1

Bety, Terdakwa Korupsi PT ASABRI Dituntut Penjara 7 Tahun

Kabar6-Bety, salah seorang terdakwa yang terlibat kasus tindak pidana korupsi (tipikor) dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT. ASABRI (persero) di beberapa perusahaan periode tahun 2012 hingga  2019, tuntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) pidana penjara  7 tahun, serta pidana denda Rp500 juta.

Pembacaan amar tuntutan oleh JPU tersebut berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (28/03/2023).

Adapun amar tuntutan terhadap Terdakwa BETY pada pokoknya yaitu, menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam Dakwaan Primair JPU.

“Menjatuhkan pidana penjara terhadap Terdakwa selama 7 tahun dan pidana denda sejumlah Rp500.000.000 dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” kata JPU saat membacakan tuntutannya.

**Baca Juga: Kejagung Dalami Kasus BAKTI Kementerian Kominfo, 7 Saksi Diperiksa

Kemudia,  dalam amar tuntutannya, JPU juga menjatuhkan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp431.371.716.924,93, dengan ketentuan jika Terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda Terdakwa dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan.

Sidang terhadap terdakwa Bety akan dilanjutkan pada Selasa 04 April 2023 mendatang dengan agenda pembacaan nota pembelaan Penasehat Hukum Terdakwa terhadap surat tuntutan Penuntut Umum. (Red)




Vonis Penjara 2 Tahun 9 Bulan untuk Koruptor PT ASABRI Edward Seky

Kabar6-Pengadilan Tindak Pidana Korupsi PN Jakarta Pusat, telah melaksanakan persidangan dengan agenda pembacaan putusan oleh Majelis Hakim terhadap Terdakwa Edward Seky Soeryadjaya, dalam perkara tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT. ASABRI (persero) pada beberapa perusahaan periode tahun 2012 sampai dengan 2019.

Adapun amar putusan pada pokoknya yaitu: menyatakan Terdakwa Edward Seky Soeryadjaya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud Dakwaan Primair yaitu Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan oleh karenanya membebaskan Terdakwa dari Dakwaan Primair tersebut.

Menyatakan Terdakwa Edward Seky Soeryadjaya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Menjatuhkan pidana penjara terhadap Terdakwa selama 2 tahun 9 bulan dan denda sebesar Rp300.000.000 subsidair 3 bulan kurungan,” kata Majelis Hakim saat membacakan putusan terhadap Terdakwa Edward Seky Soeryadjaya, Kamis (09/03/2023).

**Baca Juga: Garuda Bawa 2115 Pasukan Perdamaian ke Lebanon dan Kongo

Majelis Hakim juga membebankan pidana uang pengganti (UP) kepada Terdakwa Edward Seky Soeryadjaya sebesar Rp32.721.491.200 dengan memperhitungkan pengembalian kerugian keuangan negara oleh Terdakwa sebesar Rp32.503.852.600 subsidair 1 tahun penjara.

Atas putusan tersebut, Terdakwa dan Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir. (Red)




Sidang Korupsi PT ASABRI, 3 Ahli Diperiksa

Kabar6-Persidangan atas nama Terdakwa Bety  dalam perkara tindak pidana korupsi (tipikor)  terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT. ASABRI (persero) pada beberapa perusahaan periode tahun 2012 sampai dengan 2019, berlangsung  di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (21/02/2023).

Adapun Agenda persidangan yaitu pemeriksaan 3 orang ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Tiga orang ahli yang diperiksa yaitu Antonius Christian Eko Arianto, Fransisko, dan Hendratna Mutaqin.

Dari keterangan para saksi tersebut dapat diketahui bahwa BPK menerbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dalam Rangka Penghitungan Kerugian Negara atas pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT. ASABRI (persero) periode 2012 s/d 2019 No. 07/LHP/XXI/05/2021 tanggal 17 Mei 2021.

Bentuk penyimpangan yang memiliki kausalitas ditemukan dalam pemeriksaan investigatif penghitungan kerugian negara pada proses perencanaan dan pelaksanaan investasi PT ASABRI (persero) berdasarkan penelaahan data/ dokumen, klarifikasi, dan permintaan keterangan kepada pihak terkait yang disebabkan oleh Terdakwa yang bekerja sama dengan Direktur Utama, Direktur Investasi dan Keuangan, serta Kepala Divisi Investasi yaitu pembelian kembali saham yang mengalami penurunan harga dengan harga jual minimal sebesar harga perolehan atau harga di atas harga pasar.

