1

Seorang Nenek di Tiongkok Gugat Anak dan Menantu Atas kompensasi Mengasuh Cucunya Selama 5 Tahun

Kabar6-Pengadilan di Kota Guangan, Provinsi Sichuan, Tiongkok, memerintahkan pasangan suami istri (pasutri), yang diidentifikasi sebagai Hu dan Zhu, untuk membayarkan uang sebesar sekira Rp179 juta kepada Duan, ibunda Hu.

Biaya tersebut sebagai kompensasi mengasuh cucunya selama lima tahun. Duan, melansir SCMP, telah merawat sang cucu mulai dari Februari 2018 hingga Juli 2023, karena Hu dan Zhu bekerja di Chengdu. Selama sebulan sekali, pasutri ini mengirimkan uang bulanan sebesar sekira Rp2,1 juta kepada Duan. Mereka juga mengirimkan biaya penitipan anak sebesar sekira Rp4,3 juta.

Awalnya, Duan tidak mengeluhkan kiriman uang dari anak dan menantunya itu. Namun pada Juli 2023, usaha yang dikelola Duan tidak membuahkan hasil, dan juga merasa kompensasi yang diterima untuk mengasuh cucunya kurang.

Karena itu, Duan meminta anak dan menantunya membayar sekira Rp417 juta. Namun Hu menganggap permintaan sang ibu terlalu berlebihan. Kemudian, Hu berjanji kepada ibunya untuk membayar sekira Rp108 juta. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh kedua belah pihak, tetapi Hu ternyata tidak menyelesaikan pembayarannya meskipun sang ibu telah mengingatkan.

Duan lantas mengguggat Hu dan Zhu tepat ketika keduanya sedang dalam proses perceraian. Awalnya, tujuan Duan merawat sang cucu adalah untuk meringankan beban putrinya dan menjaga stabilitas keluarga. Namun kesulitan yang dihadapi pasangan ini membuat Duan merasa tidak dihargai.

Diketahui, menurut KUH Perdata Tiongkok, orangtua wajib bertanggung jawab mendidik dan melindungi anak di bawah umur. Akan tetapi, ada pengecualian ketika dalam kondisi tertentu, anak di bawah umur diperbolehkan diasuh oleh nenek dan kakeknya.

Nah, kakek dan nenek boleh mengasuh cucunya asalkan mereka mampu dan orangtua anak tadi tidak mampu memenuhi kewajiban tersebut.(ilj/bbs)




Wanita Jepang Layangkan Gugatan Rp39 Miliar Karena Salah Pilih Donor Sperma

Kabar6-Seorang wanita Jepang berusia 30 tahun yang tak diungkap identitasnya melayangkan gugatan kepada pria yang menjadi donor spermanya. Wanita itu menyesal karena telah salah memilih pria pendonor sperma.

Meski akhirnya hamil, wanita tadi tetap tak mau merawat bayinya dan menyerahkan ke panti asuhan. Melansir Dailymail, wanita yang telah bersuami itu menemukan menemukan pria tersebut di media sosial pada 2019 setelah memutuskan memiliki anak melalui pendonor. Hal ini dilakukan karena sang suami sah memiliki penyakit keturunan yang bisa diwarisi ke anaknya.

Dia berhubungan seks dengan pendonor, yang berusia 20-an, sebanyak 10 kali sebelum hamil pada Juni 2019. Namun beberapa bulan kemudian, ketika sudah terlambat untuk melakukan aborsi, pasangan itu menemukan bahwa si pria telah berbohong kepada mereka perihal latar belakang pendidikan dan kewarganegaraannya.

Si pendonor yang berkewarganegaraan Tiongkok dan ternyata belum lulus dari Universitas Kyoto. Ia juga telah menikah, bukan lajang seperti yang diklaim sebelumnya. Anak hasil donor itu sendiri diserahkan ke fasilitas penitipan anak di Tokyo untuk diadopsi oleh pasangan lain.

Sementara wanita itu dan suaminya mengajukan gugatan ganti rugi senilai sekira Rp39 miliar kepada pria pendonor sperma karena sudah menipu dan menyebabkan tekanan emosional.

Pengacara wanita itu mengatakan, kliennya menderita gangguan tidur. Ia juga secara fisik dan emosional trauma dengan kasus tersebut. Tapi Mizuho Sasaki, seorang pekerja kesejahteraan anak di Jepang, mencap wanita itu dangkal karena memperlakukan anak seperti sebuah objek.

