1

Pengelolaan Limbah Medis: Wawasan Perbandingan Australia dan Indonesia

 Oleh: Nur Fadilah Dewi, Sekolah Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia

Kabar6-Green hospital adalah sebuah program peduli lingkungan yang menjadi alternatif dalam meminimalisasi konstribusi industri pelayanan kesehatan dan rumah sakit untuk mengurangi terjadinya efek pemanasan global. Pinsip green hospital adalah mengurangi penggunaan sumber daya alam, mengurangi dampak terhadap kerusakan lingkungan dan meningkatkan kualitas udara ruangan menjadi lebih sehat. Rumah sakit ikut bertanggung jawab atas keberlanjutan kualitas lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam di sekitarnya.

Limbah medis rumah sakit termasuk dalam kategori limbah berbahaya. Pandemi covid-19 telah mengakibatkan tingginya timbulan limbah medis dan menjadi masalah global. Praktik pengelolaan dan pembuangan limbah medis memerlukan penanganan yang komprehensif. Kajian pengaruh pandemi covid-19 pada lingkungan sudah banyak dilakukan oleh peneliti, termasuk tinjauan manajemen praktik limbah medis di beberapa negara termasuk di Indonesia. Tulisan ini meninjau beberapa literatur terkait manajemen parktik pengelolaan limbah medis di negara Australia dan Indonesia.

Instalasi Pengelolaan Air Limbah Rumah Sakit. Sumber: BPPT

Pengelolaan limbah medis rumah sakit saat pandemi covid-19 mengalami lonjakan jumlah limbah yang sangat besar. Diperkirakan 193 negara di seluruh dunia menghasilkan tambahan 8,4 juta ton sampah plastik dan masker akibat aktivitas terkait covid-19, meningkat 10% dari sebelumnya sejak organisasi kesehatan dunia (WHO) menyatakan penyakit ini sebagai pandemi global pada bulan Maret 2020. Sampah plastik tambahan yang dihasilkan selama pandemi, sekitar 87,4% dari institusi kesehatan, termasuk alat pelindung diri (seperti masker, sarung tangan, dan pelindung wajah) sekitar 7,6%, bahan kemasan plastik karena meningkatnya belanja online sekitar 4,7%, dan peralatan tes virus, sebanyak 0,3%.

Secara geografis, timbulan sampah tertinggi berada di Asia (46,3%), diikuti oleh Eropa (23,8%), Amerika Selatan (16,4%), Afrika (7,9%), dan Amerika Utara (5,6%). Studi simulasi dinamika sampah plastik saat pandemi covid-19 memperkirakan sekitar 3.800 hingga 25.900 ton telah terlepas ke laut. Dari sekitar 280 juta kasus covid-19 yang dikonfirmasi pada akhir tahun 2021, volume limbah medis diperkirakan sekitar 11 juta ton, dengan sekitar 34.000 ton yang terbuang ke laut.

Limbah medis yang dihasilkan saat pandemi covid-19 di Australia rata-rata memenuhi satu tempat sampah berkapasitas 240 liter per minggu. Negara bagian dan teritori dengan jumlah kasus aktif virus covid-19 yang lebih tinggi mengisi sebanyak dua belas tong sampah berkapasitas 240 liter per hari, dengan perkiraan 84 tong sampah per minggu. Pengelolaan limbah medis yang efektif dilakukan dengan merujuk arahan UNEP dan WHO, yaitu melakukan pengumpulan, pemilahan, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan yang tepat.

Di Indonesia, jumlah limbah medis saat pandemi covid-19 juga meningkat sekitar 30%, sementara kapasitas pengolahannya di beberapa daerah masih terbatas. Survei yang dilakukan oleh Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) terhadap 95 rumah sakit menjelaskan bahwa terdapat sebagian besar rumah sakit yaitu sekitar 70% tidak memiliki pengelolaan limbah medis. Hanya 30% rumah sakit yang memiliki incinerator dan dari data tersebut sekitar hanya 55% rumah sakit yang memiliki incinerator berizin.