Penempatan kembali dana investasi pada saham atau investasi lain milik para pihak yang tidak memenuhi persyaratan tanpa melalui prosedur sesuai ketentuan, serta pemindahan saham menjadi underlying reksa dana milik PT ASABRI (persero) dengan harga minimal sebesar harga perolehan atau harga di atas harga pasar.

Kemudian, menurut ahli, penyimpangan tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara pada PT ASABRI (persero) sebesar Rp431.371.716.924,93 dengan rincian sebagai berikut:

  • saldo saham BCIP per 31 Desember 2019 senilai Rp13.547.945.344
  • saham BCIP yg dipindahkan ke Reksadana yg dikendalikan PT. Asabri (RD Campuran Victoria Jupiter) senilai Rp16.785.692.800
  • saham BCIP dan IIKP yang dipindahkan ke RD Maybank Asset Management Dana Berimbang Syariah menggunakan dana subscribe ke-1 senilai Rp85.921.223.200
  • investasi pada RD Millenium Balance Fund yang dikendalikan Terdakwa senilai Rp300.000.000.000,-
  • cut loss RD Kharisma Kapital Prima senilai Rp15.116.855.580,93.

**Baca Juga: Geger, Tukang Ojek Temukan Bayi Dalam Kardus di Solear

Penghitungan kerugian negara dilakukan dengan cara mengidentifikasi penyimpangan yang terjadi pada kegiatan pengelolaan investasi dalam bentuk saham dan reksadana PT ASABRI periode 2012 s/d 2019 berdasarkan bukti yang cukup, kompeten, dan relevan.

Selanjutnya dilakukan analisis mengenai hubungan antara penyimpangan tersebut dengan kerugian negara yang terjadi. Metode penghitungan kerugian negara dilakukan dengan cara menghitung pengeluaran dana investasi PT ASABRI (yang ditempatkan pada saham dan reksadana secara tidak sesuai ketentuan dan belum kembali s/d 31 Desember 2019.

Sidang ditunda dan kembali dilanjutkan pada Selasa 28 Februari 2023 dengan agenda pemeriksaan saksi dan ahli dari Terdakwa/Penasihat Hukum. (Red)




JPU Ajukan Banding Kasus Korupsi PT ASABRI

Kabar6-Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan banding atas putusan Terdakwa Rennier Abdul Rahman Latief
dalam Perkara PT ASABRI.

“Atas Putusan Pengadilan Negeri terhadap Terdakwa Rennier Abdul Rahman Latief, dalam perkara tindak pidana korupsi (tipikor) dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT. ASABRI (persero) pada beberapa perusahaan periode tahun 2012 sampai 2019, Jaksa Penuntut Umum mengajukan upaya hukum banding,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung,  Dr. Ketut Sumedana, dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (06/02/2023).

Lanjut Sumedana, pengajuan banding dilakukan dengan alasan, Majelis Hakim telah salah menerapkan hukum yaitu pidana penjara yang dijatuhkan kepada Terdakwa di bawah ketentuan ancaman pidana minimal. Terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001, namun pidana yang dijatuhkan terhadap Terdakwa adalah pidana penjara selama 1 tahun. Padahal sesuai bunyi Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, ancaman pidananya adalah minimal 4 tahun.

**Baca Juga: Jokowi Tegaskan Lagi Komitmen Berantas Korupsi

“Pidana penjara yang dijatuhkan terlalu ringan dan dirasa kurang memenuhi rasa keadilan dan tujuan pemidanaan agar orang takut dan atau jera untuk melakukan tindak pidana tidak tercapai. Di persidangan, Terdakwa terbukti menikmati hasil tindak pidana sebesar Rp254.234.900.000, namun demikian Majelis Hakim tidak menghukum Terdakwa untuk membayar uang pengganti, sehingga pemulihan keuangan negara tidak tercapai,” ungkap Sumedana.

Sebelumnya, amar putusan terhadap Terdakwa Rennier Abdul Rahman Latief pada pokoknya, yaitu: menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primair Penuntut Umum. Kemudian, Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun dan pidana denda sebesar Rp300.000.000 subsidair 4 bulan kurungan. (Red)




Vonis Nihil Kasus Korupsi Benny Tjokrosaputro, JPU Langsung Banding, Ini Alasannya!

