1

PERADI Otto: Jaksa Boleh PK, Bukti Kekacauan Hukum

Kabar6-Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) menyesalkan Pemerintah dan DPR meloloskan pasal bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) boleh mengajukan upaya hukum luar biasa atau peninjauan kembali (PK). Menurutnya, peraturan perundang-undangan ini menimbulkan kekacauan hukum karena sudah bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“PERADI sangat menyesalkan adanya ketentuan mengenai diperbolehkan jaksa untuk mengajukan PK,” kata Ketua Umum Peradi, Otto Hasibuan melalui keterangan tertulisnya kepada wartawan, Kamis (9/12/2021).

Otto mengaku belum membaca UU Kejaksaan yang baru disahkan itu memang benar membolehkan Jaksa mengajukan PK. Jika benar, maka itu merupakan langkah mundur.

“PERADI sangat menyesalkan bahwa adanya kewenangan yang diberikan kepada Jaksa lagi oleh Undang-undang untuk mengajukan PK,” katanya.

**Baca Juga : Kades di Serang Korupsi Rp 695 Juta untuk Nikahi Istri Kedua dan Ketiga

Otto mengatakan, kenapa pihaknya menyesalkan, alasnnya adalah bahwa dengan adanya ketentuan tersebut itu merupakan ketidak adilan. Dan secara tegas juga bertentangan dengan adanya putusan MK.

“Di mana putusan MK telah memberikan tafsir yang jelas tentang pasal 263 KUHAP di mana tafsir terhadap kuhap pasal 263 sudah jelas mengatakan bahwa PK itu hanyalah hak terpidana yang merupakan sebagai bentuk perlindungan terhadap hak asasi manusia,” katanya.

Jadi kata Otto, jika masih ada lagi kewenangan kepada Jaksa untuk PK, maka akan menimbulkan kekacauan di masyarakat. Karena ada beberapa pasal di dalam Undang-undang yang bertentangan satu dengan yang lainnya.

“Dan akan mengulangi lagi kericuhan di dalam penerapan-penerapan hukum yang slama ini telah di perdebatkan oleh para ahli hukum, akademisi yang kerujuk kepada adanya putusan mahkamah konstitusi,” katanya.

Otto, mengaku tidak mengerti bagaimana dasar berpikir dari para pembentuk undang-undang, bisa meloloskan pasal di UU Kejaksaan boleh mengajukan PK.

“Apakah mereka tidak tahu, tidak mempelajari adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang sudah ada tentunya hal ini, berpotensi pula akan di batalkan lagi oleh Mahkamah Konstitusi,” katanya.

Karena kata Otto, Mahkamah Konstitusi tidak mungkin akan membuat dua pendapat yang berbeda terhadap satu soal. Artinya dulu PK itu sudah dinyatakan haknya terpidana dan hari ini dinyatakan haknya Jaksa.

“Kalau sampai Mahkama Konstitusi seperti itu, maka Mahkamah Konstitusi berati juga tidak akan bisa lagi menjadi lembaga yang kredibel lagi, justru tidak bisa memberikan kepastian hukum,” katanya.

Padahal, Mahkamah Konstitusi itu adalah suatu lembaga yang memberikan kepastian hukum bagi setiap warga negara. Maka dari itu PERADI akan melakukan Judicial Riview (JR) ke Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan ketentuan tersebut.

“Kami akan segera mempertimbangkan untuk mengajukan Yudicial Review atas adanya ketentuan tersebut peradi akan melakukan itu,” katanya.(TimK6)