1

Pendidikan Seks yang Aman, Sekolah di Sarawak Ajarkan Siswanya Pasang Kondom

Kabar6-Sebuah rekaman video viral di media sosial menunjukkan sekelompok siswa sekolah di Sarawak, Malaysia, praktik belajar cara memakai kondom.

Hal itu disebut merupakan bagian dari pendidikan tentang seks yang aman. Melansir worldofbuzz, video tersebut dibagikan oleh akun @kimgiejie dengan judul, ‘Untuk pendidikan seks ????’. Video tersebut juga menampilkan sekelompok siswa sekolah diajari cara memasang kondom ke benda berbentuk Mr P. Saat guru di depan memberikan bimbingan, para siswa terlihat menatap dengan seksama.

Setelah seorang anak berhasil menempelkan kondom ke benda itu, dia langsung pergi sambil berjabat tangan. Entah dia senang atau justru jijik. ** Baca juga: Jelang H-1, Wanita Tiongkok Ini Batalkan Pernikahan Setelah Melihat Calon Suami Dimandikan Ibunya

Sejak pertama diunggah di media TikTok, video itu telah ditonton lebih dari 280.600 kali dan mendapat 21.100 like. Video itu juga diposting ulang di Twitter.

Keruan saja, video tadi menuai banyak komentar dari banyak netizen. Mereka memuji sekolah atas inisiatif tersebut. “Memalukan, tapi setidaknya mereka belajar. Perkembangan yang baik!” komentar seorang netizen.

“Bagus! Pencegahan terhadap bahaya yang lebih besar. Kami tidak bisa mengekang mereka dari rekreasi, jadi kami mencegah mereka berkembang biak,” komentar netizen lain.

Bagaimana menurut Anda?(ilj/bbs)




Oops…Studi Sebutkan 1 dari 13 Anak di AS Berhubungan Seks Usia 13 Tahun

Kabar6-Hasil penelitian yang mengejutkan dipublikasikan dalam jurnal JAMA Pediatrics. Disebutkan, satu dari 13 anak laki-laki telah melakukan hubungan seksual sebelum mereka berusia 13 tahun. Kemudian, sebanyak 3,6 persen hingga 7,6 persen anak laki-laki di Amerika Serikat melaporkan telah melakukan hubungan seks.

Studi menyebutkan, persentase anak laki-laki yang mulai berhubungan seks pada usia muda bervariasi berdasarkan faktor-faktor seperti tempat mereka tinggal dan tingkat pendidikan ibu mereka.

“Terlalu sering, kebutuhan kesehatan seksual laki-laki muda diabaikan. Temuan ini memiliki implikasi besar, terkait pendidikan seks dan perawatan kesehatan seksual dan reproduksi,” kata Laura Lindberg, penulis penelitian dari Guttmacher Institute. Studi ini, melansir tirto.id, mengumpulkan data dari berbagai survei dari 2011, 2013 dan 2015 dan dari Survei Nasional Pertumbuhan Keluarga sepanjang 2006 hingga 2015. Data dikumpulkan dalam kuesioner yang diisi oleh siswa di kelas sembilan sampai kelas 12 dan melibatkan 19.916 siswa laki-laki.

Data survei pertumbuhan keluarga dikumpulkan melalui wawancara langsung dan melibatkan 7.739 anak laki-laki. Para peneliti menganalisis data itu dengan cermat terhadap faktor-faktor demografis, tempat anak laki-laki itu tinggal dan seberapa banyak responden menginginkan pengalaman pertama itu terjadi.

Survei Nasional Pertumbuhan Keluarga meminta responden untuk menggambarkan seberapa besar keinginan mereka untuk proses itu, mereka diminta memilih antara, “Saya benar-benar tidak ingin hal itu terjadi pada saat itu,” “Saya memiliki perasaan campur aduk, sebagian dari diriku ingin itu terjadi pada saat itu dan sebagian lagi tidak” dan “Aku benar-benar ingin itu terjadi pada saat itu”.

Hasil survei menunjukkan, anak-anak yang melaporkan berhubungan seks sebelum 13 tahun antara lain adalah 8,5 persen menggambarkannya sebagai tindakan yang tidak diinginkan, 37 persen memiliki perasaan campur aduk tentang hal itu, dan 54,6 persen menggambarkan bahwa mereka menginginkan seks.

Sebagian besar menggambarkan pasangan seksual pertama mereka sebagai teman. Para peneliti juga menemukan bahwa responden yang secara signifikan telah melakukan hubungan seksual itu memiliki orang tua atau ibu yang berpendidikan. ** Baca juga: Makanan Sehat yang Sebaiknya Dikonsumsi Wanita

Selain itu, temuan itu menunjukkan kebanyakan perilaku itu terjadi pada anak-anak berkulit hitam. CNN menulis, David Bell yang seorang dokter anak dan asisten profesor pediatri di Columbia University Irving Medical Center serta Samantha Garbers menyerukan perbaikan dalam pendidikan seks dan skrining untuk aktivitas seksual remaja.

“Nasihat apa pun yang diberikan kepada anak laki-laki, baik dari dokter atau sekolah atau orangtua, setidaknya harus selalu mengedukasi tentang pendidikan seks,” demikian tulis Bell and Garbers.(ilj/bbs)