Kementerian Kesehatan pada bulan Oktober dan Desember tahun 2019 telah melakukan penelitian kepatuhan pengelolaan limbah medis yang dilakukan oleh berdasarkan e-monev kepada 299 rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belum sepenuhnya rumah sakit patuh dalam pengelolaan limbah medisnya.  Sebanyak 13,5% rumah sakit belum memiliki TPS berizin dan 15,7% rumah sakit belum memiliki pengolahan limbah medis padat secara internal maupun eksternal, dan 11,4% rumah sakit belum memiliki unit kerja khusus. Hal ini menjelaskan sebagian besar rumah sakit belum memiliki manajemen praktik yang baik dalam mematuhi dalam mengelola limbah medisnya.

Pada tatanan regulasi yang mengatur penglolaan limbah medis, negara Australia tidak memiliki undang-undang yang khusus mengatur tentang limbah medis. Pemerintah Australia menetapkan kebijakan dan strategi mengenai sampah secara umum melalui kolaborasi dengan yuridiksi terkait untuk mendefinisikan dan mengklasifikasikan sampah secara nasional termasuk limbah medis agar sejalan dengan konvensi internasional. Pada tingkat negara bagian telah menerapkan kebijakan dan peraturan sendiri pengelolaan limbah termasuk limbah medis selaras dengan konvensi internasional.

Indonesia telah memiliki peraturan khusus terkait pengelolaan limbah medis berupa Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 3 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Limbah B3 dan Sampah dari Penanganan Coronavirus Disease-19 (COVID-19). Peraturan ini mengatur tahapan pengelolaan limbah medis yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan, rumah tangga, apartemen, kawasan industri, dan fasilitas umum. Permasalahan yang dihadapi Indonesia adalah penanganan limbah infeksius yang belum maksimal.  Dari sisi regulasi dibutuhkan solusi terkait penanganan penanganan limbah infeksius. Penambahan fasilitas pengolahan limbah infeksius dan edukasi atau partisipasi masyarakat terhadap penanganan limbah infeksius rumah tangga juga perlu ditingkatkan.

**Baca Juga: Pemkot Tangerang Tetapkan Kebakaran TPA Rawa Kucing Jadi Darurat Bencana

Manajemen praktik limbah medis di Australia dan di Indonesia telah merujuk pada pedoman yang disepakati pada konvensi internasinal terkait pengelolaan dan penggunaan teknologi untuk mengolah limbah medis. Berikut adalah perbandingan manajemen praktik limbah medis yang dilakukan di Australia dan di Indonesia (Tabel 1),  cara pengelolaan dan teknologi yang digunakan untuk mengolah limbah medis (Tabel 2).

Tabel 1 Manajemen Praktik Limbah Medis di Australia dan Indonesia

No Australia Indonesia
1. Mengadopsi peraturan internasional, dan sistem bertingkat dalam pengelolaan limbah termasuk limbah medis dari pandemi covid-19 (kebijakan, dan pedoman di serahkan kepada masing-masing  negara bagian) Pemerintah pusat memiliki undang-undang tentang limbah kemudian mengembangkan konsep pengolahan limbah medis yang berbasis wilayah

 

2. Pengelolaan Limbah covid -19 menjadi  tanggung jawab pemerintah negara bagian dan teritori, yang mengatur dan mengelola limbah sesuai dengan kebijakan dan program masing-masing Kondisi pengelolaan limbah medis di Indonesia masih menghadapi tantangan baik dari aspek regulasi, kapasitas pengolahan, peran pemerintah daerah, koordinasi antar lembaga, SDM, sarana dan prasarana, perizinan, peran swasta dan pembiayaan
3. Limbah covid -19 yang diangkut di negara bagian dan teritori diidentifikasi, diolah, dan dibuang dengan cara yang ramah lingkungan