Kapuspenkum Kejaksaan Agung

Kabar6-Benny Tjokrosaputro selaku Direktur Utama PT Hanson International Tbk pada Kamis pekan ini divonis nihil oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Benny Tjokrosaputro menjalani persidangan karena terjerat perkara korupsi pengelolaan dana PT Asabri (Persero) serta pencucian uang.

Vonis yang dijatuhkan Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko Purwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta ini berbeda dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung.

JPU sebelumnya telah berupaya menuntut agar Benny Tjokrosaputro divonis hukuman mati dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp5,733 triliun. Alasannya, perbuatan Benny yang melakukan korupsi mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp22,788 triliun. Dalam kasus ini Benny juga melakukan tindak pidana pencucian uang.

Terkait hal ini Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Dr Ketut Sumedana menyampaikan upaya hukum banding melalui keterangan persnya yang diterima Kabar6, Sabtu (14/01/2023).

“Benny Tjokrosaputro yang dijatuhi pidana nihiL menjadi polemik dan kontroversi, sehingga Jaksa Penuntut Umum langsung menyatakan upaya hukum banding,” tegas Kapuspenkum.

Lebih jauh Kapuspenkum menjelaskan bahwa dalam melakukan tindak pidana korupsi, Benny Tjokrosaputro tidak sendirian, dia bersama dengan Adam Damiri, Sony Widjaya dkk. Benny dan kawan-kawannya divonis bersalah dalam Dakwaan Kesatu Primair dan terbukti merugikan negara sebesar Rp22,7 Triliun. Namun Benny Tjokrosaputro dijatuhi pidana nihiL sehingga menjadi polemik dan kontroversi. Dengan demikian maka Jaksa Penuntut Umum langsung menyatakan upaya hukum banding.

Sumedana menyampaikan 3 alasan dilakukannya upaya hukum banding, alasan pertama yaitu putusan tersebut sangat mengusik dan mencederai rasa keadilan karena Benny Tjokrosaputro telah melakukan pengulangan tindak pidana (dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya), sehingga seharusnya setelah diputus dengan hukuman seumur hidup dimana ada penambahan hukuman dengan hukuman mati, sesuai dengan Doktrin Hukum Pidana.

Kedua, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat keliru dalam menerapkan hukum karena Benny Tjokrosaputro terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Jaksa yakni Primair Pasal 2 dengan ancaman minimal 4 tahun penjara, sehingga penerapan hukuman nihil bertentangan dengan undang-undang tindak pidana korupsi.

Alasan ketiga, menurut Sumedana, proses Hukum atas nama Benny Tjokrosaputro dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya memang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Namun yang bersangkutan masih memiliki upaya hukum luar biasa dan mengajukan hak-haknya untuk mendapatkan seperti grasi, remisi, amnesti, sehingga apabila dikabulkan, maka akan membahayakan bagi penegakan hukum, dan seharusnya ada persyaratan khusus dalam putusan a quo.

“Lebih jauh dalam kesempatan di berbagai media, beberapa elemen akademisi dan praktisi sependapat bahwa putusan tersebut harus diuji di tingkat pengadilan di atasnya yakni banding,” kata Sumedana.

Kapuspenkum menegaskan bahwa putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta tersebut jauh dari rasa keadilan dan menyebabkan ketidakpastian hukum.

“Ini menyebabkan ketidakpastian hukum. Putusan yang merugikan lebih dari Rp40 Triliun apabila diakumulasi dengan 2 perkara yang dilakukan Benny Tjokrosaputro secara absolut mengingkari nurani keadilan itu sendiri. Ini tidak saja merugikan kerugian Negara, tetapi merugikan masyarakat luas terutama pensiunan TNI dan Kepolisian Negara RI yang selama ini menjaga keamanan Negara. Ada kesalahan yang sangat fatal dalam penerapan pasal 67 KUHP, disamping bertentangan dengan asas hukum yaitu lex specialis derogat lex specialis yang berlaku dalam undang-undang tindak pidana korupsi pada perkara a quo, juga tidak secara tegas pasal tersebut diterapkan bagi tindak pidana yang dilakukan secara akumulasi dalam perkara terpisah,” ujar Kapuspenkum Kejaksaan Agung.

