1

Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati, Ini Tanggapan Kejagung

Kabar6-Ferdy Sambo divonis hukuman mati atas pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, dan perintangan penyidikan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/02/2023).

Sedangkan istrinya, Putri Candrawathi, divonis 20 tahun penjara atas keterlibatannya dalam pembunuhan tersebut.

Kemudian Kuat Ma’ruf divonis hukuman 15 tahun penjara dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat hari ini, Selasa, 14 Februari 2023.

Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menilai, Kuat Ma’ruf terbukti bersalah turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap Yosua sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Seperti diketahui, JPU dalam persidangan sebelumnya, menuntut hukuman 20 tahun penjara bagi Ferdy Sambo. Sedangkan untuk Putri Candrawathi dan Kuat Ma’ruf masing-masing hukuman 8 tahun penjara. Tuntutan JPU tersebut jauh lebih rendah dari hasil vonis Majelis Hakim PN Jakarta Selatan baru-baru ini.

Menanggapi vonis Majelis Hakim terhadap ketiga terdakwa tersebut, Kejaksaan Agung langsung memberikan keterangan persnya, melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Dr Ketut Sumedana, Selasa (14/02/2023).

“Menanggapi pertanyaan berbagai media tentang pendapat Kejaksaan Agung mengenai vonis hukuman mati terhadap terdakwa Ferdy Sambo. Kemudian 20 tahun penjara pada terdakwa Putri Candrawathi. Serta 15 tahun penjara untuk terdakwa Kuat Ma’ruf, maka Kejaksaan Agung menyampaikan beberapa hal terkait vonis tersebut, “ kata Kapuspenkum Dr Ketut Sumedana.

Pertama, Kejaksaan Agung mengapresiasi Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengadili perkara atas nama terdakwa Ferdy Sambo, terdakwa Putri Candrawathi, terdakwa Kuat Ma’ruf, terdakwa Ricky Rizal Wibowo, dan terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu, dan telah memberikan vonis hukuman mati terhadap terdakwa Ferdy Sambo, 20 tahun penjara pada terdakwa Putri Candrawathi, serta 15 tahun penjara untuk terdakwa Kuat Ma’ruf.

**Baca Juga: Tasyakuran HUT ke-23 dan HPN, Pokja WHTR Potong Tumpeng dan Kue Tart

Kedua, Kejaksaan Agung berpendapat bahwa seluruh fakta hukum dan pertimbangan hukum yang disampaikan dalam Surat Tuntutan Penuntut Umum telah diakomodir dalam vonis Majelis Hakim di perkara a quo.

Ketiga, perbedaan pendapat dalam strafmaat hukuman adalah hal biasa, namun demikian Penuntut Umum telah berhasil meyakinkan Majelis Hakim dalam membuktikan Pasal 340 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yaitu pasal Primair pembunuhan berencana sebagaimana Surat Dakwaan Penuntut Umum.

“Terhadap vonis Majelis Hakim tersebut, Kejaksaan Agung menyampaikan masih akan mempelajari seluruh putusan yang dibacakan pada Senin 13 Februari 2023 dan Selasa 14 Februari 2023 untuk menentukan langkah lebih lanjut dan melihat perkembangan upaya hukum yang dilakukan oleh terdakwa dan Penasihat Hukumnya,” tutup Sumedana. (Red)




Kejagung Tanggapi Polemik Tuntutan Terdakwa Ferdy Sambo CS

Kabar6

Kabar6-Kejaksaan Agung menanggapi pemberitaan di berbagai media massa dan unggahan media sosial, serta polemik yang berkembang di masyarakat terkait tuntutan terhadap Terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal Wibowo, dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu.

Kejaksaan Agung melalui siaran pers, Kamis (19/01/2023) menyampaikan pertimbangan-pertimbangan hukum yang dijadikan pertimbangan oleh Penuntut Umum dalam membacakan surat tuntutan.

“Kami sangat menghargai berbagai komentar dan rasa empati terhadap korban, keluarga korban, dan para terdakwa yang selama ini berkembang di masyarakat baik pro maupun kontra terhadap surat tuntutan Penuntut Umum,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Dr. Ketut Sumedana.

Dijelaskan, bahwa penentuan tinggi rendahnya tuntutan yang diajukan terhadap para Terdakwa, mempertimbangkan berbagai persyaratan baik itu pelaku, korban, peran masing-masing para Terdakwa, termasuk latar belakang para Terdakwa, dan rasa keadilan yang berkembang di masyarakat. Penilaian tuntutan bukan saja dilihat dari mens rea para Terdakwa, tetapi kesamaan niat dan perbedaan peran dari masing-masing para Terdakwa menjadi pertimbangan matang dalam menuntut para Terdakwa sebagaimana dibuktikan dalam Pasal 340 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagaimana fakta hukum yang terungkap di persidangan bahwa Terdakwa Ferdy Sambo sebagai pelaku intelektual (intelectual dader) telah dituntut dengan hukuman seumur hidup karena telah memerintahkan Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu untuk mengeksekusi menghilangkan nyawa Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat guna menyempurnakan pembunuhan berencana, sehingga Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dituntut 12 tahun penjara. Sementara Terdakwa Putri Candrawathi, Terdakwa Kuat Ma’ruf, dan Terdakwa Ricky Rizal Wibowo tidak secara langsung menyebabkan terjadinya penghilangan nyawa Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Perbuatan Terdakwa Putri Candrawathi, Terdakwa Kuat Ma’ruf, dan Terdakwa Ricky Rizal Wibowo sejak awal mengetahui rencana pembunuhan tersebut, akan tetapi tidak berusaha mencegah untuk tidak terjadi pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

“Bahwa rekomendasi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terhadap Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu untuk mendapatkan justice collaborator telah diakomodir dalam surat tuntutan sehingga Terdakwa mendapatkan tuntutan pidana jauh lebih ringan dari Terdakwa Ferdy Sambo sebagai pelaku intelektual (intelectual dader). Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu adalah seorang bawahan yang taat kepada atasan untuk melaksanakan perintah yang salah dan menjadi eksekutor dalam pembunuhan berencana dimaksud,” ungkap Sumedana.

**Baca Juga: Kejagung Ajukan Kasasi atas Putusan Bebas Junie Indira, Indosurya

Selanjutnya, kasus pembunuhan berencana bukanlah termasuk yang diatur dalam pasal 28 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang pada pokoknya tindak pidana yang akan diungkap merupakan tindak pidana dalam kasus tertentu dan juga sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 antara lain tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisir.

Delictum yang dilakukan oleh Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai eksekutor yakni pelaku utama bukanlah sebagai penguak fakta utama sehingga peran kerja sama dari Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu sudah dipertimbangkan sebagai Terdakwa yang kooperatif dalam surat tuntutan Penuntut Umum. Sementara peran Terdakwa sebagai pelaku utama yang menyebabkan sempurnanya tindak pidana pembunuhan berencana, tidak dapat direkomendasikan untuk mendapatkan justice collaborator sebagaimana yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011, salah satunya justice collaborator adalah bukan pelaku utama.

“Proses persidangan masih berjalan, dan kemungkinan akan sampai pada upaya-upaya hukum ke tingkat Mahkamah Agung. Untuk itu, agar segenap masyarakat dan media menunggu bagian akhir dari putusan perkara dimaksud sehingga tidak menimbulkan polemik di masyarakat,” pungkas Sumedana. (Red)