancis dan Kanada, yang berusia mulai dari 99 sampai sekira 78 juta tahun yang lalu,” kata Dr Phillip Barden. ** Baca juga: Hindari Polisi, Bandar Heroin Ini Berubah Jadi Seorang Kakek

Amber adalah resin pohon yang menjadi fosil dan dihargai karena warna serta kecantikannya. Sebagian besar amber di dunia ini berumur 30 sampai 90 juta tahun. Karena dulunya adalah resin pohon yang lunak dan lengket, kadang-kadang di dalam amber terdapat serangga dan bahkan hewan vertebrata yang kecil.(ilj/bbs)