“Saya pikir lebih baik meninggalkan anak itu dengan seseorang yang bisa menjadi orang tua asuh yang baik,” ujar Sasaki. ** Baca juga: Diduga Pesan dari Alien, Pahatan Misterius di Atas Batu Inga Brasil

Disebutkan, wanita itu mengatakan gugatan diajukan karena tak ingin orang lain bernasib seperti dirinya. Diketahui, donasi sperma di Jepang hampir tidak diatur karena klinik inseminasi buatan di negara tersebut hanya terbuka untuk wanita yang sudah menikah.

Klinik tidak melayani wanita lajang dan kaum LGTBQ+. Hanya satu bank sperma komersial yang dibuka pada Juni, sehingga banyak orang terpaksa mencari donor sperma di media sosial.(ilj/bbs)




Agar Dapat Selamatkan Diri, Pusat Penitipan Anak di Jepang Ajarkan Cara Pencet Klakson Bus

Kabar6-Pusat penitipan anak di Kota Sayama, Jepang Timur, mengajarkan para murid cara menggunakan klakson apabila suatu saat nanti mereka tertinggal sendirian di bus, sebagai upaya untuk menyelamatkan diri.

Dari 140 anak yang berada di pusat penitipan itu, melansir Mainichi, sebanyak 42 anak dari kelas yang lebih muda dan wali mereka berpartisipasi dalam latihan, termasuk polisi Kota Sayama. Mereka menjelaskan kepada anak-anak sejumlah model kemudi mobil, dan bagaimana cara untuk membunyikan klakson hingga seseorang datang menemui, jika tertinggal dalam bus sendirian.

Anak-anak pun duduk satu per satu di atas kemudi dan membunyikan klakson. Pelatihan ini diajarkan berdasarkan pengalaman, karena sebelumnya seorang anak perempuan berusia tiga tahun dari Kota Makinohara, Prefektur Shizouka, tewas setelah tertinggal sendirian dalam bus. ** Baca juga: Jadi Tameng untuk Kabur, Kawanan Perampok Brasil Ikat Tawanan di Atap Mobil

Anak perempuan itu tertinggal selama lima jam dalam bus ketika panas kota itu meningkat di atas 30 derajat Celcius.(ilj/bbs)




Tidak Berhenti Menangis, Seorang Baby Sitter yang Frustasi di AS ‘Guncang’ Bayi Hingga Tewas

Kabar6- Seorang pekerja penitipan anak yang disebut baby sitter bernama Taylor Burris (24) telah ‘membunuh’ Maren Gallagher, setelah mengguncang bayi berusia tujuh minggu itu gara-gara tidak berhenti menangis.

Setelah itu, Burris menunggu lebih dari tiga jam sebelum meminta bantuan. Menurut laporan polisi, melansir People, Burris menelepon 911 pada sore hari untuk melaporkan seorang anak yang tidak responsif di penitipan anak di Forsyth, Illinois, Amerika Serikat (AS). Gallagher kemudian dibawa ke Rumah Sakit St John, di mana akhirnya bayi malang itu dinyatakan meninggal keesokan paginya.

Burris pertama kali mengatakan kepada penyelidik bahwa Gallagher jatuh sakit setelah terkena softball di tempat penitipan anak. Gallagher dikatakan mulai menangis setelah sebuah bola mengenainya dan semakin sakit, hingga membuat Burris menelepon 911.

Namun dalam wawancara kedua, Burris mengatakan Gallagher memang terkena bola, tetapi mengakui bahwa dia mengguncang bayi itu karena frustrasi lantaran tangisan tak kunjung berhenti. ** Baca juga: Tanpa Izin, Pesawat Misterius Lintasi Enam Negara NATO Sebelum Pilotnya Menghilang

Sebuah pernyataan tertulis yang diperoleh oleh Herald & Review menyatakan, insiden goncangan itu terjadi sekira pukul 10.40 waktu setempat, tapi Burris menunggu hingga pukul 14.05 untuk meminta bantuan.

“Burris mengakui bahwa dia memiliki informasi ‘Google’ tentang ‘sindrom bayi terguncang’ pada malam ketika Gallagher berada di rumah sakit dan terbaring sekarat,” demikian pernyataan tertulis Sersan Roger Pope dari Kantor Sheriff wilayah Macon.

Ditambahkan, “Ketika ditelepon dengan petugas pengiriman, Burris mengatakan bahwa bayi itu berada dalam kondisi pernapasan yang tidak responsif dan terhambat atau apnea selama 20 menit sebelum dia menelepon EMS. Ini jelas perilaku yang lalai.”

Sebuah laporan autopsi yang diungkapkan Koroner wilayah Sangamon, Jim Allmon, menerangkan Gallagher meninggal dunia karena cedera benda tumpul di kepalanya. Burris kemudian dibawa ke penjara Macon County dan tetap di sana dengan jaminan US$250 ribu.(ilj/bbs)