Selanjutnya, putusan tersebut akan menambah ketidakpastian hukum oleh karena hak Terpidana dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya dalam mengajukan upaya hukum luar biasa (PK) dan hak dalam mengajukan hak-haknya seperti remisi, grasi dan amnesti, justru akan melemahkan putusan yang pertama dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya, dan seharusnya putusan tersebut dibarengi dengan putusan bersyarat sebagaimana lazimnya dalam penegakan hukum.

**Baca Juga: Pj Sekda Banten Apresiasi KKN UGM Tanam 8.000 Pohon Mangrove di Desa Lontar

Penerapan Pasal 67 KUHP jika sebagaimana dalam putusan a quo, akan menyulitkan bagi Jaksa dalam mengeksekusi harta benda Terdakwa dalam perkara PT ASABRI (persero). Padahal Benny Tjokrosaputro juga dijatuhi tindak pidana pencucian uang (TPPU) sementara harta yang telah disita dengan akumulasi kerugian Rp40 Triliun masih jauh dari kata penyelamatan. Hal inilah menurut Kapuspenkum Kejaksaan Agung sangat tidak adil.

Penuntut Umum dalam mengajukan upaya hukum disini sangat rasional dan yuridis, mengingat tindak pidana korupsi adalah extraordinary crime. Maka harus dilakukan upaya-upaya yang luar biasa dalam penyelesaiannya, seperti selama ini yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung dalam menerapkan unsur perekonomian negara disamping TPPU sebagai solusi untuk memiskinkan koruptor dan keluarganya.

“Semoga ke depannya, putusan-putusan pengadilan yang baik dapat dijadikan yurisprudensi atau sumber hukum utama dalam penegakan hukum,” tutup Kapuspenkum Kejaksaan Agung. (Red)

 




Sidang Korupsi PT ASABRI Hadirkan Ahli Keuangan Negara

Sidang Korupsi PT ASABRI Hadirkan Ahli Keuangan Negara

Kabar6-Sidang perkara korupsi (tipikor) PT ASABRI dengan terdakwa Rennier Abdul Rachman Latief dan Terdakwa Edward Seky Soeryadjaya kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (20/12/2022).

Salah satu terdakwa, Edward Seky Soeryadjaya merupakan putra sulung perintis grup usaha Astra Internasional, Wiliam Soeryadjaya.

Kedua terdakwa terlibat dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT ASABRI di beberapa perusahaan periode 2012 hingga 2019.

Agenda tipikor untuk kedua terdakwa adalah pemeriksaan ahli. Adapun ahli yang dihadirkan yaitu Drs Siswo Sujanto, DEA selaku Ahli Keuangan Negara.

Siswo menerangkan bahwa uang yang dikelola oleh perusahaan asuransi BUMN merupakan uang negara karena bersumber dari iuran peserta (dari jaminan sosial untuk prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berasal dari Kementerian Pertahanan yang meliputi pelaksanaan asuransi dari jaminan kematian, asuransi dan kecelakaan kerja, asuransi dan jaminan hari tua, dan jaminan pensiun) sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

**Baca Juga: Saksi Korupsi Ekspor Daging Sapi Diperiksa JAM PIDSUS Kejagung

Sambungnya, besarnya kerugian negara adalah selisih dari jumlah yang seharusnya tidak keluar dari kas negara/ ke negara dengan jumlah yang menurut kenyataan dikeluarkan dari kas negara/negara.

“Dalam kaitan ini, perlu diperhatikan bahwa menurut Hukum Keuangan Negara, perhitungan besaran kerugian negara selalu dikaitkan dengan besaran alokasi anggaran yang tersedia dengan tujuan dan manfaat yang hendak dicapai dengan penyediaan dana dimaksud yang tertuang dalam Anggaran Negara Pendapatan dan Belanja Negara, dalam hal ini Rencana Bisnis dan Anggaran perusahaan asuransi BUMN,” ungkap Siswo di persidangan.

Menurut siaran pers yang diterima redaksi Kabar6, Kapuspenkum Kejagung Dr Ketut Sumedana menyatakan bahwa sidang perkara tipikor tersebut akan kembali dilanjutkan pekan depan, Selasa (27/12/2022), pukul 10.00 WIB dengan agenda pemeriksaan ahli Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (Red)