 

Pengelolaan limbah medis fasilitas pelayanan kesehatan belum optimal karena jumlah dan kapasitas pengelola limbah medis fasilitas pelayanan kesehatan masih terbatas dan tidak seimbang dengan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan
4. National Environmental Protection Measure (NEPM) dirumuskan untuk mengawasi pergerakan limbah yang dikendalikan

 

Penanganan limbah infeksius yang belum maksimal dari segi regulasi terkait penanganan penanganan limbah infeksius, segi kurangnya fasilitas pengolahan sampah infeksius, dan minimnya edukasi atau partisipasi masyarakat terhadap penanganan limbah infeksius rumah tangga

 

Tabel 2 Cara Pengelolaan dan Teknologi yang  Digunakan Untuk Mengolah Limbah Medis di Australia dan Indonesia

No. Kelompok Limbah Contoh Australia Indonesia
1 Limbah padat domestik Kegiatan dapur/kantin dan  limbah perkantoran landfill Pengomposan, daur ulang atau diangkut ke landfill/TPA
2 Limbah padat medis infeksius Jarum suntik, masker, botol obat, limbah masuk dalam ketegori B3, jaringan tubuh, limbah sitotoksik dan farmasi (sisa obat) landfill, insinerator medis, autoclave dan shredding, disinfeksi kimia, microwave insinerator medis, autoclav, microwave
3 Limbah cair domestik Limbah cair dari kamar mandi, kegiatan dapur/kantin, wastafel WWTP/IPAL WWTP/IPAL
4 Limbah cair infeksius  & radiokatif Cairan tubuh yang terinfeksi, limbah cair laboratorium, radio isotop dari tindakan kedokteran Insinerator WWTP/IPAL proses kimia-fisika, sterilisasi radiasi

Dari hasil kajian literatur yang telah dilaukan, dapat disimpulkan bahwa,  pengelolaan sampah medis di Australia lebih komprehensif dari regulasi, fasilitas pengelolaan limbah dan tanggung jawab dari negara bagian atau teritori masing-masing. Di Indonesia pengelolaan limbah medis dari aspek regulasi, kapasitas pengolahan, peran pemerintah daerah, koordinasi antar lembaga, SDM, sarana dan prasarana, perizinan, peran swasta dan pembiayaan masih terbatas. Untuk menangani pengelolaan limbah medis perlu dilengkapi dengan regulasi, sumber daya manusia, teknologi dan juga penting melibatkan lintas sectoral baik pemerintah, Kemetrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementrian Perhubungan dan peran serta masyarakat.(*)




Begini Perbandingan Berdiri & Duduk yang Tepat

Kabar6-Mungkin Anda termasuk orang yang banyak menghabiskan waktu dengan duduk, karena tuntutan pekerjaan. Padahal kebiasaan duduk terlalu lama bahkan berjam-jam memiliki risiko terkena penyakit jantung dan diabetes tipe 2. Sama halnya, terlalu lama berdiri juga bisa membuat punggung menjadi pegal, dan memicu keluarnya varises.

Bagaimana sebaiknya melakukan duduk dan berdiri yang seimbang? Dilansir Pesona, rasio atau perbandingan lamanya Anda berdiri dan duduk adalah 1:2. Artinya, dalam sehari, jika waktu total Anda duduk adalah empat jam, berarti Anda harus berdiri atau berjalan selama dua jam. ** Baca juga: Ada 5 Efek yang Dialami Tubuh Ketika Anda Kurangi Konsumsi Gula

Idealnya, kebiasaan ini dilakukan sedikit demi sedikit. Contoh, setelah satu jam duduk, Anda berdiri atau berjalan selama 30 menit sambil melakukan pekerjaan lain. Hal yang penting diperhatikan adalah rasio 1:2 itu sebaiknya diikuti. Selamat mencoba.(ilj/bbs)